"Bagaimana kalau malam ini kita cari pelanggan?"tanya Sumi seraya menaik turunkan sebelah alisnya dan tersenyum penuh arti.
Aurora menghela napas panjang menatap Sumi dengan ekspresi tidak berdaya. Temannya ini benar-benar maniak.
"Sum, perban di mata kamu saja belum di buka, kamu sudah mau cari pelanggan? Apa kamu tidak dengar apa kata dokter? Kamu harus istirahat sampai perban di mata kamu di buka,"ujar Aurora geleng-geleng kepala menghadapi teman, sahabat, sekaligus partner kerjanya itu.
"Lama banget, Ra. Aku udah kepengen,"sahut Sumi terdengar lesu.
"Kenapa kamu nggak nikah aja sana! Biar ada temen main kuda-kudaan kapan saja kamu mau,"sahut Aurora kesal.
"Aku takut nanti suamiku nggak bisa memenuhi kebutuhan biologis ku, Ra. Kalau kebutuhan biologis ku tidak terpuaskan ujung-ujungnya nanti aku selingkuh. Mending jadi kupu-kupu malam. Kebutuhan biologis ku terpenuhi, aku puas, dapat duit pula. Istilahnya, sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Lagian, punya suami itu ribet, banyak aturan. Harus begini, harus begitu, nggak boleh begini, nggak boleh begitu, haiss ribet pokonya. Ini buktinya kamu, kamu di atur, 'kan sama suami kamu? Mending jadi jomblo. Jomblo itu bukan karena tidak laku, tapi lebih nyaman sendiri,"ujar Sumi penuh semangat.
Aurora hanya bisa geleng-geleng kepala dengan pola pikir sahabatnya itu. Menganggap pekerjaan adalah sebagai sarana dirinya memenuhi kebutuhan biologisnya.
"Kamu itu sudah hiper, Sum. Mending kamu berobat. Sampai kapan kamu seperti ini?"tanya Aurora sembari memijit pelipisnya sendiri.
"Hiper ku ini tidak perlu diobati, Ra. Malah harus disyukuri. Kalau di obati, aku tidak akan bisa memuaskan para pelanggan kita lagi. Kamu lihat sendiri, 'kan? Bagaimana mereka tidak berdaya kehabisan tenaga setelah aku goyang habis-habisan? Sampai saat ini, belum ada yang bisa menaklukkan aku di atas ranjang. Kalau ada yang bisa menaklukkan aku di atas ranjang, akan aku pertimbangkan untuk menikah dengan orang itu,"ujar Sumi.
"Udah lah! Ngomong sama kamu itu kayak ngomong sama tembok,"sahut Aurora tidak berdaya.
"Setelah aku sembuh, kita cari pelanggan lagi, ya, Ra! Please!"rengek Sumi dengan wajah memelas.
"Kalau kamu sudah sembuh, kenapa harus nyari pelanggan dengan aku? Kamu, 'kan bisa cari sendiri. Aku mau berhenti. Aku merasa apa yang aku miliki sekarang sudah cukup,"sahut Aurora yang memang merasa sudah cukup dengan apa yang dimiliki sekarang.
"Kalau aku cari pelanggan sendiri, dapatnya cuma kelas teri, Ra. Kalau sama kamu, 'kan dapat yang kelas kakap,"sahut Sumi.
"Tapi aku benar-benar ingin berhenti, Sum. Hutang orang tua ku sudah lunas. Mereka bisa makan dan minum dengan semua aset yang sudah aku beli. Mereka tinggal memanen hasil kebun dan menyewakan sawah. Tidak perlu bekerja keras lagi di masa tua mereka. Aku di sini juga sudah punya toko kue dan juga kafe. Sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupku. Aku tinggal mencari suami yang bisa mencintai aku setulus hati, tanpa memandang masa laluku, siapa aku, dan dari keluarga mana asalku,"sahut Aurora mengungkapkan keinginannya.
"Tapi, sebelum ketemu jodoh sejati mu, kamu, 'kan bisa bantu aku, Ra.. Minimal buat mengembalikan biaya operasi mataku,"bujuk Sumi dengan wajah memelas.
"Kita bahas itu nanti, saja. Tunggu sampai mata kamu sembuh,"ucap Aurora agar Sumi berhenti merengek dan membujuknya untuk mencari pelanggan.
"Sebentar lagi aku pasti sudah sembuh, Ra,"sahut Sumi.
"Hum, aku ke kamar dulu. Aku capek sekali,"sahut Aurora beranjak menuju kamarnya, meninggalkan Sumi yang masih duduk di sofa.
Aurora merebahkan tubuhnya, meraih handphonenya, kemudian memblokir nomor Mami yang sering kali menelepon dirinya. Membujuknya untuk segera kembali bekerja.
"Huff.. di sini aku tertekan oleh rengekan Sumi. Di rumah si iblis itu, aku bahkan tidak bisa tidur nyenyak karena takut iblis itu menyentuh aku. Begini amet, ya, nasibku? Pergi kemanapun dapat masalah. Memang benar, kalau hidupku diselimuti masalah, itu berarti aku masih manusia, karena kalau diselimuti wijen, berarti aku onde-onde. Kalau penuhi masalah, berarti aku manusia, kalau di penuhi cucian, berarti aku laundry-an,"gumam Aurora kemudian tertawa. Menertawakan dirinya sendiri. Gadis itu akhirnya terlelap karena kelelahan.
Hari terus berganti, waktu terus berputar. Aurora memilih tinggal di apartemennya mendengar rengekan Sumi yang ingin di carikan pelanggan. Mau pulang ke rumah Rayyan malas mendengar sindiran dan kata-kata ketus Naima. Tidak terasa sudah satu minggu, Aurora tinggal di apartemennya, semenjak Rayyan keluar kota. Perban di mata Sumi pun sudah dibuka. Sekarang mata Sumi sudah sembuh total, sudah normal.
"Ra, ayolah, Ra! Kita cari pelanggan, yuk! Mataku sudah sembuh total ini. Kamu, 'kan janji, setelah mataku sembuh, kita bakal cari pelanggan,"bujuk Sumi yang tidak pernah putus asa membujuk Aurora.
"Aku, 'kan nggak menjanjikan kamu buat cari pelanggan. Aku cuma bilang, kita bicarakan setelah mata kamu sembuh,"sahut Aurora yang memang benar adanya.
"Ini sedang dibicarakan. Ayo, kita cari pelanggan!"ajak Sumi seraya menarik tangan Aurora.
"Kalau kamu sudah ngebet banget, kamu cari gigolo sana, buat puas kan kamu!"kesal Aurora karena terus menerus di bujuk Sumi.
"Kalau itu, bukannya aku dapat duit, Ra! Tapi aku yang harus mengeluarkan duit. Aku nggak yakin juga, mereka bisa memuaskan aku. Kalau nggak bisa memuaskan aku, aku, 'kan rugi, Ra,"sahut Sumi.
"Di nego dulu, dong! Bikin perjanjian, kalau dia nggak bisa memuaskan kamu, maka tidak ada bayaran. Kalau enggak, cari pelanggan sendiri sana!"sahut Aurora enteng.
"Aku nggak mau cari pelanggan sendiri, Ra. Ayolah, Ra. Kita cari pelanggan. Tidak perlu mengeluarkan uang, tapi malah dapat uang dan kepuasan,"bujuk Sumi lagi.
"Itu, sih, kamu. Bukan aku,"sahut Aurora sambil memakan buah anggur di atas meja makan.
"Apa kamu juga mau melayani pelanggan?"tanya Sumi memicingkan matanya.
"Aku? Melayani pelanggan?"tanya Aurora seraya menunjuk hidung nya sendiri,"Aku tidak berminat. Aku hanya akan memberikan mahkota ku pada suamiku,"sahut Aurora kembali memasukkan buah anggur ke dalam mulutnya.
"Ya sudah, kalau begitu, kamu carikan pelanggan saja buat aku. Kali ini, nggak usah di bagi rata. Punya kamu saja yang lebih besar. Enam puluh - empat puluh. Punya kamu enam puluh persen, punya aku empat puluh persen. Seperti biasanya, kamu cuma nungguin aku bekerja,"ujar Sumi mencoba bernegosiasi dengan Aurora.
Walaupun bagian Sumi cuma empat puluh persen, tetap saja lebih banyak di bandingkan dengan Sumi mencari pelanggan sendiri. Karena itu, Sumi berani bernegosiasi seperti itu dengan Aurora.
"Nggak mau. Aku benar-benar sudah tidak ingin kembali menjadi kupu-kupu malam,"sahut Aurora seraya mengunyah buah anggur di dalam mulutnya.
"Tujuh puluh - tiga puluh, deh! Punya kamu tujuh puluh, punya aku tiga puluh. Mau, ya? Ya?"Sumi masih berusaha membujuk Aurora. Bagi Sumi, tiga puluh persen untuk dirinya juga masih untung dari pada cari pelanggan sendiri.
"Tujuh puluh persen? Untuk aku?"tanya Aurora.
...🌸❤️🌸...
.
.
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 434 Episodes
Comments
Yuli Yuli
Sumi emg hiper x, Aurora tar kthuan reyyan lho,jgn mau arurora
2024-02-01
3
Rahayu Irmayanti
ya berhenti udah cukup
2023-11-19
1
Lisa aulia
hati2 Ra ..ntar ketahuan orang suruhan nya mama Ray gimana ...habis kamu di bully ntar...kasihan juga sama Ray..dia lagi pusing tuh mikirin perusahaan nya yg kebakaran...
2023-11-16
2