{Kehidupan Pertama Jeno : Bagian Masa Lalu Jeno}
Seorang pemuda tampan tersenyum lebar. Dia baru saja menyelesaikan tugasnya, yaitu mengajari anak-anak desa. Ternyata menjadi guru itu enak dan menyenangkan. Kita bisa melihat anak-anak yang punya sejuta mimpi.
"Kelihatannya kamu seneng banget tinggal di desa ini, No?" tanya Herman salah satu teman KKN Jeno di desa Keude Nibong.
Jeno menoleh ke kanan, dia tersenyum kecil. Menganggukkan kepalanya samar, membenarkan pertanyaan Herman.
"Lebih tepatnya aku senang mengajar anak-anak desa yang berasal dari keluarga miskin, Her. Melihat mereka seperti melihatku di masa lalu. Punya mimpi tinggi, tapi, terhimpit keterbatasan ekonomi. Tapi, aku tidak menyerah untuk mengejar mimpiku. Aku ingin anak-anak di desa ini juga bisa sepertiku atau lebih dariku. Mereka harus bisa membuat mimpi itu menjadi nyata. Bukan hanya angan-angan atau khayalan semata!"
Jeno berkata bijak membuat Herman tertawa. Mereka berdua berteman baik, bedanya Herman anak orang kaya, sedangkan Jeno orang miskin. Tetapi, Jeno lebih pintar seribu persen dari Herman. Tekad orang miskin memang tidak bisa ditandingi oleh siapapun.
"Ya ya … aku percaya itu. Karena aku juga punya teman miskin yang makannya cuma nasi paket garam, tapi isi kepalanya seperti Albert Einstein!" Sindur Herman membuat Jeno memukul kepala Herman.
"Ya?! Kau menyindirku!" teriak Jeno kesal membuat Herman tertawa lepas.
"Kau merasa?! Ha ha!" tawa Herman pecah.
Di sela-sela tawa mereka. Seorang pria paruh baya memakai jas menghampiri mereka. Membuat keduanya berdiri kikuk, karena tahu siapa yang datang. Keduanya pun menganggukkan kepala mereka sedikit guna memberi hormat pada pria itu.
"Pak Broto," sapa keduanya sopan.
Pria paruh baya itu tersenyum tipis. Dia melihat wajah Herman dan Jeno secara bergantian. Entah apa yang dia pikirkan, namun tatapannya sangat mengerikan bagi Jeno dan Herman. Kedua pemuda itu merasa sangat tidak nyaman.
Sorot mata Broto seperti seorang gadis genit memandangi pria tampan.
"Namamu Jeno, 'kan?" tanya Broto ramah membuat Jeno mengiyakan.
"Benar, Pak."
"Bisa kita bicara sebentar."
"Bicara tentang apa ya, Pak?" tanya Jeno sopan.
"Tentang beasiswa S2 ke Harvard yang akan kamu dapat!" balas Broto membuat bola mata Jeno berbinar terang. Sedangkan Herman ikut tersenyum lebar. Dia menepuk bahu Jeno keras.
"Pergilah, No. Biar aku yang bilang pada ketua kalau kamu pergi dengan Pak Broto!" suruh Herman membuat Jeno menganggukkan kepalanya semangat.
Pada akhirnya, Jeno ikut bersama Broto. Pria paruh baya itu membawa Jeno ke villa yang dia punya berada di puncak dekat Desa Keude Nibong.
Mereka turun dari mobil. Jeno terpana melihat keindahan villa milik Broto. Benar-benar rumah idaman.
"Ayo masuk! Kita bicara di dalam." Broto mengajak Jeno melangkah ke dalam. Mereka berdua masuk, banyak penjaga berada di villa tersebut.
Anehnya, Broto mengajak Jeno masuk ke dalam kamar. Pemuda itu merasa was-was. Dia menatap Broto hati-hati. Sebab, sedari dia masuk para pengawal Broto menatapnya aneh.
Naluri dan logika Jeno menyuruh pria itu lari dari sana.
"Ayo, masuk! Kita bicara di dalam kamar," ajak Broto tersenyum manis. Seraya melonggarkan dasinya.
Jeno menelan ludahnya kasar. Dia benar-benar merasa tak nyaman.
"Sepertinya saya harus kembali ke Desa Keude Nibong, Pak. Karena sebentar lagi saya harus ikut rapat kepala desa!" ujar Jeno berusaha untuk tetap tenang. Pria itu segera berbalik dan melangkah cepat.
Namun, pengawal Broto langsung menghadangnya. Membuat Jeno panik. Dia menelan ludahnya kasar.
"Saya harus segera pulang!" Jeno berusaha untuk melewati pengawal Broto, namun mereka langsung mencekal tangan Jeno.
Pria itu langsung menendang tulang kaki salah satu pengawal itu. Perkelahian terjadi antara Jeno dan pengawal Broto, namun Jeno kalah jumlah. Dia berhasil dikalahkan dengan mudah.
"Lepaskan aku?! Aku bisa laporkan kalian ke polisi!" teriak Jeno mengancam mereka semua.
Broto yang sedari tadi melihatnya pun tertawa lepas.
"Lapor polisi?! Ha ha … jangan bercanda anak muda! Yang ada kau akan menjadi tersangka!" ledek Broto membuat Jeno menatapnya dengan tatapan tajam.
Briti telah bertelanjang dada. Dia mendekati Jeno, kedua tangan pemuda itu dicekal oleh orang-orang Broto.
Pria paruh baya itu membelai pipi Jeno yang lebam.
"Padahal aku sangat menyukai wajah tampanmu ini! Tapi, tidak masalah … aku lebih suka l*bang an*s mu." Broto tersenyum menjijikkan membuat bola mata Jeno membesar. Terkejut dengan makna tersirat dari ucapan Broto.
*
*
Bersambung.
Jangan Lupa Like Komentar Dan Vote Beri Rating 5 juga.
Salem Aneuk Nanggroe Aceh
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Lienda nasution
hi.....jijik ya ceritanya
2023-07-02
0
Lusiana_Oct13
iassss ngeri kali si broto tu 😤😤😤😤
2023-04-13
0
Yunia Afida
ya Alloh ternyata pak broto itu penjahat kelamin ya, semoga kita selalu dilindungi Alloh dari hal hal seperti itu
2023-03-11
1