Inta mematung ditempat. Malam ini, setelah resmi menjadi Istri dari Zacry Park. Dia akan tinggal bersama sang suami.
Dalam pikiran Inta, rumah yang akan dia tinggali akan tampak seperti rumah umumnya. Namun, siapa yang menduga, di depannya terdapat kemegahan hingga Inta tercenga.
"Nyonya, masuklah." ucap Pelayan yang menyadarkan Inta.
Dengan begitu norak, Inta melihat ke segala arah. Dia berjalan paling belakang. Di depannya ada Zacry yang mengendong Abi.
"Membosankan!" benak Inta. Dia tidak bisa percaya dengan apa yang ada didepan mata. Bagaimana bisa, rumah megah yang membahana, ternyata di dalamnya seperti ini.
Hanya ada beberapa vas bunga, lalu lukisan abstrak yang entah apa maksudnya. Inta hanya bisa menggeleng melihat semua ini.
Saat memasuki ruang tamu. Inta melihat ada Foto keluarga yang begitu besar. Disana terdapat sang suami, lalu kakak ipar, ayah mertua dan tiga orang asing.
Langkah kaki Inta terhenti tepat didepan foto itu. "Kenapa terasa familiar?" gumam Inta.
"Berdiri di kursi. Dia adalah kakek kami. Kakek, Haziv Park. Lalu, wanita yang berdiri di dekat Ayahku, dia adalah Ibuku." ucap Zacry dengan santai.
Inta tanpa menoleh, menganggukkan kepala. Dia menikmati apa yang dilihat olehnya. Matanya meneliti siapa saja yang ada disana. "Hm, lalu ... siapa wanita yang berada disamping Kakakmu?"
Zacry menatap kearah foto keluarga. Dia masih mengendong sang Putra yang merupakan anak kandungnya sendiri. "Dia, kakak iparku. Istri, Kak Zivta." jawabnya.
Mendengar hal itu, Inta seketika menatap kearah Zacry. Tatapan tidak percaya dia berikan, "Haha, kakak ipar sudah menikah? Kapan?"
Zacry melangkah menaiki tangga. Rumah miliknya memiliki dua lantai. "Mereka menikah, 5 tahun yang lalu."
Inta mengikuti langkah suaminya. Dia menatap kembali indahnya rumah sang suami. "5 tahun ya, dimana sekarang dirinya berada?" tanya Inta. Dia tidak tahu, bahwa sang Suami sudah berhenti melangkah.
Dengan tabrakkan kecil, Inta menyentuh punggung Zacry. "Perhatikan jalanmu!" tegurnya.
Inta menjauhkan tangan dan memilih untuk menunggu diluar ruangan. Saat ini, Dia dan zacry mengantar sang Putra yang sudah terlelap tidur.
Tidak ada hubungan baik antara Inta dan Anak kecil itu. Inta bahkan dicueki oleh Putra Zacry. "Sepertinya sulit menakluhkan hati anak kecil." benak Inta.
Suara pintu tertutup terdengar ditelinga. Inta menatap pria yang kini menjadi suaminya. "Ikut denganku," ucap Zacry.
Inta segera mengikuti langkah suaminya. Mereka menuju ke sebuah ruangan yang terdapat nama di pintu. Ruang Kerja, itulah yang tertulis. "Ini pasti ruang kerja miliknya." benak Inta.
Pintu dibuka oleh Zacry, lalu Inta dipersilahkan masuk ke dalam ruangan. Tampak begitu sederhana tapi kesan menawannya mengena dihati Inta.
Nuansa ruangan itu tidak berwarna cerah. Dipenuhi warna hitam dengan abu-abu. Tidak lupa perabotan yang ada juga berwarna hitam. Hanya, map-map yang mencolok di dalam ruangan ini.
Inta duduk disofa yang empuk. Dia menatap Zacry tengah sibuk mencari sesuatu. "Apa ada persyaratan yang harus ku perhatikan?" benak Inta.
Tidak lama menunggu, Zacry duduk dan menyerahkan uang didepan Inta. "Hm, ini?" Inta menatap bingung dengan tumpukkan uang itu. Mereka baru saja menikah. Tidak, mereka baru saja memulai apa yang menjadi tujuan saat ini.
Inta berpikir, dia akan dibuang karena masa percobaannya gagal. Yeah, dia akui merayu anak kecil begitu sulit.
"Ini uang 10 juta yang kamu minta. Untuk uang yang lainnya, tunjukkan kepadaku berapa utangmu. Aku akan membayar lunas semuanya." jelas Zacry.
"Oh, jadi seperti itu ternyata. Hehe...," dengan kikuk Inta mengaruk tengkuknya. Dia sudah berpikir negatif pada pria didepannya ini.
Zacry menunjukkan sebuah kertas tepat didepan Inta. kali ini, Kertas itu bertuliskan beberapa hal. "Kita sudah menikah. Awakmedia akan menyampaikan berita pernikahan ini. Yang harus kamu lakukan, jangan memancing awakmedia untuk menyorot dirimu."
Inta diam mendengarkan penjelasan yang diberikan. Dia menyimpan semua larangan yang tidak akan dia lakukan.
"Karena kamu kuliah, supir akan mengantarmu setiap hari. Jangan menolak! Semua sudah ditugaskan masing-masing. Satu hal saja yang harus kamu perhatikan, Putraku! Aku ingin kamu bisa menjadi Ibu terbaik untuknya." Zacry menyerahkan lembaran kertas kepada Inta.
Dengan cermat Inta membaca semuanya. Dia mengangguk dan menaruh lembaran itu diatas meja.
"Aku sudah mengerti semuanya. Terima kasih sudah menjelaskannya Tuan Zacry. Hm, ada satu hal yang ku pinta."
"Katakanlah."
Inta menatap kearah lain, "Jangan terkejut dengan tingkahku nanti."
Zacry mengerutkan alisnya, dia menatap Inta dengan pandangan datar. Kerutan alis itu hanya berkedut sesaat. "Apa maksudmu?"
"Aku mendengar keluarga Anda penuh akan kesopanan. Mungkin suatu hari nanti, aku akan kurang tata krama. jadi, mohon untuk dimaklumi." jelas Inta.
Zacry hanya mengangguk dan segera bangun. "Pelayan disini adalah orangku, jadi mereka tidak akan merasa curiga dengan hubungan kita. Kamu tidak perlu berakting menjadi istri dirumah ini. Jadilah seperti tugasmu untuk Putraku."
Inta dengan hormat menyetujui ucapan Zacry. Seorang pembantu datang setelah dipanggil. Inta segera pamit untuk mengikutinya.
"Rumah mewah, ada kamar khusus untukku. Utang ku lunas, apa lagi ya...," Inta berbenak sambil menikmati jalan menuju kamarnya.
Dilantai dua ini, tidak jauh dari kamar suaminya. Inta mendapatkan kamar yang begitu indah. "Nyonya, silahkan beristirahat." ucap Pelayan.
Inta mengangguk dan segera masuk kedalam. Dia melihat dekorasi kamar yang tampak membosankan. Seperti sebelumnya, tidak ada warna lain selain Hitam dan Abu-abu. "Apa pria ini buta warna? Ah tidak, dia pasti pria kelam yang membenci warna lain. Sudahlah, untung aku juga menyukai dua warna ini."
Inta merebahkan diri dikasur yang begitu besar. Tanpa menganti pakaiannya, Inta memilih untuk tidur karena rasa lelah yang menyerang.
...***...
Suara ponsel terdengar ditelinga. Inta segera bangun dan melihat siapa yang mengirim pesan kepadanya.
: Kebo, awali pagimu dengan tugas sebagai seorang istri. Bukan menjadi beban hidup disana, haha.
Inta menatap datar pada pesan yang dikirimkan Malinda. Dengan malas dia menaruh ponselnya. "Teman lakn*t, pagi-pagi sudah mengangguku." gerutuk Inta.
Tidak berselang lama, ponselnya berdering kembali. Inta benar-benar kesal mendengar deringan yang dibuat oleh Malinda. Setiap pesan masuk, bukannya berbunyi 'ting',Inta malah mendengar suara...
-senyummu sungguh menawan, wajahmu ayu rupawan, ke mana mata memandang, hanyalah dirimu yang selalu terbayang. Haiyah,yah,yah, hatiku tergoda. Haiyah,yah,yah, sungguh mempesona-
"Mal, kau benar-benar!" Dengan cepat Inta mengambil ponselnya. Dibuka pesan yang Malinda kirim.
Malida : Hei Kebo, aku tahu kau membaca pesanku. Kau pasti menikmati indahnya kasur empuk itu kan?
"Empuk?" Inta menatap kasur yang tengah dia tiduri. "Eh, aku baru tahu kalau kasur ini begitu empuk. Astaga, kenapa aku tidak menyadarinya tadi malam."
Inta kembali membaca pesan yang dikirim oleh sahabatnya.
Malinda: bagaimana dengan tugasmu sebagai ibu dari anak suamimu itu. Kau harus membuktikan kepadaku, kalau kau bisa menakluhkan hati anak kecil.
Malinda: jangan mempermalukan diriku sebagai sahabatmu. Oh ya, jangan lupa hari ini kita ada jam pagi.
Malinda: satu lagi, mulailah harimu sebagai seorang istri dan ibu, wkwkwk.
Inta memayunkan bibirnya, dilempar ponsel kesayangan itu dengan pelan. "Dia seperti ibu tiri. memastikan kalau aku bisa menghasilkan uang. Huh, Inta tidak akan menelan ludahnya sendiri. Akan ku takluhkan anak kecil itu."
Dengan semangat Inta memulai harinya. Setelah membersihkan diri, mengenakan pakaian santai ala rumahan. Inta keluar dari kamar.
"Selamat pagi, Nyonya." ucap Pelayan yang terteguh. Dia baru saja ingin mengetuk pintu kamar, tetapi pintu itu segera dibuka oleh Inta.
"Oh, ada apa?" tanya Inta. Pelayan yang ada di depannya tersenyum. "Nyonya, hari sudah pagi. Sebaiknya, Nyonya membangunkan tuan muda Abi, dia belum bangun sekarang." ucap Pelayan.
"Aku?" Inta bingung mendengar perkataan pelayan. Ini sudah jam 7 pagi, bagaimana mungkin tuan muda itu belum bangun.
"Tuan mengatakan kepada kami, bahwa Anda yang akan membangunkan tuan muda, memandikannya dan menemaninya sarapan." ucap Pelayan.
Mendengar penjelasan itu, Inta meneguk salivanya. "Pria itu, dia sudah memberiku tugas seperti ini? Oke, karena dia ingin melihat kinerjaku, aku akan memberikan hasil terbaik padanya." benak Inta.
Dia mengangguk, "seperti itu ya. Baiklah, terima kasih." Inta segera melangkah menuju ke kamar Abi. Letak kamar anak itu tidak jauh dari kamarnya.
Setiba di sana, Inta segera mengetuk pintu dan membukanya. Tampak seorang anak laki-laki yang masih menikmati indahnya mimpi. Tidurnya tidak beraturan, dengan iler yang sudah menjadi pulau.
"Wow, pulas sekali tidurnya. Hehe, karena kau mengejekku kemarin, aku akan membalasnya." gumam Inta.
Dia menarik selimut bergambar kartun dari tubuh Abi. "Lihatlah, dia tertidur seperti cacing kepanasan."
Abi yang sedang menikmati mimpi menghajar seseorang, seketika bangun ketika merasa hawa dingin ditubuhnya. "Huh! Seli-mut." suara khas bangun tidur terdengar ditelinga Inta. Dengan cepat dia mendudukkan Abi.
"Apa yang...," Abi membelakkan mata, dia terkejut melihat Inta berada di kamarnya. Dengan cepat, dia menjauhkan diri dan melempar bantal. "Ngapain orang jahat ini di sini. Pergilah!" teriaknya.
Inta menangkis bantal yang terlempar. Dia tersenyum dan mendekat kearah Abi. "Ada apa anakku, apa kamu ingin kembali melanjutkan mimpi indahmu, hm?"
Abi merinding mendengar perkataan Inta. Dia tidak menduga, wanita didepannya menjadi ibu tiri sekaligus Istri ayahnya. "Ka-kau, hmph!"
Inta menutup mulut Abi dengan jari telunjuk. Setelah beberapa saat, dia pun menjauhkan jarinya. "Abi, kamu sudah diajarkan sopan santun bukan? Kalau sudah, kamu harus memanggilku ibu, oke?"
"Tidak!" pekik Abi, dia segera berdiri di atas kasur dengan tangan bersedekap di dada. "Ibu, aku tidak akan memanggilmu ibu, bahkan wanita lainnya. Ibu adalah orang jahat! Dia, dia, hiks...,"
Air mata Abi mengalir seketika, dia tidak sanggup melanjutkan ucapannya. Melihat seorang anak kecil menangis, Inta segera memeluknya.
"Hei, jangan bersedih. Oke, oke, jika panggilan itu sulit untukmu. Maka, panggillah aku dengan panggilan Tante, bagaimana?" Inta membujuk Abi yang berada dipelukkannya.
Perasaan Abi yang penuh sesak seketika menghilang. Dia mengeratkan pelukkan yang tidak pernah dirasa olehnya.
Abi, anak berusia 5 tahun mendambakan kasih sayang seorang ibu. Namun, dia terkejut ketika tahu kalau Ibunya tidak ada. Lebih tepatnya, pergi tanpa memberikan cinta kepadanya. Karena hal itulah, Abi begitu membenci panggilan Ibu.
Namun, saat merasakan pelukkan hangat dari wanita asing ini. Hati Abi melunak hingga tangisannya terhenti.
"Yosh,yosh, anak baik dan seorang laki-laki tampan, berhentilah menangis." bujuk Inta kembali. Pelukkan itu pun terlepas dengan Inta memandang kearah Abi.
Abi segera menatap ke arah lain sambil mengusap pipinya.
"Oke, sekarang bangun dan mandi. Kamu akan kesekolah bukan? Hm, sekolah paud?" Inta menatap bingung. Dia melihat Abi yang masih begitu muda. Tapi, dia sudah disekolahkan untuk belajar. "Yeah, tidak masalah memberinya pendidikkan." gumam Inta.
"Oke, mandilah. Aku akan membersihkan tempat tidur mu." ucap Inta. Dia mengambil selimut yang dibuang olehnya.
Saat ingin merapikan selimut itu, mata Inta melihat Abi yang mengucek-ngucek bajunya. "Ada apa?"
Tanpa perlu mendengar jawaban Abi, Inta segera membelakkan matanya. "Kau! Kau tidak bisa mandi sendiri?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments