12 : Dadry

Inta sangat bahagia ketika Abi memeluk dirinya, bahkan berkata kalau dia tidak di perbolehkan pergi. Hati Inta begitu senang hingga sang anak angkat berada di dekapannya.

"Ibu! Besok, maukah ibu pergi ke taman?" tanya Abi yang masih bergantung manja bersama Inta.

"Oh ya, Abi ingin ke taman?" Inta menatap Abi yang mengangguk kepala. Dengan senyum yang cerah dia berikan untuk Abi. "Tentu, besok pagi kita akan ke sana!"

Abi bersorak bahagia mendengar perkataan Inta yang kini diakui sebagai ibunya. Dia mengeratkan pelukkannya dengan berbaring dibahu sang Ibu.

Zacry hanya diam memperhatikan dua orang yang kini tampak dekat. Meski tidak mengetahui bagaimana proses pendekatan Inta dan Abi. Zacry tetap ikut bahagia dengan hal ini.

Tidak hanya mereka, para pelayan yang masih ada pekerjaan, ikut bahagia. Mereka tersenyum diam-diam, melihat keluarga yang baru terbentuk.

"Hm, Abi maafkan Inta ya sudah membuatmu kesal pagi ini." Inta mengusap punggung Abi dengan lembut.

"Abi juga minta maaf bu. Seharusnya Abi tidak berkata seperti itu kepada Ibu." sahut Abi. Inta tersenyum manis yang membuat Zacry terus memandangnya.

Waktu serasa berhenti saat Inta menampakkan senyum yang berbeda. Senyum tulus menarik perhatian Zacry.

Bola mata berwarna coklat itu begitu berbinar menangkap indahnya garis bibir yang terlukir. Tanpa sadar, Zacry menyentuh pipi Inta.

Saat ini keduanya duduk di sofa yang sama. Ditambah, Abi yang dalam pangkuan Inta.

Menyadari seseorang menyentuh pipinya, Inta menatap Zacry yang tengah menatap dengan pandangan datar. "Ada apa dengannya?" benak Inta.

Abi bingung melihat keduanya saling terdiam. "Ibu, Ayah, kenapa diam?" tanyanya.

Zacry segera berdehem dan menoleh ke arah lain. Begitu pula dengan Inta yang menatap Abi dengan senyum yang sama. "Tidak ada." jawab Inta.

Zacry segera bangun dan menatap dua orang yang kini memandangnya. "Tidurlah, bukankah besok kalian ingin ke taman." ucap Zacry.

Inta mengangguk dan bangun dari tempat duduk. "Ibu, Abi bisa ke kamar sendiri." ucap Abi menatap Inta.

"Oh ya, jadi kau ingin ke kamar seorang diri?" tanya Inta. Abi mengangguk dengan wajah serius.

Dengan perlahan Inta menurunkan Abi. Anak kecil itu pun berpamitan dan pergi menuju ke kamarnya. Meninggalkan Inta bersama Zacry.

Suasana sunyi disekitar keduanya, membuat Inta dan Zacry saling memandang. Kali ini, pandangan mereka terjadi sedikit lebih lama.

Dimata Zacry, Inta tampak seperti gadis yang samar di dalam bayangannya. Tidak hanya itu, dia juga merasa familiar dengan lirikkan mata Inta. "Kenapa aku merasa pernah bertemu dengannya," benak Zacry.

Berbeda dengannya, Inta malah menatap bingung dengan pandangan Zacry. Pria tinggi di depannya ini tampak bengong hingga Inta melambaikan tangannya. "Tuan?" seru Inta.

Zacry segera menatap ke arah lain dan melangkah pergi. "Istirahatlah," ucapnya.

Inta menahan kepergian Zacry. Baju kaos abu-abu itu ditarik dengan kuat hingga Zacry menatap Inta.

Melihat tatapan yang tetap sama, tidak membuat Inta takut, dia malah tersenyum dengan wajah bersalahnya. "Maafkan aku yang menghubungi Anda saat berkerja. Lalu, Terima kasih sudah membantuku berbaikkan dengan Abi."

Zacry berbalik badan. Dia melirik gadis pendek di depannya. "Aku akan menjauhkanmu dari Abi jika dia tidak menyukai dirimu."

Inta terteguh mendengar apa yang Zacry katakan. Dia mendongak tiba-tiba hingga tanpa sadar Zacry memegang bagian tengkuknya.

Sekali lagi, mata mereka bertemu dengan tatapan yang sama. Mereka saling menelisik mencari arti dari pandangan masing-masing.

Merasa nyaman dengan sandaran yang dilakukan oleh Zacry. Inta bisa dengan mudah menatap wajah tampan pria di depannya. "Tuan, apa Anda akan menceraikan ku?"

Melihat Inta tidak menjauhkan tangannya, Zacry malah merasa senang di hati. Dia melangkah mendekat dengan posisi yang masih sama. Hanya, jarak mereka yang semakin dekat. "Aku hampir ingin melakukan itu," sahut Zacry.

Inta tertawa kecil mendengar sahutan Zacry. Dia merasa kehilangan uang berjalan yang masih di perlukan. Dengan tangan yang jail, Inta menyentuh dada Zacry. "Ehm, Tuan bisa Anda menunda hal itu dulu. Hehe, aku masih perlu uang." ucap Inta.

Mata Zacry melirik tangan Inta berada. Dia mengangkat pandangannya untuk melihat Inta yang tidak takut jika terjadi sesuatu di antara mereka. Sesuatu yang membara seketika muncul setelah apa yang terjadi, Zacry segera melepaskan tangan Inta dari dadanya. Dia juga melepaskan tangannya dari tengkuk Inta.

"Selama Abi bahagia dan menerimamu serta dia merasakan sosok seorang ibu. Aku tidak akan menceraikanmu." ucap Zacry yang kemudian berbalik badan. "Beristirahatlah, besok kalian akan ke taman," lanjutnya.

Inta menatap kepergian Zacry yang melangkah begitu cepat. Meninggalkan dia seorang diri di ruang tamu. "Ada apa dengannya?" gumam Inta.

Mengetahui uang berjalannya tidak berakhir, Inta malas memikirkan hal yang tidak ada hubungannya. Dia melangkah ke kamar dengan wajah bahagia. "Yes, uang, uang!" sorak Inta dengan suara kecil.

Di dalam kamar pemilik nama Zacry Park. Seseorang melangkah ke kamar mandi dengan terburu-buru. Dia merasa gila ketika merasakan sentuhan tangan Inta yang terhalang kaosnya. "Sial, kenapa wanita itu bisa membuatku seperti ini." gumam Zacry.

Seperti biasanya, Zacry selalu menetapkan di hati, Dia tidak pernah menyentuh wanita. Jadi, dia berpikir tidak akan ada yang bisa membuat nafsunya memuncak. Namun, wanita yang menjadi istri untuk anaknya itu berhasil membangunkan nafsu terpendamnya. "Tidak! Aku harus mengontrol diriku." ucapnya.

...***...

Pagi hari yang indah menyambut. Tentu saja penuh dengan kebahagiaan untuk Inta. Dia libur kuliah dan bisa berjalan-jalan. Yang terpenting, dia tidak perlu keluar uang.

"Hari ini kita akan ke taman. Aku harus mengenakan baju apa ya?" gumam Inta melirik lemari pakaian. Dia mengambil hoodie dengan celana kulot dan sepatu putih.

Setelah bersiap, Inta turun ke bawah dan melihat dapur yang tengah berantakkan. Pelayan sedang menyiapkan sarapan untuk mereka.

"Pagi Bi!" sapa Inta. Seluruh pelayan mengangguk dan tersenyum membalasnya.

Inta melirik kulkas, dia memikirkan apa saja yang perlu dibawa olehnya. "Aku bingung. Di dalam kulkas ini penuh dengan makanan. Tapi, aku tidak bisa menentukan, apa yang harus ku bawa." benak Inta.

Suara kursi ditarik menarik perhatian Inta. Dia melihat Zacry yang sedang membaca koran. Baru kali ini, mereka saling bertemu di pagi hari. Tentu saja Inta tidak ingin kesempatannya menghilang.

Melihat pelayan yang membawakan secangkir teh, Inta segera mengambilnya dengan lembut. Dia pun melangkah setelah pelayan menyerahkan teh itu padanya.

"Tuan," seru Inta. Dia menaruh cangkir cantik itu di dekat Zacry. matanya melirik Pria yang masih fokus dengan koran dan berdehem sebagai tanda seruannya didengar.

"Hm, begini ... Tuan ikut ke taman juga?" tanya Inta.

"Tentu saja, Ayah ikut!" pekik Abi. Dia datang dengan pakaian tidurnya. Wajahnya sedikit basah karena dia mencuci muka sebelum menuju dapur.

Melihat anak angkatnya, anak asuh lebih tepatnya. Inta segera mengambil lap yang tidak jauh dari meja. Dengan tangan yang bergerak cepat, Inta ingin mengelap sisa air itu. Namun, Zacry menahan tangannya.

"Ada apa?" tanya Inta dengan wajah bingung. Niatnya baik, dia ingin mengelap wajah Putra pria di depannya. Tetapi, pria yang merupakan ayah kandung itu menahan tangannya.

"Apa kau akan membersihkannya dengan lap meja?" tanya Zacry yang kemudian melepaskan tangan Inta.

Inta menatap lap yang ada ditangan. Dia melirik Abi yang tampak bingung. "Haha, maafkan aku." cengir Inta. Ditaruh lap itu dan dia mengambil tisu yang tersedia.

"Aku tidak tahu kalau itu lap meja." celetuk Inta sambil mengusap lembut wajah Abi. Dia berkata seperti itu karena mengingat kebiasaannya bersama Malinda.

Satu lap serba guna. Bisa di lap pada meja, lemari dan tempat yang kotor. Setelah itu, cuci dan keringkan. Nanti, mereka akan mengunakannya untuk mengelap wajah maupun tangan. "Aku lupa bahwa diriku berada di rumah orang kaya. Haha, noraknya." benak Inta.

Setelah semua keanehan itu selesai. Inta duduk kembali di samping Zacry. Tentu di depannya terdapat Abi yang sedang menikmati segelas susu.

"Hm, Tuan," seru Inta. Abi yang meneguk susu paginya, segera berhenti. "Ibu, apa ibu akan selalu memanggil Ayah begitu? Ibu kan sudah menjadi istri, ayah. Panggil ayah dengan panggilan yang lain." ucap Abi.

Inta seketika ingat dengan permintaan Zacry kepadanya. Jujur saja, Inta tidak menemukan panggilan cocok untuk pria yang kini memandang dirinya. "Ehm, hehe," Inta cengar-cengir untuk menenangkan dirinya.

"Dadry!" pekik Inta.

Abi dan Zacry menatap kearah dirinya dengan pandangan yang sama. Dari tatapan mereka sudah begitu jelas, kalau keduanya bingung dengan panggilan Inta.

"Dadry?" Abi menatap Ibunya dengan wajah penasaran. "Siapa Dadry, Ibu?" tanyanya.

Inta tersenyum dan tanpa basa-basi menjawabnya. "Itu panggilan Ibu untuk ayahmu. Dadry, Daddy Zacry!"

Abi hanya bisa tercenga mendengarnya. Dia tidak menyangka mendapatkan Ibu yang seperti anak kecil. "Ibu, daddy itu kan artinya Ayah."

Inta mengangguk, dia dengan santai menjelaskan ."Iya, artinya memang Ayah. Bukahkah bagus kalau ibu memanggilnya ayah juga?" Abi mengangguk setuju. Melihat anak asuhnya puas membuat Inta berbenak. "Yeah, Dia daddyku. Lebih tepatnya, Sugar daddy. Hahahaha!"

Zacry melirik wanita yang menunjukkan wajah puasnya. Dia menggeleng dan kembali membaca koran yang ada di tangan.

"Ehem! Dadry, ada yang ingin ku tanyakan. Apa kita perlu menyiapkan bekal untuk ke taman?" tanya Inta setelah puas dengan dirinya sendiri.

Zacry menggeleng kepala sambil menutup korannya. "Pelayan sudah mengatur semuanya. Jika kau ingin membuat sesuatu, buatlah!"

Inta tersenyum dan memikirkan makanan apa yang perlu di bawa. Dia sendiri tidak bisa memasak. Kecuali, memasak mie instan. "Hm, aku akan memasak apa ya...," benak Inta.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!