15 : Ayo Pulang!

Inta dan dua pria yang dia bawa berhenti di tempat wahana roller coaster. Wajah berbinar Inta begitu tampak di mata Zacry dan Alfazi. Mereka saling menyimpan pemikiran masing-masing.

"Ayo naik!" ajak Inta. Dia menaiki bagian paling depan. Matanya melirik ke arah dua pria yang diam di tempat.

"Apa yang kalian lakukan? Duduklah!" seru Inta.

Zacry dan Alfazi memperhatian Inta. Wanita itu duduk seorang diri tanpa pasangan, sedangkan roller coaster ini di tempati dua orang.

Tanpa berkata apa-apa, Zacry duduk di samping Inta. Sedangkan Alfazi yang ingin duduk di sana seketika berhenti.

"Cih, tampaknya mereka benar-benar saling mencintai." benak Alfazi, dia duduk di bagian belakang dengan anak muda yang menampilkan sebagian tubuhnya.

Inta memegang sabuk yang ada di depan. Dia berbinar melihat roller yang siap berjalan. "Apa aku lebih baik berteriak?" tanya Inta menatap ke arah samping.

Zacry melirik Inta yang melihatnya dengan pandangan berbinar. Dia menolehkan pandangannya ke arah lain. "Lakukan sesukamu." sahutnya.

Inta tersenyum dan menatap ke depan. "Dadry, ah maaf. Maksudku Tuan, Terima kasih sudah membawaku ke sini. Ah, terima kasih juga aku tidak perlu mengeluarkan uang untuk semua ini." ucap Inta.

Zacry hanya diam tidak menjawab apa yang Inta katakan. Dia lebih memilih untuk mempersiapkan diri karena wahana roller akan bergerak.

Tidak menunggu lama, Roller coaster bergerak dengan kecepatan sedang. Inta begitu menanti kecepatan yang menakjubkan.

Berbeda dengan dua pria yang memandang datar dalam menikmati permainan.

Roller coaster bergerak semakin cepat hingga Inta menjerit karenanya. Dengan jalur yang berputar-putar, Inta tanpa sengaja mengandeng tangan Zacry.

"WAAAH!" teriak Inta.

Zacry melirik wanita yang membuat telinganya hampir tuli. Dia menikmati ekspresi Inta yang selalu berteriak jika rel yang di dapati begitu menakutkan.

Berbeda dengan Alfazi yang merasa risih karena wanita di sampingnya begitu dekat hingga membuatnya menyamping ke kanan.

"Waaah!" teriak manja wanita itu sambil berusaha untuk mendekatkan diri.

"Wanita ini!" benak Alfazi.

Permainan itu akhirnya berhenti. Meninggalkan kesan puas untuk Inta yang tersenyum bahagia. Berbeda dengan Zacry dan Alfazi.

Zacry tidak merasakan apa pun karena perhatiannya hanya tertuju kepada Inta. Sedangkan Alfazi, dia merasa lelah menghadapi wanita yang tidak di kenalinya.

"Jadi, apa kita bisa menaiki wahana yang lain?" tanya Inta menatap dua pria di depannya.

Para pria itu mengangguk bersama-sama. Melihat hal itu, Inta tersenyum.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi. Namun, aku tidak boleh menyerah. Aku akan mendapatkan Inta dan memilikinya." benak Alfazi.

"Kalau begitu, Ayo!" Inta menarik tangan Zacry dan Alfazi. Dia melangkah mendekati wahana tornado yang penuh teriakkan orang-orang.

Zacry maupun Alfazi bungkam melihat wahana itu. mereka saling meneguk saliva sendiri sambil melirik Inta yang tercenga.

"Ayo naik!" ajak Inta dengan menarik dua pria yang dari tadi bersamanya. Namun, kedua pria itu tidak bergerak sama sekali. mereka seperti patung yang sudah menetap di tempatnya.

"Ada apa dengan kalian?" tanya Inta. Dia melepaskan genggaman tangannya dan menatap dua pria yang saling membuang muka.

"Sepertinya, mereka tidak akan menaiki tornado ini, Inta." imbuh Malinda yang datang dengan Abi di dalam gendongannya. Tidak hanya itu, ada tas kecil yang penuh makanan di tangan Abi.

Zacry melihat Putranya segera mendekat dan mengambil alih gendongan. "Siapa yang membelikannya makan sebanyak ini?" tanya Zacry.

Malinda tersenyum kecut mendengarnya. "Apa yang salah, tidak ada makanan yang bisa di tolak. Apa Abi ada alergi?" tanyanya kembali.

Zacry menggeleng kepala. "Tidak, dia tidak punya alergi."

"Nah, tidak masalah 'kan? Memakan semua itu." celetuk Malinda.

Inta mengusap kepala Abi dan mengambil dorayaki yang ada di dalam tas kecil itu. "Sesekali memakan makanan di sini. Semua pasti sehat." imbuh Inta.

Malinda mengangguk dengan rasa percaya dirinya. Dia menatap wahana tornado yang masih bermain. "Inta, ingin naik?" tanyanya.

Inta dengan cepat mengangguk dan mendekati Malinda. "Ayo naik. Sekalian bayarkan." ucap Inta.

Malinda tersenyum dan menatap dua pria yang juga menatap dirinya. "Apa yang kalian punya?" tanya Malinda.

Dua pria itu diam sesaat, hingga Alfazi berucap. "Tentu saja kami punya uang. kenapa?"

"Kalian tidak ingin menaikinya kan? Berikan aku uang dan kami akan membeli tiket agar bisa menaiki wahana ini." ujar Malinda.

Kedua pria itu segera mengeluarkan apa yang mereka punya seperti sebelumnya. Zacry kartu VIP khusus wahana bermain dan Alfazi mengeluarkan uang sebesar ratusan di tangannya.

Malinda melirik Inta. Mereka saling bertatap tanpa berucap apa-apa.

Kartu Vip milik Zacry segera di ambil Inta. "Kartu saja, lagi pula hari ini, Dadry yang akan membayar semuanya." ucap Inta.

Alfazi terdiam mendengar hal itu, dia segera menyimpan uangnya dan menunjukkan ekspresi tenang.

Malinda yang melihat hal itu merasa sedih. Namun, rasa sedihnya menghilang setelah melihat wajah Zacry yang tampak bahagia.

Meski Zacry menampilkan ekspresi datar, Malinda masih bisa membaca raut wajah itu. "Aku tidak tahu apa yang terjadi. Semoga, Dia bisa menjaga Inta." benaknya.

Inta menarik tangan Malinda. "Ayo pergi Mal, kita bermain wahana itu. Oh ya, Dadry dan Al, kalian tunggu kami ya. Bye!" Keduanya melangkah menuju wahana yang menunggu orang-orang untuk naik.

Kedua pria bersama Abi menatap kepergian mereka. "Tuan Zacry Park. Apa Anda benar-benar mencintai Inta?" tanya Alfazi secara tiba-tiba.

Zacry yang mendengar hal itu segera menjawab. "Tidak ada hubungannya denganmu."

"Anda benar, Aku hanya orang luar yang tidak boleh ikut campur. Namun, seperti apa yang di katakan oleh Malinda. Aku mencintai Inta, dan berniat untuk mendapatkannya." ucap Alfazi.

Zacry menatap wajah Abi yang bingung dengan pembicaraan mereka. Dia tidak ingin putranya berpikir yang tidak-tidak. "Jangan menyentuh seseorang yang bukan milikmu." tutur Zacry.

Alfazi sekali lagi di bungkam oleh Zacry. "Tidak, aku akan merebut Inta darinya. Meski tahu, aku seorang mahasiswa tidak akan sanggup menghadapi seorang CEO muda seperti dia. Yeah, Aku tidak boleh putus asa." benaknya.

Jika dua pria sedang mempermasalahkan wanita. Berbeda dengan dua wanita yang kini siap menikmati wahana bermain.

"Aku tidak tahu kalau kartu VIP mendapatkan perlakukan khusus." celetuk Inta. Dia membenarkan tempat duduk sebelum pengamannya di pasang.

"Kartu VIP memang mendapatkan perlakukan khusus. Tidak hanya itu, semakin berlangganan semakin mendapatkan diskon." sahut Malinda.

Inta mengangguk. "Iya sih, saat aku membeli tiket wahana roller coaster. Penjaga tiket itu segera melayaniku dengan baik. Yeah, meski pelayanannya sudah baik dari awal. Tapi, perubahan penjaga itu membuatku terkejut."

"Baguslah kau mendapatkan suami seperti Zacry. Bisa memberikanmu uang sebanyak apa pun yang kau mau." ejek Malinda.

Inta segera menjentik jidat sahabatnya. "Hei, itu bisa saja di potong dengan gajiku."

Malinda memanyunkan bibir sambil mengusap bekas jentikkan Inta. "Ku rasa, tidak ada kesepakatan kalau kau bekerja untuknya. Yang ada, kau menjadi istri keluarga Park." cetusnya.

Inta bungkam mendengar perkataan Malinda. Memang benar dia menjadi istri keluarga Park. Lalu, Zacry mengatakan kalau utang bisa dilunasi dengan menikahinya. Maka, tidak ada kesepakatan, yang berarti Inta benar-benar menantu keluarga Park.

Pikiran Inta teralihkan dengan wahana tornado yang mulai bergerak. Guncangan yang membuat keduanya berteriak histeris. Hingga wahana itu pun berhenti.

"Gila, keren banget!" ucap Inta yang diangguk oleh Malinda.

Keduanya melangkah mendekati dua pria yang tampak begitu dingin. Suasana disekitar mereka tidak begitu baik di mata Malinda dan Inta.

"Apa mereka berkelahi?" bisik Inta. Malinda mengangkat bahu tanda dia tidak tahu apa pun.

"Ayo pulang!" ajak Inta menatap Zacry dan Abi. Kedua orang itu segera bangun dan mendekati Inta.

Berbeda dengan Alfazi yang melangkah mendekati Malinda. "Pulanglah, terlebih dahulu." ucap Malinda kepada Alfazi.

Pria tinggi di sampingnya menjawab. "Aku datang ke sini bersamamu, maka pulangnya juga harus bersamamu. Bagaimana pun, aku harus bertanggung jawab."

Malinda mengerutkan alis dengan ekspresi mencibir. "Mata Lo bertanggung jawab. Lo kira gua hamil apa. Sudahlah, seterah lo. Inta hati-hati di jalan."

Inta mengangguk dan melambaikan tanggannya. Meninggalkan sahabat sekaligus orang yang dianggapnya sebagai teman.

"Ibu, bagaimana permainannya?" tanya Abi. Dia menatap sang Ibu yang berjalan di samping ayahnya.

"Seru Abi, kalau bisa ibu akan membawamu juga." sahut Inta. mereka berhenti di tempat parkir dengan Zacry menyerahkan Abi pada Inta. "Aku akan mengeluarkan mobil." ucapnya.

Inta mengangguk dan dengan santai mengendong Abi. "Lalu, bagaimana dengan Abi. Apa Abi suka bersama Tante Malinda?"

"Hm, Abi suka!" jawab Abi dengan penuh semangat. "Tante Malmal memberiku banyak makanan lalu, dia juga mendapatkan kartu seperti Ayah." lanjut Abi.

Inta mengerutkan alis, dia ingin melanjutkan pertanyaannya tentang kartu itu. Namun, suara klakson mobil mengambil alih perhatiannya.

Dengan cepat Inta masuk ke dalam mobil dan duduk sambil memangku Abi. Setelahnya, roda empat itu berjalan dengan kecepatan sedang.

Tidak ada pembicaraan di antara mereka. Inta mau pun Abi terlelap dalam perjalanan pulang. Zacry yang melihat Inta melindungi Abi dalam dekapannya merasa sesuatu.

Di lubuk hati terdalam, terdapat perasaan senang yang menarik garis di bibirnya. Senyum itu tidak akan tampak dan di ketahui oleh orang lain. Hanya Sang kakak yang bisa mengetahui perubahan ekspresinya. Zacry kembali memperhatikan perjalanan dan berharap agar cepat tiba di rumah.

...***...

"Sampai kapan Lo akan melihat mobil mereka? Mobil itu sudah menghilang dari pandangan Lo!" cibir Malinda yang mengambil helmnya.

Alfazi melirik Malinda dan menarik tangan wanita itu secara tiba-tiba. Saat ini, mereka berada di area parkir yang tidak jauh dari tempat Inta masuk mobil Zacry.

Malinda ingin berteriak dan menepis tangan Alfazi. Namun, melihat pandangan pria di depannya, Malinda seketika memandang dengan wajah datar.

"Apa?" pekiknya.

"Katakan yang sejujurnya, Apa Inta menikah karena ingin melunasi utang kuliah? Jika iya, aku akan segera membebaskannya dari keluarga Park." ucap Alfazi.

Malinda tersenyum kecut dan menepis tangan Alfazi. "Lo engak lihat, dia sudah bahagia dengan Zacry. Hentikan perasaanmu itu Al!" sarannya.

Alfazi mengenggam bahu Malinda dan berucap dengan nada penuh penekanan. "Gua sudah baik kepada Lo, Mal. Jadi, jangan buat gua membenci lo karena apa yang lo katakan barusan."

Sekali lagi, Malinda menepis tangan Alfazi. Genggaman itu terasa sakit di bahunya. Namun, Malinda tidak perduli akan rasa sakit itu. Dia lebih memperdulikan pembicaraan mereka. "Gua sudah bilang, lo berhenti mencintainya. Tidak akan lama lagi, Inta akan mencintai pria itu." jelas Malinda kembali.

Alfazi segera menjauhkan diri dan membelakangi Malinda. "Maaf ... lo, pulanglah sendiri!" ujarnya.

Malinda tahu emosi seseorang yang lagi sakit hati tidak bisa di pandang remeh. Dia mengangguk dan melepaskan helm yang memang milik Alfazi. Di taruh benda itu tepat pada motor CBR berwarna hitam. "Hm, terima kasih sudah bermain denganku." ucap Malinda, dia pergi tanpa memperdulikan Alfazi.

Setelah sepuluh menit berlalu, Alfazi menyesali ucapannya. Dia mengepalkan tangan dengan decihan kesal. "SIAL!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!