Seorang wanita cantik menunggu kepulangan suaminya dengan cemas. Dia mendapatkan telpon dari teman suaminya. Kalau sang suami sedang stress dan merasa bersalah atas kematian anak didiknya. Tidak menjelaskan secara spesifik mengapa Jeno merasa bersalah.
"Haduh, Mas Jeno kenapa lagi belum pulang? Apa jangan-jangan dia mabuk-mabukan yah?" .
Jena bermonolog pada dirinya sendiri. Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Tetapi, dia tidak bisa tidur, karena menunggu kepulangan suaminya.
Setengah jam kemudian, terdengar suara deru mesin mobil. Buru-buru Jena berlari keluar rumahnya, dia sangat mengkhawatirkan keadaan suaminya. Takut sesuatu yang buruk terjadi. Jena melihat Jeno turun dari mobilnya, melangkah ke dalam rumah dengan langkah gontai.
"Kanda," panggil Jena membuat Jeno menatap ke depan. Dia melihat sang istri berjalan ke arahnya, guratan kekhawatiran terpasang di wajah Jena.
Meski wanita itu masih marah pada Jeno, karena telah selingkuh di kehidupan pertamanya, tetapi, dia tetap saja khawatir, karena bagaimanapun Jeno masih berstatus suaminya.
"Dinda." Jeno segera menghamburkan pelukan hangat pada Jena. Dia menangis dalam pelukan istrinya, membuat Jena khawatir. Tidak pernah sekalipun suaminya menangis, tetapi, sekarang mengapa dia menangis?
"Kita masuk ke dalam dulu yah! Di luar dingin, nanti Kanda bisa flu!" ajak Jena seraya menggandeng lengan suaminya.
Mereka berdua masuk ke dalam rumah. Keduanya langsung duduk di atas sofa panjang. Jeno merebahkan kepalanya atas pangkuan Jena. Sang istri mengelus kepala suaminya, memberikan ketenangan pada Jeno yang gundah.
"Kenapa hemm? Cerita padaku," pinta Jena dengan suara lembut. Membuat pria yang tidur di pangkuan nya pun segera menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Jena mendengarkan dengan baik.
"Itu bukan salah mu, Kanda. Sudah menjadi takdir kalau Jenni tewas karena ayahnya sendiri. Tuhan sengaja menyusun skenario yang menyedihkan untuk Jenny tanpa alasan. Bisa jadi dengan begitu ayahnya Jenny bertaubat. Aku yakin sekarang dia sedang depresi, karena anaknya mati karena ulahnya sendiri. Begitupun dengan ibunya Jenny, dia lama merasa sangat menyesal karena tidak pernah peduli pada putrinya. Aku yakin, meski cara kepergian Jenny sangat menyakitkan, tetapi, dia sudah tenang di alam sana. Kepergian Jenny untuk selamanya membuat orang-orang yang dulunya tidak peduli pada kehadiran nya, kini menjadi peduli dan mereka semua terlambat. Hanya penyesalan yang akan menghantui kehidupan mereka, terutama orang tua, Jenny!"
Jena berbicara dengan bijak. Dia berusaha menenangkan sang suami yang sedang gundah gulana, suaminya pasti sedang terpukul berat. Jena teringat akan dirinya saat pertama kali gagal menyelamatkan Rara. Dia sama seperti Jeno yang histeris dan sedih, rasa bersalah terus menghantuinya.
"Ini bukan salah ku, 'kan?" tanya Jeni berusaha mendapatkan kepastian, kalau kematian Jenny bukanlah kesalahannya.
"Hemm. Bukan salah mu," balas Jena seraya tersenyum lembut. Jeno memeluk erat pinggang istrinya. Pada akhirnya, hati pria itu berhasil di tenangkan oleh istrinya. Tak sadar kalau dia telah tidur berbantal kan pangkuan istrinya.
Begitupun dengan Jena, keduanya terlelap pulas dengan posisi yang sama sebelum tidur.
Marni yang bangun tengah malam untuk tidur sangat terkejut melihatnya. Lalu, wajahnya berubah tersenyum lembut.
"Romantisnya majikan ku," gumam Marni pelan.
Dia memutuskan masuk ke dalam ruangan khusus untuk setrika pakaian. Marni mengambil selimut tebal yang baru ia cuci. Kemudian ia bawa keluar, dengan hati-hati dia menyelimuti dua majikannya itu.
"Semoga Ibuk dan Bapak bahagia selalu,* gumam Marni pelan.
Gadis itu segera beranjak dari sana, dia mengisi botol minumnya, setelah itu kembali masuk ke dalam kamar.
*
*
Pagi hari tiba, Jena dan Jeno terbangun. Tubuh keduanya sangat remuk dan pegal, terutama Jena. Mereka tidak tidur dengan posisi bagus semalam.
"Eugh … kepala ku sakit," gumam Jena parau membuat Jeno merasa bersalah.
Pria itu segera memijat tengkuk leher istrinya. Dia berterima kasih pada sang istri, karena telah mendengar cerita nya semalam.
"Terima kasih, Dinda. Karena sudah mendengar cerita ku semalam, dan maaf karena sudah membuat paha mu pegal dan leher ku sakit!" ujar Jeno berterima kasih, sekaligus meminta maaf pada istrinya.
Jena tersenyum kecil.
"Sama-sama, Kanda. Euggg!" Jena bersendawa membuat wanita itu malu. Dia menutup mulutnya, Jeno yang mendengar nya pun tertawa kecil.
"Maaf, Kanda. Sepertinya aku masuk angin!" balas Jena malu-malu membuat Jeno terkikik geli.
"Masuk angin nggak enak, 'kan?" tanya Jeno membuat Jena mengangguk kepalanya nya.
"Tapi, kalau di masukin burung ku enak, 'kan?" tanya Jeno dengan nada menggoda membuat pipi Jena langsung merah merona. Dia memukul paha suaminya, lalu berlari masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan Jeno yang tertawa lepas di ruang tamu.
"Ha ha …dia masih saja malu-malu kucing seperti anak perawan, padahal dia sudah bolong," ujar Jeno seraya terkekeh geli.
Jeno bangkit dari sofa, dia meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku. Lalu melipat kembali selimut tebal yang menyelimuti tubuhnya.
Tak lama ponsel Jeno berdering. Dia mendapatkan pesan baru. Segera pria itu membuka ponselnya, dan membuka pesan.
[Ada tontonan baru. Pergilah ke hotel V malam ini]
Jeno tersenyum cerah. Dia sangat senang, segera saja dia menaiki anak tangga. Tak sabar menunggu malam tiba. Entah apa yang dimaksud dengan tontonan menarik, sehingga mampu membuat seorang Jeno tersenyum senang.
Hari ini Jeno mengambil cuti, dia ingin menghabiskan waktunya bersama sang istri.
*
*
Tak terasa waktu berjalan sangat cepat, pada akhirnya malam tiba. Jeno telah rapi dengan pakaian casual nya. Jena yang sedang menonton di kamar pun mengernyitkan dahinya melihat sang suami yang tampak rapi dengan setelan casual.
"Kanda, mau ke mana?" tanya Jena penasaran membuat Jeno tersenyum santai.
"Kanda, mau keluar sebentar. Mau ketemuan dengan teman Kanda yang baru pulang dari Amerika!" balas Jeno dengan santai membuat Jena manggut-manggut.
"Aku ikut boleh?" tanya Jena semangat membuat Jeno menelan ludahnya susah payah. Mengapa istrinya tiba-tiba minta ikut, tidak bisanya Jena ingin bergabung dengan Jeno bila pergi bertemu dengan teman lama sang suami.
"Ja-jangan, Dinda. Soalnya Kanda pulang nya lama dan di sana cuma ada laki-laki! Aku tidak suka kalau nanti mereka melihat kecantikan kamu!" jawab Jeno yang ada benarnya. Karena pria ini tipikal cemburuan, dia paling tidak suka bila Jena dilirik pria lain.
Jena memutar bola matanya malas, sang suami ternyata masih sama. Suka cemburuan.
"Baiklah, pergi saja, tapi, ingat! Jangan mabuk-mabukan, kalau sampai kamu mabuk, tidur di luar kamar seminggu!" ancam Jena dengan nada tegas membuat Jeno tersenyum lebar.
"Baik, Dinda!" balas Jeno cepat.
Pria itu pun mengecup bibir istrinya singkat.
"Aku pergi dulu!" Jeno keluar dari kamarnya.
Jena hanya melihat dari balkon kamar, mobil sang suami keluar dari pekarangan rumah mereka.
Tak berselang lama, dering ponselnya berbunyi. Menandakan ada pesan masuk.
Segera Jena membuka nya. Mata wanita itu membuka matanya lebar, saat mendapatkan pesan dari nomor misterius.
[Datanglah ke hotel V]
"Akhirnya yang kutunggu tunggu, datang juga!" ujar Jena dengan semangat membara.
*
*
Maaf telat up 🙏😘🌹
Bersambung.
Jangan lupa like coment vote dan beri rating 5 yah kakak 🥰😘
Salem aneuk Nanggroe Aceh ❤️🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Aghitsna Agis
kaya yg mau kambing hitamkan
2023-03-18
0
Yunia Afida
masih teka teki
2023-03-09
0
Yunia Afida
tontonan opo wi
2023-03-09
0