SP 2

Gavin menyeret kopernya keluar dari rumah besar itu.

"Ingat, Vin! Kamu tidak diperbolehkan untuk pergi ke mansion atau mengadu pada Oma dan Opa. Karena itu tidak akan berguna apalagi ke rumah Om Erick!"

Gavin menoleh ke arah Papanya yang sudah sangat tega menghukumnya seperti ini.

"Satu lagi ... kamu hanya diperbolehkan pulang saat kamu sudah menyelesaikan kuliah kamu dengan predikat cumlaude!" peringat Julian lagi.

"Kenapa Papa tidak bunuh aja Gavin sekalian, Pa?" tanya Gavin yang sudah lelah.

Tidak membawa uang, hanya pakaian dan satu buah ponsel butut. Bahkan kamera buriknya saja tidak ada.

"Rugi Papa. Modal Papa buat ngasih jajan kamu udah banyak. Ya kali aja Papa mau bunuh aset sendiri,"

Julian menjawab dengan sarkas, membuat Gavin benar-benar menganga.

Dengan mendengus kesal, Gavin pergi dari sana.

"Gavin tunggu dulu!" ucap Julian, ia mendekat ke arah anak lelakinya itu.

"Apalagi Pa?" tanya Gavin malas.

"Nih, buat jajan nanti beli air minum!"

Julian menyodorkan uang sebanyak lima ratus ribu kepada Gavin. Kasihan juga Julian, karena ia berpikir tidak mungkin Gavin bisa mendapatkan pekerjaan langsung hari ini.

"Mana cukup, Pa!" kesal Gavin, tapi ia tetap menerima uang itu.

"Kalau gak cukup, ya udah sini balikin!" perintah Julian.

Dengan gerakan cepat, Gavin memasukkan uang itu kedalam saku celananya.

"Bye semua! Gavin pergi dulu. Kalau kalian kangen, jemput Gavin di bawah kolong jembatan!" kesal Gavin meninggalkan mereka yang menyaksikan kepergiannya itu.

Gavin keluar dari rumah besar itu.

"Mari saya antar, Tuan muda!" ucap Arsene yang membuat Gavin mengerutkan keningnya.

"Dia mengusirku dari rumah, tapi juga menyuruhmu untuk mengantarku?" tanya Gavin sarkas.

"Benar, Tuan muda. Tuan besar tidak ingin orang-orang di komplek ini tau kalau Tuan muda sebentar lagi akan menjadi gelandangan. Jadi Tuan besar membuat cerita kalau Tuan muda sedang menjalani pendidikan di luar negeri!" Arsene menjelaskan dengan panjang lebar.

"Tunggu! Tunggu dulu! Apa tadi kau bilang? Gelandangan?" tanya Gavin, menatap Arsene dengan mata yang melotot.

"Saya hanya mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Tuan besar, Tuan muda," jawab Arsene dengan wajah datarnya.

"Oh, God! Bahkan sekarang dia menyumpahi aku untuk menjadi gelandangan!!" ratap Gavin yang membuat Arsene hanya diam saja.

Dengan kesal, Gavin naik ke dalam mobil yang Arsene sendiri menyetirnya.

***

"Silahkan turun, Tuan muda!" Arsene membukakan pintu mobil untuk Gavin.

Dengan kesal, Gavin keluar dari mobil itu. Arsene mengambilkan koper Gavin di dalam bagasi mobil.

"Saya permisi Tuan muda," Arsene menunduk dan masuk lagi ke dalam mobil. Meninggalkan Gavin yang masih diam di tempatnya. Bahkan di saat mobil yang dibawa oleh Arsene hilang di pandangan matanya, Gavin masih berdiri di sana.

"Oh, sempurnanya hidupku! Sekarang aku resmi menjadi gelandangan selama beberapa tahun ke depan!"

Gavin tersenyum miris pada dirinya sendiri. Ditinggalkan sendirian dengan membawa uang lima ratus ribu saja. Apa yang bisa Gavin dapatkan dengan uang sebanyak itu? Bahkan uang bulanan Gavin saja seratus kali lipat besarnya dari uang yang kini ada di dalam saku celananya tersebut.

Gavin menyeret kopernya untuk berjalan kemana saja kakinya melangkah. Gavin bingung mau melakukan apa.

Dengan ponsel butut yang ada di dalam tasnya, Gavin menghubungi nomor telepon temannya. Untung saja pulsa yang ada di SIM card Gavin masih sangat banyak.

"Yo, apa aku bisa menginap di rumahmu?" tanya Gavin saat ia menghubungi salah satu temannya.

"Menginap di rumahku? Memangnya kenapa?" tanya Rio pada Gavin.

"Aku di usir dari rumah," jawab Gavin yang membuat Rio di seberang sana terdiam.

"Maaf, tapi aku tidak sedang berada di rumah. Kau ke tempat yang lain saja." Rio tidak membiarkan Gavin untuk bicara, ia langsung mematikan sambungan telepon tersebut dan merebahkan tubuhnya di atas kasur di dalam kamarnya.

Gavin menatap nanar pada layar ponsel bututnya itu. Padahal Gavin mendapatkan hukuman itu juga karena Rio. Dia yang mengajak Julian untuk balapan melawan geng yang selama ini menjadi musuhnya.

Dengan harapan yang besar, Julian menghubungi nomor temannya yang lain.

"Maaf, Vin. Aku tidak bisa. Mamaku sedang ada di rumah,"

Gavin menghela napas, kenapa di saat seperti ini tidak ada satu temannya yang bisa membantu.

Gavin tidak tahu lagi harus menelepon siapa. Semua teman-temannya menolak untuk membantunya.

Dengan langkah lunglai Gavin terus berjalan ke depan. Terik siang hari yang panas sangat menyiksa Gavin. Kulitnya terasa terbakar karena panas.

Berjalan terus Gavin tiba di sebuah tempat yang menyewakan kamar kos. Dengan uang yang ada di dalam sakunya Gavin membunyikan bel tempat kos tersebut.

"Ada apa?" tanya seorang ibu-ibu yang membukakan pintu gerbang untuk Gavin.

"Saya lihat, di sini tempat kost, ya, Bu? Bisa saya tanya berapa harga sewanya? Dan apa ada kamar kosong?" tanya Gavin penuh harap. Ia berdoa supaya uang yang diberikan oleh Papanya itu cukup.

"Masih! Masih ada kamar kosong. Uang sewanya cuma tiga ratus ribu aja," ucap ibu kost tersebut yang membuat Gavin berbinar.

"Sungguh? Kalau gitu saya mau kos disini, Bu," ucap Gavin. Hatinya lega karena semua uangnya tidak habis. Dan masih ada sisa.

"Oke, deh. Langsung masuk aja!"

***

Gavin melihat-lihat isi dari kamar yang menurutnya sangat sempit itu. Bahkan Gavin rasa, kamar mandi di dalam kamarnya masih lebih besar dari kamar kos yang kini dihuninya itu.

Dengan tempat tidur kecil yang ada di sana, Gavin mendudukkan dirinya di atas tempat tidur itu. Meletakkan kopernya begitu saja dan juga melepaskan tas yang sedari tadi ia sandang.

Gavin mengeluarkan uang yang ada di dalam aksi celananya. Hanya dua ratus ribu, dan apa yang bisa Gavin dapatkan dengan uang sekecil itu?

Gavin meraih ponselnya, ia hendak menelepon temannya lagi. Setidaknya kalau untuk memberikan dia pinjaman uang, teman-temannya itu pasti bisa.

"Gak ada Vin, gue lagi gak ada uang sekarang! Udah, ya! Matiin dulu, gue sibuk!"

Gavin menatap nanar pada ponsel itu. Sudah lima orang yang ia telepon, dan jawabannya selalu sama.

Julian kini jadi memikirkan kata-kata Gianna padanya waktu itu.

"Cih ... saat aku tidak punya uang seperti sekarang ini, kalian semua menjauh dariku. Kalau aku masih memiliki uang seperti kemarin, kalian semua memuji-mujiku. Dasar iblis!" umpat Gavin, saat ia merasa kalau apa yang dikatakan oleh Gianna sangat benar.

"Lihat saja kalian, aku pastikan kalian akan mendapatkan balasan yang lebih menyakitkan dari yang kalian lakukan padaku saat ini!!"

***

Terima kasih

Terpopuler

Comments

Muhamad Herudin

Muhamad Herudin

demi poin aku rela ngeliatin novel tapi gak bacadan gue rela bergadang,ini semua gw lakuin demi baca komik 'Lahir Kembali Setelah 80.000 Tahun'

2024-04-10

3

🍁Angelaᴳ᯳ᷢ❣️Ꮶ͢ᮉ᳟𝐀⃝🥀☠ᵏᵋᶜᶟ

🍁Angelaᴳ᯳ᷢ❣️Ꮶ͢ᮉ᳟𝐀⃝🥀☠ᵏᵋᶜᶟ

nah khaaaan ketahuan sekarang mana teman yang tulus dan teman yang memang hanya memanfaatkan saja

2024-04-12

0

Yan Sofian

Yan Sofian

Mantap,,, jangan menyerah.. babat habis org 2 gak setia kawan itu

2024-05-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!