13 : Taman

Mobil mewah berhenti di tempat parkir. Inta keluar dengan mengendong Abi. Semua orang-orang yang berlalu menatap mereka hingga menoleh kepala.

Inta tidak perduli pandangan orang lain. Menurutnya, hidup itu milik diri sendiri. Memperdulikan hidup orang lain membuatnya lelah, lelah berpikir.

Zacry keluar dengan membawa tas yang berisikan makanan untuk mereka. Sebagai Ayah sekaligus Suami, Zacry harus menjaga Anak dan Ibu angkat anaknya.

"Waah, lihat Abi. Ayahmu membawa kita ke taman yang sebelahnya terdapat wahana bermain!" Inta menunjuk beberapa wahana yang menantang nyalinya.

Memperhatikan arah yang ditunjuk sang Ibu. Abi merasa takut dengan semua itu. Dia segera menggeleng kepala. "Abi tidak ingin main itu." ucapnya.

Inta melihat putra angkatnya yang meringkuh takut. Dia pun segera tersenyum, "ada banyak wahana di sana. Kau akan memainkan yang cocok untukmu."

Abi mengangguk, dia segera turun dari gendongan ibunya. "Ayah, kapan kita masuk?" tanya Abi yang menatap sang Ayah.

Zacry mengusap kepala anaknya, lalu mengenggam tangan Abi dan melangkah bersama. Inta menyusul dari belakang sambil melirik sekitar.

"Ayah!" seru Abi.

Zacry menoleh pada sang Anak. Dia berhenti melangkah dan berdiri tepat di depan Abi. "Ayah, genggam juga tangan Ibu. Ayah mengenggam tanganku, tapi tidak dengan tangan ibu." ucapnya.

Zacry terdiam, dia tidak menduga kalau putranya bisa memperhatikan semua ini. Sekarang, untuk apa yang diinginkan oleh anaknya. Zacry memilih untuk menurut dan berakting layaknya sepasang suami istri.

Diliriknya Inta yang tengah celingak-celinguk, memperhatikan sekitar. Tanpa berkata apa-apa, Zacry mengambil tangan Inta dan menaruh pada pertengahan lengannya.

Inta terteguh mendapati tingkah Zacry. Dia melirik dua orang yang tengah menatapnya. "Ini?"

Tanpa menunggu jawaban, otak Inta sudah terlebih dahulu memberi penjelasan. Dia tersenyum dan dengan santai merangkul lengan Zacry. "Oke, ayo kita masuk." ucap Inta.

Abi tersenyum dan segera mengandeng tangan sang Ayah. Tidak tinggal diam, Inta mengambil tas yang berisi makanan. Dia membawanya dan menempatkan Zacry di tengah mereka.

Memasuki taman, semua orang-orang menikmati waktu bersama keluarga. Begitu juga yang dialami oleh Inta. Dia memang merasa sedang berkumpul bersama keluarga tetapi, dia sedang bersama dengan sekumpulan orang unik. Suami dingin dan anak yang bersifat cuaca. kadang dingin, kadang ceria.

"Kita duduk di sana." Inta menunjuk sebuah tempat yang ada bayangan pohon. Ketiganya segera mendekat dan melihat tempat itu.

Selain tempat yang bagus, angin yang hadir pun menyegarkan mereka. Zacry mengambil tas yang di bawa Inta. Di keluarkan karpet yang cukup untuk ketiganya.

Sebagai orang yang menumpang, Inta tidak tinggal diam. Dia menata tas dan mengeluarkan air mineral untuk mereka minum.

Setelah semua siap, Abi menarik Zacry untuk bermain ayunan khusus anak kecil.

"Ayah yang sangat baik." gumam Inta melihat interaksi keduanya. Dia tersenyum sambil menarik sebungkus cemilan yang akan dimakan.

Waktu bergulir dengan cepat, Inta bahkan sudah menghabiskan lima bungkus cemilannya. Dua orang yang bermain itu akhirnya berhenti dengan keringat yang membasahi kepala mereka.

"Waah, kalian bermain apa hingga berkeringat seperti ini?" tanya Inta. Dia memberikan dua handuk kecil kepada Zacry dan Abi.

Abi menyambut cepat handuk itu, lalu mengelap wajahnya. "Ibu, kami bermain itu!" tangan mungil dengan jari imutnya, menunjuk sebuah permainan yang cocok untuk anak kecil. Permainan yang berjalan sambil mengantung di besi yang kokoh.

"Abi di bantu Ayah agar bisa berjalan dengan benar. Ibu, Abi lelah bermain itu." lanjut Abi.

Inta tersenyum dan memberikan sebotol air mineral untuk Abi. Dia juga memberikannya kepada Zacry yang duduk di samping Abi.

"Ini sudah siang, apa kita tidak bermain di sebelah?" tanya Inta.

Sebenarnya tidak ada niat untuk bermain. Namun, saat Zacry menghentikan mobil di sini, Inta seketika memiliki berbagai macam keinginan. Dia ingin menaiki ini dan itu, yang pasti menantang nyalinya.

"Kenapa Bu? Apa Ibu ingin ke sana?" tanya Abi.

Inta segera mengangguk. Dia memang ingin ke sana, bahkan jika tidak menjaga tempat duduk ini, dia pasti sudah bermain beberapa wahana.

Zacry diam-diam memperhatikan Inta. Dia bisa mengetahui kalau Ibu Angkat Abi begitu tidak sabar untuk ke sana.

"Lebih baik makan siang dulu, lalu kita akan ke sana." ucap Zacry.

Inta menoleh dengan mata berbinar. Dia melirik Zacry yang ingin mengubah posisi duduknya. "Tu-, ah maksudnya Dadry, apa itu benar? Setelah makan siang kita akan ke sebelah?" tanya Inta dengan semangat membara.

Abi tersenyum melihat sang Ibu yang begitu berbinar. Dia dengan lembut berkata. "Ibu, Ayah akan membawa kita ke sana. Jadi, mari makan bersama."

Inta mengangguk, dia mengambil piring untuk menyajikan makan siang mereka. Makan siang ini, terdapat makanan sederhana yang Inta buat. Namun, kedua orang yang ada di depannya, tidak memberi komentar apa pun saat memakan itu semua.

...***...

Rasa bahagia menuncak di dalam tubuh, Inta mengenggam erat tangan Zacry.

Melihat kebahagiaan Inta yang akan mengila, Zacry tanpa sadar mengusap lembut tangan Inta. Dia menatap ke arah Abi yang bergumam dengan suara kecil.

"Ibu seperti seorang wanita yang melihat barang diskon." katanya.

Zacry hanya mengangguk tanpa memberikan respon lanjut. Dia mengendong Abi dan mengandeng Inta untuk melihat-lihat wahana yang ada.

Beberapa permainan yang bisa mengajak Abi, di lalui dengan perasaan biasa saja. Inta tidak merasa senang dengan permainan itu.

"Apa Ibu ingin memainkan wahana lain?" tanya Abi. Dia menatap Ibunya dengan pandangan penasaran.

Inta dengan cepat mengangguk, "Iya, ibu ingin mencoba permainan itu."

Abi melirik pada sang Ayah. Tanpa perlu berucap, Zacry mengangguk kepala. "Ayo, kita akan bermain di wahana itu." Ajaknya.

Wajah bahagia Inta kembali cerah, dia mengangguk dan mengandeng tangan Zacry.

Beberapa orang melihat mereka. Namun tidak ada yang berkomentar kecuali hidupnya sudah kacau. Hidup di kota banyak memberikan pelajaran untuk Inta.

Tidak perlu takut gosib tetangga, karena di kota hidup orang ya milik orang, bukan miliknya. Lalu, Inta tidak perlu memikirkan ejekan semua orang.

Namun, ada satu hal yang membuatnya ragu. Bagaimana nanti, jika Satu kampus tahu kalau dia sudah menikah. "Mungkin, mereka akan mengira kalau aku bukan anak polos." benak Inta kala itu.

Sekarang, dia tidak memperdulikannya. Yang terpenting, Dia merasa bahagia selama uang mengalir untuk hidupnya.

Tiba di tempat bermain, Inta ingin mengantri untuk mendapatkan tiket. Namun, seseorang menabraknya hingga menjadikan pertengkaran di antara mereka.

"Hei, kalau punya mata itu di pakek! Engak lihat, aku dari tadi di sini!" pekik wanita yang usianya tidak jauh dari Inta.

Dengan tutur lembut, Inta berucap. "Maaf, aku tidak sengaja."

Wanita yang memekik padanya, malah semakin menjadi. Membuat Inta hampir tersalut emosi jika seseorang tidak menahannya.

"Wow! Ada Inta ternyata." ucap Malinda. Dia melirik ke arah wanita yang ingin menunjuk sahabatnya. "Mbak, lebih baik mengantri. Sahabatku sudah minta maaf, jangan buat dia mengatakan hal yang sama. Takutnya nanti, bukan maaf yang keluar, tapi perkataan berhenti yang terucap di mulut Anda."

Wanita itu segera pergi dengan amarah yang belum reda. Tidak perduli tentangnya, Inta melihat Sahabatnya yang tersenyum sambil berdecak pingang.

"Keluarga cemara sedang berkumpul, keren. Apa kalian akan menaiki wahana ekstrim ini?" tanya Malinda.

Inta mengangguk, "Iya, tapi hanya aku yang menaikinya. Oh ya, Abi, ini Tante Malinda." Inta mengendong Abi dan memperkenalkan Sahabatnya dengan Anak asuhnya itu.

Malinda tersenyum dan mengusap kepala Abi. Dia melirik Zacry yang hanya mengangguk kepala sebagai tanda sapaan. "Yeah, dia memang pria kaku." benaknya.

"MALINDA!" Teriak seseorang yang membuat semua menatap ke sumber suara.

Terlihat Alfazi datang dengan membawa kembang gula sebesar balon di tangan. Dia tampak lelah dengan napas yang terhenga-henga.

"Lo sial*n, gua yakin Lo pasti mengerjai gua 'kan!" ucap Alfazi yang langsung bungkam ketika melihat siapa yang ada di dekat Malinda.

Malinda memberi tatapan mengejek pada Alfazi, dia mengambil kembang gula yang ada, lalu memberikannya kepada Abi.

"Terima kasih, Tante." ucap Abi dengan mata berbinar. Tangan kecil yang imut itu mengenggam kembang gula dengan erat. "Sama-sama." kata Malinda.

Malinda melirik Alfazi yang diam memperhatikan orang di depannya. "Lo sendiri yang kalah. Gua menang dan lo harus turuti apa yang gua perintahkan. Lebih tepatnya, melakukan semua tanpa penolakkan!" ucap Malinda.

Alfazi tidak memperdulikannya, pandangannya kini mengarah kepada Inta yang berdiri dekat dengan pria, orang yang terkenal di kota ini.

"Tuan Zacry Park?" ucap Alfazi.

Zacry sedikit mengerutkan alisnya, dia tidak terkenal seperti sang kakak. Jadi, tidak mungkin ada yang mengenalnya. Namun, pria ini dengan mudah mengetahui siapa dia.

"Wow, kenapa Alfazi. Apa Lo kaget melihat suami Inta?" celetuk Malinda. Cubitan kecil dia dapat dari Inta.

"Su-suami?" Pekik Alfazi.

Inta tersenyum dengan perasaan tenang. Tidak ada rasa bersalah di hatinya. Karena Inta telah mengatakan , kalau dia sudah menikah.

"Dia, siapa?" tanya Zacry menatap Inta. Abi tidak memperdulikan apa yang orang tua lakukan. Dia lebih asik memakan kembang gula bersama Malinda.

Dengan tangan yang bebas, Inta memperkenalkan dua pria di depannya. "Zacry, dia Alfazi. Teman kampusku. Lalu Alfazi, dia suamiku, Zacry."

Alfazi diam dengan wajah yang tampak tidak percaya. Dia segera mendekati Inta dan ingin mengenggam bahunya. Namun, Zacry merangkul pinggang Inta dan membuat Inta mendekat ke arahnya.

Malinda melihat dua orang yang kini begitu seru untuknya. Kembang gula itu tidak cukup untuk menyaksikan drama baru. Apa lagi, Alfazi tampak ragu dengan dirinya sendiri.

"Tuan Zacry benar-benar luar biasa. Anda langsung bertindak untuk menjauhkan Inta dari orang yang mencintainya." ucap Malinda.

Alfazi dan Inta memberikan tatapan terkejut, berbeda dengan Zacry yang memandang datar.

"Oh, apa Tuan Zacry tidak tahu? Kalau dia," Malinda menunjuk Alfazi yang segera menepis tangannya. "Dia ini adalah pria yang paling tulus mencintai Inta. Hati-hati tuan, cintanya dari semester satu. Jika Anda menceraikan Inta, maka dia siap menikahi Inta di hari perceraian kalian."

Inta segera mendekati Malinda dan memberikan sedikit ketukan di kepala sahabatnya itu. Malinda meringis kesakitan dengan wajah cemberut. "Hei, aku hanya mengatakan yang sebenarnya." ucap Malinda.

Inta ingin sekali menyeret Malinda dan melemparnya ke kolam. lalu, dia akan membiarkan sahabatnya kedinginan. Sayang, itu semua cuma angan-angan.

Alfazi dan Zacry saling bertatap. Tidak ada yang mengerti pandangan mereka. Hingga Inta di tarik kembali oleh Zacry. "Ayo, kau ingin bermain bukan?" Zacry mengajak Inta dan Abi pergi tanpa pamit.

"Eh, aku ditinggal!" celetuk Malinda.

Terpopuler

Comments

Senajudifa

Senajudifa

lanjut kim💪💪

2023-04-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!