Terlihat Etha begitu segar habis melaksanakan ibadahnya sebagai umat muslim. Wajahnya yang putih mulus tanpa jerawat satupun terlihat berseri-seri memancarkan aura kecantikan luar dan dalam. Karena hatinya yang baik, bersih mampu mengeluarkan aura kecantikannya dari dalam.
Setelah terjadi drama besar-besaran antara dirinya dengan Alfhat, dia memutuskan untuk mandi, lalu berganti pakaian dan melaksanakan sholat dhuhur. Etha bersyukur karena barang-barang dan perlengkapannya termasuk perlengkapan sholatnya sudah berada di dalam kamar Alfhat.
Etha tidak menyangka pakaiannya yang sempat dia cari hanya diletakkan di lantai samping keranjang pakaian kotor. Untungnya dia bisa menemukannya cepat, lalu menyusunnya di lemari pakaian yang masih kosong. Sungguh jahat pria yang sudah menjadi suaminya itu.
Kedua pupil mata Etha masih menatap ke arah pintu ruang ganti. Dia belum juga beranjak dari tempat tersebut. Dia merasa canggung jika harus berduaan dengan Alfhat di dalam kamar. Bisa-bisa emosinya meledak-ledak dan berakhir melakukan aksi saling pukul memukul.
Kryuuukkk...
Etha langsung memegangi perutnya sambil memejamkan mata. Sungguh perutnya sudah keroncongan, sementara dirinya terkurung di dalam kamar Alfhat. Dengan malas, Etha melangkahkan kakinya keluar dari ruang ganti.
Pandangannya langsung diedarkan di seluruh penjuru kamar mewah yang super luas milik Alfhat. Hingga keningnya berkerut melihat sosok pria yang super menyebalkan dan juga cabul tengah duduk di atas ranjang sambil memangku sebuah laptop.
Mau tak mau Etha melangkah mendekat ke arah tempat tidur. Terlihat Alfhat memakai kacamata persis orang-orang yang memiliki kepintaran luar biasa yang tengah sibuk mengerjakan pekerjaannya. Tapi, insting Alfhat begitu tajam dan mampu menyadari keberadaan Etha.
"Jika kamu lapar, makan saja sisa makananku di atas meja. Aku dengan senang hati menyisakan sedikit makanan untukmu." ucap Alfhat tak beralih dari layar laptopnya.
"Apa? makanan sisa. Walaupun aku kelaparan di dalam kamar ini, aku tidak akan makan makanan sisa orang seperti dirimu." kesal Etha.
"Ya sudah, terserah kamu saja. Aku tidak akan menanggung beban jika kamu meninggal di dalam kamarku."
Alfhat menyeringai licik yang sedang berkutat dengan laptopnya.
"Lebih baik aku...." Etha tidak jadi melanjutkan ucapannya, karena setiap ucapan adalah doa, dia tidak ingin ucapannya kembali kenyataan seperti sebelum-sebelumnya.
"Bagus jika kamu berpikiran ingin mengakhiri hidupmu. Karena kamu berada dalam cengkeramanku wanita pelunas hutang. Dan mulai sekarang kamu harus selalu makan dari sisa makananku. Aku hanya ingin kamu menjadi wanita penurut. Toh hewan peliharaan saja bisa jinak jika terus menerus memakan makanan sisa dari pemiliknya." ucap Alfhat mengangkat wajahnya menatap ke arah Etha, senyuman sinis terpancar di sudut bibirnya.
Kilatan amarah dan penuh kebencian langsung terpancar di kedua mata Etha mendengar setiap ucapan Alfhat. Namun, dia berusaha untuk meredamkan amarahnya. Perlahan dia memejamkan matanya sambil menghela nafas panjang.
Etha memutuskan untuk tidak meladeni ucapan Alfhat. Dia berbalik badan untuk menjauh sejauh mungkin dari pria itu. Namun, baru beberapa langkah, Alfhat kembali menghentikannya.
"Mau kemana kamu!" ucap Alfhat melihat gerak gerik Etha.
"Apa perlu aku melapor kepadamu tuan Alfhat, jika aku ingin ke kamar mandi." ucap Etha sambil mengepalkan tangannya, tanpa berbalik badan menghadap ke arah Alfhat.
"Ya, karena tugasmu berada dalam kamarku semata-mata untuk merawatku." ucap Alfhat lalu menutup laptopnya dan meletakkannya di atas nakas.
Alfhat turun dari ranjangnya dan menyambar botol kaca berukuran kecil di atas nakas, lalu melangkah mendekat ke arah Etha. Botol kecil yang dibawanya langsung digenggam kan di tangan kanan Etha. Membuat Etha terkejut dan langsung menatap botol kaca berukuran kecil ditangannya
"Kerjakan tugasmu sekarang." ucap Alfhat dingin sambil melangkah mendekati sofa panjang berwarna coklat gelap di dekat ranjangnya.
"Apa ini?" tanya Etha.
"Itu Asi murni dari ibu menyusui. Kemarilah dan teteskan di kedua mataku." ucap Alfhat yang sudah duduk selonjoran di sofa.
"Untuk apa? bukankah kamu sudah..."
"Jangan banyak bicara, cepat lakukan!" perintah Alfhat dan tak ingin dibantah. Sontak Etha melakukan apa yang diperintahkan nya.
Pagi-pagi dokter Samuel kembali datang untuk memeriksanya dan menganjurkan pengobatan matanya yang masih memerah menggunakan Asi murni dari ibu menyusui. Karena itu salah satu cara ampuh untuk mengatasi mata memerah.
Terlihat Alfhat masih memejamkan matanya setelah Etha selesai meneteskan Asi di kedua matanya.
"Aku sudah membuat kontrak pernikahan denganmu. Pengacaraku sedang mengurusnya. Kemungkinan kontraknya akan diantarkan nanti sore. Intinya, pernikahan ini berjalan paling lama dua tahun dan kontraknya lebih menguntungkan bagiku. Setelah kita tidak lagi terikat dengan kontrak pernikahan, kamu tetap menjadi benda hidup yang akan selalu mengabdikan seluruh hidupmu terhadapku." ucap Alfhat panjang lebar menjelaskan sedikit tentang kontrak pernikahannya.
"Satu lagi, jangan coba-coba berdekatan dengan pria lain, karena kamu itu cuma benda milikku. Jika itu terjadi, kamu akan menanggung sendiri akibatnya bersama dengan keluargamu dan pria yang mendekatimu juga akan menanggung akibatnya. Jadi, pikir-pikir lagi sebelum bertindak." lanjutnya dengan nada ancaman.
Etha hanya mampu menghembuskan nafasnya dengan kasar. Seumur hidupnya dia harus mengabadikan hidupnya dan akan terus berada dalam cengkeraman seorang Alfhat. Akankah sebuah keajaiban datang kepadanya dan membebaskannya dari pria itu?
Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar, membuat Etha langsung mengalihkan pandangannya ke arah pintu.
Alfhat langsung mengambil remote control di laci nakas, lalu menekan tombol di remote tersebut, seketika pintu terbuka lebar. Etha langsung terperangah melihat teknologi otomatis dari pintu kamar Alfhat.
Walaupun kehidupannya termasuk golongan orang berada. Tapi, untuk segala kecanggihan di kediamannya sama sekali tidak memiliki teknologi seperti di kediaman Alfhat.
Muncullah dua pelayan wanita membawa nampan. Salah satu dari mereka membawa nampan berisi makan siang, sepertinya makan siang untuk Etha.
Kedua pelayan bergerak masuk dengan pandangan tertunduk lalu meletakkan nampan yang dibawanya di atas meja oval. Tak lupa mereka membereskan peralatan makan majikannya. Setelah itu, mereka membungkukkan badannya dengan hormat lalu bergegas keluar.
"Itu makan siang mu. Makanlah," ucap Alfhat sambil memainkan ponselnya.
Etha menaikkan alisnya menatap ke arah Alfhat. Dia merasa pria itu seperti bunglon yang dengan gampangnya berubah-ubah wujud. Bukankah tadi pria itu memintanya memakan makanan sisa darinya, mengapa sekarang pelayannya datang membawa makan siang untuknya, pikirnya.
Tanpa menimpali ucapan Alfhat, Etha melangkah mendekati meja lalu duduk di sofa singel. Dia menyantap makan siangnya dengan lahap. Diam-diam Alfhat mulai memperhatikannya. Sadar telah diperhatikan oleh Alfhat, Etha lekas mengubah posisi duduknya memunggungi Alfhat.
Alfhat berdecak kesal, melihat tingkah Etha. Dia pun tersenyum sinis dan tidak menyangka cara makan wanita itu tidaklah elegan seperti wanita-wanita yang selalu menemaninya. Jujur saja dia membandingkan cara makan Etha dengan Vivian.
*
*
*
Sementara itu, Vivian sampai di kediaman Alfhat tepat pukul 7 malam. Wajah cantik Vivian tampak berseri-seri memancarkan kegembiraan seolah menang undian.
"Pelayan!" teriak Vivian memanggil pelayan.
"Iya nona." ucap salah satu pelayan berjalan tergopoh-gopoh menghampirinya.
"Siapkan air untukku, aku ingin berendam!" ucapnya terdengar ketus.
"Baik nona." pelayan itu bergerak mengikuti langkahnya ke kamar.
Langkah Vivian terhenti dan matanya menatap ke arah pintu kamar Alfhat yang tertutup rapat.
"Apa Alfhat ke kantor?" tanya Vivian kepada pelayan.
"Tidak nona, seharian tuan Alfhat berada di dalam kamarnya bersama nona Etha." ucap pelayan menunduk.
Wajah Vivian berubah merah padam mendengar ucapan pelayan itu. Dia sungguh marah besar dan tidak akan membiarkan Alfhat berduaan dengan wanita itu. Apalagi sampai menidurinya. Rasa benci, iri, marah mendominasi menyelimuti pikirannya. Dia harus bergerak cepat sebelum terlambat.
"Sebaiknya aku temui saja Alfhat. Perkara bodoh jika dia melarangku masuk ke kamarnya." gumamnya yang sudah terbakar api cemburu.
Vivian langsung melangkah mendekat ke arah pintu kamar Alfhat. Tanpa basa-basi dia langsung menggedor-gedor pintu kamar Alfhat untuk segera masuk ke dalam.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Dhiyaa
oh ayolah nenek lampirr,,sadar diri donk😏😒
ngak tau ya,alfhat mulai perhatian sama etha🥰
2023-03-12
4
Mita
lanjut thor
2023-03-12
1
Fatma
lanjut dong thor 😊
2023-03-12
1