19 : Jangan takut, jadilah Istriku

Sore hari yang indah, Inta duduk menemani Abi yang kini tengah mengerjakan tugas sekolah. Dengan tangan imut itu, dia mengambar seseorang yang tengah bergandeng tangan.

Inta bengong memikirkan tentang Zacry, sugar daddynya. Semenjak sarapan dan makan malam bersama. Ada hal yang membuat Inta kepikiran, yaitu perasaan berdegup-degup dengan bayangan Zacry di dalamnya.

"Ada apa denganku, kenapa sugar daddy itu memenuhi pikiranku sekarang...," benak Inta. Dia mengingat ucapan Malinda yang mengatakan kalau dirinya telah jatuh cinta kepada Zacry.

Dengan gelengan kepala, Inta menepis pikiran anehnya. Dia segera bangun dari tepat duduk dan mendapati jam yang sudah menunjukkan pukul lima sore. "Abi!" seru Inta.

Aksi mengambar itu terhenti dengan mata memandang ke arah ibunya. Abi bangun dari tempat duduk dan bergegas mendekati Inta. "Iya bu, ada apa?" tanyanya.

Usapan lembut berada dikepala Abi. Inta melirikkan matanya pada jam yang ada di dinding. "Sudah pukul lima sore Abi, Ayo mandi." ajak Inta.

Abi mengangguk dan segera membereskan alat belajarnya. Tidak perlu bertanya tentang perasaan Abi kepada Inta. Dia sudah sangat bahagia hingga dendam dengan panggilan Ibu, menghilang seketika.

"Ibu, tadi di sekolah ... teman-temanku bilang, wajahku dan wajah ibu mirip." ucap Abi disaat mereka tengah menaiki tangga.

Mendengar hal itu, Inta menolehkan pandangannya kepada anak angkat yang bukan lagi menjadi anak asuh baginya. "Oh ya, jadi mereka mengatakan kalau wajah kita mirip hm...."

Inta berjongkok saat mereka tiba di lantai dua. Dia menyamakan tinggi badannya dengan Abi. Matanya mencari kesamaan yang di katakan orang-orang. Jika mereka memang memiliki kesamaan, bukan kah itu luar biasa?

Selama ini, mungkin ada manusia yang memiliki kesamaan mereka. Namun, yang paling sering terjadi, kesamaan dari orang tua dan anak. Sayangnya, Inta tidak pernah melahirkan seorang anak sekalipun. Jadi, yang menjadi kemungkinan hanya pada hal-hal yang dianggap biasa.

"Ku rasa tidak ada yang mirip dari kita. Tapi, jika dari pandangan orang lain seperti itu ya tidak apa-apa." Inta kembali menuntun Abi untuk mandi.

...***...

Setelah mengerjakan kebiasannya, Inta duduk di kasur dengan bersandar di dinding. Dia membuka layar ponselnya untuk menikmati waktu luang sebelum makan malam. Biasanya, di jam seperti ini, Inta lebih menghabiskan waktu untuk bermain game. Namun, itu tidak lagi dia lakukan karena memfokuskan diri dengan pekerjaan.

Notifikasi berbunyi dengan bergilir, Inta merasa malas untuk membukanya. Dia tahu kalau semua pesan itu pasti dari grup atau orang yang tidak ada kepentingan.

"Aku lebih baik menonton drama korea saja dari pada membaca chat mereka." jemari Inta dengan lincah mengeser layar. Dia pun teralihkan dengan pesan dari seorang pria.

"Tumben, biasanya dia tidak mengirim chat seperti ini." Inta membuka pesan kiriman dari Alfazi. Pria yang mencintainya dari awal semester hingga sekarang. Untungnya, Inta bisa menjauhi pria ini.

Alfazi : Ada waktu malam ini?

Kerutan muncul diantara alis. Inta memperhatikan pukul berapa pesan itu terkirim padanya. "Dia baru sepuluh menit yang lalu mengirimku chat seperti ini. Ada apa dengannya?" benak Inta.

Dengan cepat, jemari Inta menekan keyboard ponsel dan membalas pesannya.

Anda : Ada apa?

Tidak perlu menunggu lama, Inta segera mendapatkan balasan.

Alfazi : Aku ingin berbicara berdua denganmu. Ayo bertemu di cafe.

Anda : Jam?

Alfazi : 8 malam bisa?

Anda : Hm, aku akan memberi kabar kalau bisa datang.

Alfazi : Aku berharap kau bisa datang.

Inta hanya melihat pesan terakhir Alfazi. Dia bingung memikirkan cara untuk meminta izin kepada Zacry. Baru pertama kali dia meminta izin seperti ini. Biasanya, kepada Malinda, sekarang dia berada di kediaman Zacry. Jadi, harus ada izin terlebih dahulu untuk pergi keluar.

"Aku akan berbicara saat makan malam." gumam Inta.

...***...

Di sebuah kursi umum, Alfazi mematikan ponselnya setelah tahu tidak ada balasan dari chat yang dia kirim. Dengan napas berhembus, dia menyandarkan kepalanya menatap indahnya langit.

"Bro, lo engak apa-apa kan?" tanya Erzi dengan duduk di sampingnya. Saat ini mereka berdua tengah menikmati waktu sore dengan berjoging santai.

Mendengar pertanyaan temannya, Alfazi menatap Erzi dengan pandangan datar. "Menurut lo, apakah wanita yang kita sukai, akan membalas cinta kita dengan menjebaknya?"

Pertanyaan aneh itu menghadirkan kerutan di alis Erzi, dia segera mengubah posisi duduknya menatap wajah teman sebangku itu. "Apa yang lo pikirkan?"

"Yeah, sepertinya hanya dengan cara itu barulah gua bisa memilikinya." tutur Alfazi.

Erzi yang tepat berada di sampingnya semakin bingung. "Eem, apa yang lo katakan, Al?"

Alfazi hanya mendengus tanpa menjawab pertanyaan dari Erzi. Dia memikirkan bagaimana rencananya agar bisa berjalan dengan sempurna.

...***...

Malam harinya, Inta melangkah lebih cepat menyusul Zacry. Makan malam baru saja selesai, Abi pun sudah tidur terlebih dahulu. Jadi, Inta bisa mengajak bicara Zacry untuk meminta izin padanya.

"Daddy!" panggil Inta.

Tahu siapa yang dipanggil, Zacry segera menghentikan langkahnya, lalu berbalik badan untuk melihat Inta yang tersenyum.

"Apa?" tanya Zacry.

Inta melirik kanan dan kiri, memastikan tidak ada orang di dekat mereka. "Hm, jadi begini daddy. Aku boleh keluar malam ini?"

Zacry sedikit mengeser gerakkan matanya, dengan cepat Inta kembali berucap. "Temanku ingin mengajakku bertemu di cafe malam ini jam delapan, apa aku boleh ke sana?"

Selama ini, orang asing pertama bagi Inta yang membuatnya harus izin terlebih dahulu. Bukan kenapa, dia tidak ingin orang-orang mencari dirinya.

"Pergi dengan temanmu?" Zacry seketika mengingat wajah Malinda. Wanita yang dianggapnya sebagai kakak ipar. "Pergilah, tapi jangan pulang terlalu larut. Kau besok ada kelas bukan?"

Inta mengangguk dan segera melangkah pergi meninggalkan Zacry.

Melihat hal itu, Zacry hanya terdiam dengan perasaan tenangnya. Namun, ada sesuatu yang membuatnya jangal. "Kenapa dia bilang teman? Bukan, kakak ipar?" benaknya.

Bokong cantik itu duduk dengan tenang di kursi mobil. Inta harus di antar oleh supir karena itu perintah dari Zacry. Menurutnya, apa yang Zacry lakukan bisa menghemat pengeluaran Inta.

Tidak perlu waktu lama, Inta tiba di cafe yang sering digunakan olehnya dan Malinda. Cafe malam yang sedikit berbeda dari cafe umumnya.

Masuk ke dalam sana, Inta meninggalkan pak supir untuk tetap berada di dalam mobil. Dia melangkah menuju ruang bawah yang khusus untuk minum bukan untuk hal-hal lain.

Suara musik disko begitu mengelegar, memenuhi ruangan yang tampak sempit karena hadirnya orang-orang.

Inta melirik ke segala arah dan mendapati Alfazi yang tengah menonton aksi wanita-wanita pencari uang. Tanpa berlama-lama, dia segera menuju ke arah tersebut.

"Maaf lama," ucap Inta menarik kursi di samping Alfazi.

Dengan lirikkan mata yang tajam, Alfazi mengubah posisi duduknya untuk menghadapi waiter. "Aku ingin minuman seperti biasanya." pesannya.

Inta juga ikut memesan, "Aku jus plus soda."

Waiter itu mengangguk dan segera menghidangkan apa yang dipesan. Ditinggalkan waiter, Inta barulah memulai pembicaraan mereka.

"Jadi, apa yang ingin kau katakan?" tanya Inta.

Alfazi tersenyum dan memainkan jemarinya di atas meja. "Sebenarnya aku penasaran, saat aku mengajakmu keluar untuk kencan. Kau akan menolaknya, tapi saat aku mengajakmu berbicara, kau langsung tiba. Inta, kau memang unik."

Inta tersenyum dan menatap hidangan yang tiba di depan mata. Dia menjawab dengan santai, "Aku tidak menyukaimu, jadi aku tidak ingin melakukan hal-hal yang akan merugikan kita berdua. Menurutku, lebih baik kita berteman."

"Aku tidak mau!" Alfazi menatap Inta dengan pandangan serius. Lirikkan matanya pun begitu tajam hingga Inta tidak berani menatapnya.

"Apa karena aku kurang kaya? Oke, aku hanya anak terakhir, tapi bisakah kau menghargai perasaanku?" lanjut Alfazi.

Inta sangat malas menghadapi hal seperti ini. Dia sudah lelah menjelaskan kalau dirinya tidak memiliki niat apa pun. Namun, tampaknya pria ini tidak mengerti dirinya.

"Aku sudah ka-," Inta berhenti berucap, dia merasa aneh dengan penglihatannya. Bagaimana mungkin, ada dua Alfazi yang terus menatap.

"Katakan saja, Kau mencintai si pria bernama Zacry itu?" tanya Alfazi dengan menyandarkan kepala Inta di bahunya. Rencanamya berhasil, dia bisa menipu Inta dengan taktiknya seperti ini.

Dari awal tiba, Dia sudah meminta bantuan Waiter untuk memasukkan obat yang bisa memberinya kesempatan. Kesempatan untuk memiliki Inta selamanya.

Kesadaran Inta masih bertahan, meski dia merasa seluruh tubuhnya lemah. Berdiri pun tampaknya tidak akan sanggup dia lakukan.

"Dengar Inta, aku mencintaimu. Cintaku tulus, bahkan lebih tulus dari uang orang itu. Inta, jadilah milikku dan menikah denganku." ajak Alfazi.

Inta mendorong tubuh Alfazi dengan tenaga yang banyak. Dia segera berdiri meski harus berpegangan pada meja.

"Al, hentikan hal itu! Aku tidak mencintaimu." ucapnya.

Alfazi merasa emosinya tidak bisa dikendalikan lagi. Dia selalu mendengar perkataan itu baik dari Inta maupun Malinda. Seakan-akan memberitahukan kepadanya, kalau dia tidak pantas mendapatkan Inta.

"APA KARENA DIA KAYA! KAU SAMPAI TIDAK INGIN BERSAMAKU? SELAMA DELAPAN SEMESTER INI, AKU SELALU MENCINTAIMU." pekik Alfazi.

Inta yang masih memiliki kesadaran segera menyahut, "Percuma, aku tetap tidak mencintaimu."

Alfazi segera mencengkram bahu Inta dan membawanya untuk keluar dari cafe malam. Dia tidak bisa lagi mendengarkan ocehan Inta. Akan dikurung wanita itu hingga dia mau menerima cintanya.

"Aww! Al, sakit ... kau!" jerit Inta dengan mencoba untuk melawan. Entah bagaimana, tenaganya malah kembali hanya untuk mengikuti langkah Pria di depannya.

Alfazi tidak menghiraukan apa yang Inta katakan. Dia menuju ke parkiran dan membuka pintu mobil. "Hari ini, kau akan menjadi milikku!" ucapnya dengan percaya diri.

Inta menahan dirinya agar tidak masuk kedalam mobil, dia berusaha sekuat mungkin untuk menjauhkan Alfazi. Namun, tidak tahu obat apa yang dia minum, Inta tetap kalah tenaga dengan Alfazi.

Inta duduk di mobil dengan terbaring di tempat duduk. Alfazi yang melihat hal itu tersenyum puas, dia pun berkata, "Jangan takut, jadilah Istriku, Inta."

Pintu mobil akan tertutup rapat jika tidak ada yang menghalanginya. Wajah Alfazi seketika memerah melihat seseorang menahan pintu mobil hingga Inta bisa keluar dengan berpegangan padanya.

"Lo!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!