SP 4

"Jadi kapan kamu mau bayar uang kuliah kamu?"

Gavin kini sedang duduk di kursi tepat di depan dekan fakultasnya.

"Saya akan usahakan secepatnya, Pak!" jawab Gavin.

"Iya secepatnya, tapi kapan?"

Dekan itu sudah mulai kesal dengan Gavin yang selalu saja menunggak saat membayar uang kuliahnya.

"Ya secepatnya, Pak. Ini saya lagi ngumpulin uangnya!" jawab Gavin.

"Saya tunggu lima belas hari lagi, kalau kamu masih belum bisa bayar uang kuliah juga, terpaksa kamu saya keluarkan dari kampus ini!" tegas dekan tersebut yang membuat Gavin mengangguk.

"Saya permisi, Pak!"

Gavin keluar dari ruangan dekan tersebut. Berjalan di koridor sembari berpikir, bagaimana caranya agar dia bisa mendapatkan uang untuk membayar kuliah secepatnya.

"Woi, liat nih, orang kere lewat!" Gavin yang semula menunduk, langsung mengangkat kepalanya dan menatap pada orang yang mengatainya kere itu.

"Ini nih, orang yang menuh-menuhin kampus kita, bayar uang kuliah gak bisa, dasar miskin, kere!"

Gavin menajamkan pendengarannya saat ia mendengar kata-kata itu.

"Apa? Mau apa? Marah? Emang kenyataan, kan?"

Owen, laki-laki itu menatap Gavin dengan remeh. Ingin sekali Gavin memukul wajah menyebalkan itu, tapi ia tidak ingin membuang-buang tenaga saat ini.

"Oy, mau kemana? Sini kita main dulu!" Owen berteriak memanggil Gavin yang mengacuhkannya.

"Apa sih? Gak jelas amat hidup lu!" kesal Gavin yang membuat Owen marah.

"Maksud lu apaan?" tantang Owen saat ia berada di dekat Gavin.

"Minggir, jangan ngehalangin jalan gue!" tegas Gavin.

"Lu siapa? Bisa merintah gue kayak gitu? Hah? Punya duit, lu?" hina Owen yang kesal.

Gavin menatap Owen dengan datar.

"Terus kalau gue gak punya duit, lu mau apa? Ngasih gue duit? Mana? Sini?!" kesal Gavin.

Dengan wajah kesal, Owen memukul perut Gavin yang tidak siap membuat Gavin mundur kebelakang.

"Iya, gue mau kasih lu itu!" ucap Owen dengan senyuman sinisnya.

Gavin memegangi perutnya yang terasa sakit. Memandang Owen dengan kesal.

"Mau apa? Marah? Itu lawan anak buah gue dulu!" Gavin menoleh ke arah Rio dan yang lainnya. Teman-temannya yang dulu lari saat ia meminta bantuan.

"Gimana rasanya jadi gelandangan?" tanya Rio sarkas. Ia tersenyum licik melihat Gavin yang tersiksa seperti itu.

"Sampah kayak lu ga usah sok-sokan!" ucap Gavin sarkas, membuat Rio tampak sangat kesal.

"Maksud lu apaan?" tanya Rio, ia menarik kerah baju kemeja yang Gavin pakai.

"Lepasin tangan kotor lu dari baju gue!" tekan Gavin yang membuat Rio mendecih.

"Udah miskin aja sok belagu, lu!" sarkas Rio.

"Mending miskin, dari pada kayak lu, gak punya harga diri! Morotin duit temen sendiri, pas temen susah malah kabur!" setelah mengatakan itu Gavin segera pergi dari sana meninggalkan Rio yang mengepalkan tangannya.

Bukan cuma sekali Owen dan Rio mengganggu Gavin. Hampir setiap hari merawat membuat rusuh.

Dulu Owen adalah musuh Gavin saat masih bermain di jalanan. Dan Rio pun bermusuhan dengan Owen. Tapi saat mereka tahu kalau Gavin sudah tidak punya uang lagi, Rio berkhianat pun begitu dengan teman Gavin yang lainnya.

Gavin duduk di atas kursi taman yang ada di kampus itu. Memegangi ponsel bututnya. Ia ragu, apakah harus meminta pertolongan pada Emily, kekasihnya atau tidak.

Dengan berat hati, Gavin akhirnya memutuskan untuk menelpon Emily saja. Mungkin kekasihnya itu bisa membantunya.

"Halo?"

"Halo, Sayang? Kenapa? Tumben telpon aku?" suara lembut dari seorang gadis di seberang sana terdengar oleh Gavin.

"Maaf, Sayang. Aku sibuk banget akhir-akhir ini," ucap Gavin.

Gavin dan Emily sudah berpacaran cukup lama. Emily adalah gadis pertama yang Gavin kenal di kampus itu dan dekat dengannya. Hingga akhirnya Gavin dengan semua kekurangan yang ia miliki meminta Emily untuk menjadi kekasihnya. Dan gadis itu menerimanya dia.

"Aku boleh minta tolong, gak, sama kamu?" tanya Gavin. Lidahnya terasa berat sekali saat mengatakan itu.

Selama berpacaran dengan Emily Gavin baru kali ini berpikir untuk meminjam uang pada kekasihnya itu.

"Minta tolong apa?" tanya Emily di seberang sana.

"Aku mau minjam uang buat bayar kuliah, kamu ada gak?" tanya Gavin. Ia memejamkan matanya setelah kata-kata itu lolos dari mulutnya.

Selama ini Gavin selalu membelanjakan Emily makanan dengan uangnya yang sangat terbatas itu.

"Oke, ada." jawab Emily yang membuat Gavin benar-benar berbinar.

"Beneran?" tanya Gavin dengan suara yang bersemangat.

"Iyalah, kita ketemuan di bar aja, gimana?" tanya Emily yang membuat Gavin mengerutkan keningnya.

"Kenapa harus di bar?" tanya Gavin heran. Sejak kapan Emily pergi ke bar?

"Sekalian party aja. Oke, sampai ketemu di sana nanti, ya?" Emily mematikan sambungan telepon tersebut.

Walaupun bingung, tapi Gavin tidak punya pilihan lain. Ia harus pergi ke bar untuk bertemu dengan Emily dan mengambil uang dari kekasihnya itu.

Gavin pergi dari sana. Pekerjaan menunggunya dan juga ia butuh uang untuk datang ke bar itu.

***

Gavin kini merebahkan tubuhnya sebentar di atas tempat tidurnya. Pekerjaannya hari ini sangat melelahkan. Selalu kena omel tapi untungnya hari ini gajinya tidak di potong lagi.

Melihat pada jam tangannya, sekarang sudah pukul delapan malam. Dan Gavin punya janji dengan Emily malam ini.

Memaksakan tubuhnya yang terasa sangat lelah, Gavin bangun dan berjalan untuk mengambil handuk. Ada kamar mandi kecil di dalam kamarnya. Besarnya hanya sekitar satu meter saja.

Dengan cepat, Gavin membersihkan tubuhnya. Ia tidak mau membuat Emily menunggu, dan Gavin juga tidak ingin laki-laki di bar sana mengganggu kekasihnya itu.

Bagi Gavin, Emily adalah gadis cantik dan juga baik. Emily adalah gadis yang tidak banyak menuntut, dia hanya meminta Gavin untuk mengerjakan tugas kuliahnya. Dan Gavin juga tidak masalah dengan hal itu. Karena ia mencintai Emily.

Dengan kemeja dan celana jeans yang dari dulu tidak pernah ia pakai semenjak keluar dari rumah, Gavin keluar dari dalam kamar kostnya.

Dengan uang yang seadanya, Gavin akan pergi ke bar tempat ia janjian dengan Emily.

Gavin tidak mungkin memakai taksi untuk pergi ke bar itu, karena ia harus menggunakan uangnya dengan sangat minim. Jadi Gavin menggunakan angkot untuk pergi ke bar itu menepati janji dengan Emily.

Tubuh Gavin kini lebih kurus dari dulunya. Karena ia kebanyakan pikiran, gizi tidak terpenuhi dan tenaga harus di porsir untuk bekerja.

"Makasih, Kang!" ucap Gavin saat ia menuruni angkot itu. Dan menyerahkan uang lima ribuan pada supir angkot tersebut.

"Iya, sama-sama!"

Gavin masih harus berjalan ke depan agar ia sampai di bar itu karena angkot tadi tidak sampai ke sana.

Tidak ada penjagaan khusus di bar itu, Gavin masuk ke dalamnya. Suara dentuman musik membuatnya sedikit merasa asing.

Sudah lama sekali Gavin tidak pernah main ke bar lagi, semenjak ia keluar dari rumah.

"Mau minjam duit aja, perjuangannya harus memperkuat iman kayak gini," ucap Gavin pada dirinya sendiri saat ia melihat sepasang kekasih sedang melakukan hal yang kurang lazim di sudut sana.

"Sabar, Vin, sabar. Tuhan sayang sama orang sabar,"

***

Happy reading guys.

Terpopuler

Comments

🍁Angelaᴳ᯳ᷢ❣️Ꮶ͢ᮉ᳟𝐀⃝🥀☠ᵏᵋᶜᶟ

🍁Angelaᴳ᯳ᷢ❣️Ꮶ͢ᮉ᳟𝐀⃝🥀☠ᵏᵋᶜᶟ

moga-moga enili gak ngerjain Gavin klo itu terjadi berat' Emilia gak tau diri

2024-04-12

1

mochamad ribut

mochamad ribut

up

2024-03-30

0

mochamad ribut

mochamad ribut

lanjut

2024-03-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!