3 : Pernikahan menyentuh hati

Didepan cermin yang begitu jernih. Menampilkan wanita berparas cantik dengan tampilan anggunnya. Gaun putih terbalut ditubuh yang tinggi, tidak lupa dengan hiasan mahkota yang ada dikepala.

Inta tersenyum melihat dirinya. Lekukkan tubuh yang tidak pernah diperlihatkan, kini terbuka dihari pernikahannya. Rambutnya terurai dengan kalung cantik peninggalan orang tua.

"Bagaimana, apa gaunnya sesuai dengan anda?" tanya Rina. Dia desainer yang dipanggil oleh Kepala Keluarga Park.

Inta mengangguk puas melihat gaun yang dia kenakan. "Bagus sekali, sangat bagus." ucapnya.

Rina dengan senyum lebar merasa bahagia. Siapa yang mau mengikuti tantangan seperti ini. merancang baju dalam waktu 2 jam? Itu tidak mungkin bisa dia lakukan. Namun, keluarga Park ini tidak boleh disia-siakan. Rina tidak ingin mengambil resiko yang akan membuat bisnisnya bangkrut.

"Aku senang mendengarnya. Sekarang, coba kenakan sepatu hak tinggi ini." Rina menunjukkan sepatu hak tinggi yang begitu cantik.

Namun, Inta segera mengeleng melihat benda itu. "Maaf, ku rasa ... aku akan terjatuh saat mengenakannya." tolak Inta.

Rina mengerutkan alis dengan wajah bingung. Baru pertama kali dia bertemu wanita yang menolak sepatu hak tinggi. Namun, belum lama berpikir seperti itu, Rina seketika bungkam mendapati tinggi badan Inta.

Inta bertubuh tinggi yang masih bisa menambah tinggi badannya. "Ah, maaf kan aku. Hm, aku akan mencarikan sepatu yang memiliki hak rendah."

Inta mengangguk, dia kembali menatap diri didepan cermin. "Aku tidak sabar melihat pakaian Malinda. Dia mengenakan pakaian pilihanku." gumamnya.

Tidak lama menunggu, keluar seorang wanita dengan gaun biru malamnya. Ada kilauan cantik yang menyelimuti gaun itu.

Inta seketika mendekat kearah Malinda yang kini mengenakan penutup wajah. Hanya bagian hidung dan mulut yang ditutup, mata Malinda masih bisa terlihat oleh Inta.

Lirikkan mata Malinda tetap tajam seperti sebelumnya. Hanya, ada beberapa polesan warna dan soflen yang Malinda kenakan. Mata itu tampak cantik menatap dirinya.

"Ayoo, Malinda tomboyku sudah berubah." celetuk Inta dengan memanyunkan bibirnya.

Malinda mengerutkan alis yang membuat raut amarahnya tampak. Dia segera menunjuk kearah Inta. "Berubah apa hah? Kau yang membuatku seperti ini!" pekik Malinda.

Inta dengan senyum lebar membalikkan tubuhnya. "Tenang saja, aku bahagia kok." ucap Inta.

Malinda yang tadi emosi, meredakan amarahnya. Dia menyentuh pundak Inta dan membalikkan badan sahabatnya. "Inta, aku akan selalu bersamamu. Jika dalam masalah atau pun tidak. Ku harap, semua ini memberikan kebahagiaan untukmu."

"Hei, apa yang baru saja kau katakan?" Inta melepaskan tangan Malinda yang ada dibahu. Dia menatap kearah cermin yang menampilkan sosok dirinya. "Aku akan selalu bahagia. Tidak akan terjadi apa pun kepadaku. Jadi, tenang saja." lanjutnya.

Malinda ingin kembali berucap, Tetapi langkah kaki seseorang membuat dia bungkam.

"Wah, cantik sekali." ucap Rina, dia mendekat kearah Malinda yang memberikan senyum kepadanya.

"Gaun ini tampak cantik. Kalian berdua memang sangat beautiful." Rina menatap Inta dan Malinda secara bergantian.

Malinda hanya mengeleng mendengar perkataan Rina. Dia melangkah mendekati cermin dan melihat penampilannya. "Biasa saja, tidak ada yang cantik." ucap Malinda.

Inta segera menyenggol lengan sahabatnya. Dia memberikan kode untuk menarik kembali perkataan itu.

"Apa ada yang salah?" tanya Malinda dengan kadar kepekaan yang menurun.

Inta segera menepuk jidatnya, dia mengeleng kepala sambil menghela nafas. "Dia memang Malinda. Tidak memperdulikan perasaan orang lain yang memujinya." benak Inta.

Rina hanya tersenyum mendengar perkataan Malinda. Dia melangkah menuju kearah tumpukkan kotak kecil yang berisi sepasang sepatu.

"Aku sudah menemukan sepatu yang tepat. Ini Inta," Rina mengeluarkan sepatu dengan hak yang tidak terlalu tinggi.

Melihat sepatu itu, Inta segera mengenakannya. Tinggi badan Inta bertambah dengan adanya sepatu itu. "Keren, semoga aku tidak terjatuh. Haha."

Malinda hanya mengeleng kecil, melihat kesenangan Inta. "Dia pasti menganggap pernikahan ini sebuah permainan." benak Malinda.

Setelah semua persiapan selesai. Inta dan Malinda menunggu kabar dari pelayan. Mereka akan tiba di altar pernikahan setelah dipanggil.

"Aku jadi gugup." celetuk Inta.

Dengan cepat, Malinda menatap kearah sahabatnya. "Eh? Kau gugup Inta? Apakah benar!" Tampak ketidakpercayaan dari tatapan Malinda.

Inta segera memandang datar mendengar perkataan Malinda. "Tidak, aku tidak gugup!"

"Haha, kau tampak bahagia. Siapa yang menduga, dalam 1 hari kau mengubah takdir yang ada. Seharusnya kau berkerja atau mencari pekerjaan yang lain,"

Malinda menatap gaun yang dia kenakan. "Kau yang berniat menjadi babysister, berubah menjadi istri keluarga Park. Inta, apa kamu tahu satu hal ...,"

Inta menoleh kearah Malinda, dia menatap sahabatnya yang masih memperhatikan gaun biru malam itu.

"Keluarga Park mempercayai hal yang kita anggap kuno. Mereka, memiliki sebuah perjanjian yang turun-temurun. Menikah satu kali seumur hidup. Yang berarti, setelah kau menikahi Zacry Park, dia akan menduda setelah tujuan kalian selesai." jelas Malinda.

Inta terdiam dengan penjelasan yang Malinda berikan. Dia membayangkan bagaimana nasib pria kaku itu. "Aku yakin, setelah tugasku selesai. Dia akan memilih untuk tua seorang diri. Kasihannya..." benak Inta dengan merasa begitu iba.

Suara ketukan pintu membuat kesadaran dua wanita kembali. Mereka segera bangun dan mempersiapkan diri masing-masing.

"Selamat malam, Nona Malinda dan Nona Inta. Mari, keaula." ucap Pelayan dari luar ruangan.

Malinda membuka pintu dan melihat dua pelayan wanita yang tengah tersenyum. Senyuman itu dibalas oleh Inta dan Malinda.

"Mari!" ajak Pelayan yang ada.

Inta dan Malinda melangkah dengan pelan menuju aula. Semakin dekat mereka melangkah, semakin jelas juga mendengar suara musik yang mengema di dalam ruangan.

Inta yang sebelumnya gugup, kini mengenggam tangan sahabatnya. Gemetar ditangan membuat Inta menjadi kaku untuk bergerak.

"Dia tahu, ini bukan sebuah permainan. Kenapa dia ingin merasa sakit seperti ini sih." benak Malinda. Dengan lembut, Malinda menepuk punggung tangan Inta. "Jika sulit, Mari pergi sebelum kau mengucapkan janji suci. Tenang saja, Aku akan melindungimu." bisiknya.

Inta membelakkan mata mendengar perkataan sahabatnya, dia segera mendekatkan diri. "Malinda, kau sedang gila! Bagaimana aku bisa meninggalkan uang 10 juta itu, utangku lunas dan tempat tinggal mewah. Aku tidak akan pergi!" bisik Inta.

Mendengar jawaban sahabatnya, Malinda menganggukan kepala dan mengubah genggaman Inta menjadi begitu anggun. Sebagai wali sahabatnya, dia akan mengantarkan Inta dengan selamat dipelaminan.

Tiba diruang tengah. Tempat itu begitu ramai hingga Inta tercenga melihatnya. Berbeda dengan Malinda yang melirik kesegala arah. Terdapat kamera yang menyorot kearah mereka.

"Tuan Harxa ini sangat mementingkan popularitasnya. Aku harus pergi sesegera mungkin." benak Malinda.

Berjalan perlahan menyusuri karpet merah. Semua mata menatap kearah mereka. Inta yang gugup berubah menjadi kaku. Langkah kakinya pun sedikit berbeda dari biasanya.

Setiba di anak tangga, Malinda dan Inta melangkah bersama hingga tiba dialtar pernikahan. Berdiri seorang pria yang menanti dengan tatapan datarnya. Setelan pria itu senada dengan gaun Inta.

Alunan musik menjadi pemanis dalam pernikahan Inta. Keanggunan Malinda menyerahkan Inta membuat semua bahagia, apa lagi tingkah Inta yang tampak seperti seorang putri kerajaan.

"Aku serahkan kepadamu, Zacry Park. Berikan kebahagiaan, berikan perlindungan dan jagalah dia serta cintai dirinya. Semoga, kamu bisa mewujudkan apa yang ku pinta." ucap Malinda.

Zacry Park menatap kearah Inta yang ada didepannya. Dia mengambil alih genggaman tangan Inta, "aku akan berusaha membuatnya bahagia, seperti apa yang anda katakan."

Malinda mengangguk dan segera menuruni altar. Dia menjauh dari awak media yang mencari keberadaannya.

Inta menatap kearah calon suami yang tengah menuntun dirinya. Mereka menghadap kearah penghulu yang siap memulai janji pernikahan.

"Mulailah." Zacry berucap dengan suara yang datar.

Mendengar hal itu, Inta sedikit gugup dan khawatir. Tangannya digenggam, tetapi genggaman itu hanya genggaman biasa. Tidak ada keteguhan dari genggaman yang Zacry berikan.

"Pernikahan menyentuh hati hanya angan-anganku. Lagi pula, aku yang menyetujui pernikahan ini. baiklah, tanpa cinta aku akan melakukannya." benak Inta.

"Kepada Putraku, Zacry park. Apa kamu bersedia bersama In-,"

"Aku bersedia." ucap Zacry.

Inta terteguh dan menoleh dengan tiba-tiba. Pria di sampingnya ini sangat kaku. "Dia memotong ucapan penghulu. Dia memang suami yang kuno." benak Inta.

Penghulu hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Kepada putriku, Inta. Apa kamu bersedia...."

Janji suci pun usai diucapkan. Inta segera menyetujui pernikahan ini.

"Semoga penikahan kalian diberkati. Sekarang, bertukar cincin." Penghulu memanggil beberapa pelayan yang membawa cincin pernikahan.

Inta dan Zacry saling menautkan cincin pernikahan mereka. Semua itu dilakukan dengan cepat oleh Zacry. Berbeda dengan Inta yang melakukan semuanya dengan ketulusan hati.

"Semoga bahagia selalu menemani kalian. Silahkan...," Penghulu memundurkan diri untuk mengambil jarak.

Melihat tingkah Penghulu, Inta mengerutkan alisnya. Dengan pelan, Inta menatap kearah Zacry yang tepat didepan mata. "Jangan bilang? Hmph!" gumam Inta.

Ciuman singkat dan cepat yang Inta rasa. Ciuman pertamanya berakhir seperti ini. Hanya dikecup sekali, lalu dilepas begitu saja. Tampak sekali jarak yang menghalangi mereka.

"Tidak apa, dia tidak akan menyakitiku. Yang perlu ku lakukan adalah memberi kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Hm, anaknya? Apa dia datang?" benak Inta.

Tepukkan tangan mengema didalam aula. Semua begitu bahagia menyaksikan pernikahan Inta dan Zacry.

Berdiri ditengah-tengah altar. Lalu, menjadi sorotan publik yang membuat Inta begitu kaku untuk tersenyum.

"Selamat untuk tuan muda dan nona Inta."

"Jadi keluarga bahagia selalu."

"Setelah menikah, Putra Park pasti akan menyayangi Ibunya."

"Benar, semoga Nona Inta bisa menyayangi Tuan Muda kecil."

Ucapan selamat serta doa tersampaikan secara bergantian. Inta tersenyum tulus dengan anggukkan kepala. Tidak lama mereka berdiri seperti ini, semua menikmati hidangan yang disediakan.

"Aku ingin mengunjungi Malinda...." Inta berbisik ditelinga Suaminya. meski sang suami hanya mengangguk tanpa respon yang jelas. Inta tetap pergi dengan tidak perduli.

"Mal!" seru Inta. Dia melihat gaun biru malam tengah berdiri dijendela. Malam yang semakin larut ini membuat keindahan di langit begitu memukau.

Inta menyentuh pundak Malinda dengan tangan yang terdapat cincin pernikahan.

"Mal, apa yang kau lakukan disini?" tanya Inta.

Malinda berbalik badan dan menatap sahabatnya. "Kau tampak bahagia, Inta. Apa sekarang kau sudah puas dengan segalanya yang kau miliki?"

Inta tersenyum dengan deretan gigi putihnya. Dia menampakkan jari manis yang terdapat cincin cantik disana. "Lihat, aku sudah menjadi istri Zacry Park. Aku akan bahagia sekarang."

"Hm, baguslah. Kalau begitu, aku bisa pergi dengan tenang." ucap Malinda.

"Pergi?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!