20 : Aku mencintaimu

Malinda memopong Inta yang kini tampak lemah. Lirikkan mata mengarah kepada Alfazi yang juga menatap padanya.

"Tampaknya, percuma mengatakan semua itu kepada Lo. Pada akhirnya, obsesi Lo sudah mencapai di puncak hingga melakukan hal ini." kata Malinda.

Alfazi segera membanting pintu mobil yang terbuka itu. Dia memandang kesal kepada Malinda yang sudah menganggu rencananya. "Tampaknya bukan hanya gua yang menjadi penguntit." cibir Alfazi.

Malinda mengusap wajah Inta yang kini terpejam dengan memeluk dirinya. Dia mengangkat pandangannya dan tersenyum. "Gua tahu kalau ada seseorang yang sedang berencana jahat. Niatnya saja sudah tercium, jadi untuk apa menunggu masalah itu tiba, lebih baik mencegahnya."

"Ada Sahabat seperti Lo benar-benar beruntung. Oke, bawalah dirinya." Alfazi ingin melangkah pergi, tapi langkah terhenti karena Malinda menahannya. "Masalah ini tidak akan kelar, aku akan menyelesaikannya. Namun," Malinda melirik tas yang Inta bawa. Dia dengan cepat memasukkan tangannya dan mencari benda pipih yang tidak lain adalah ponsel pintar.

Alfazi tahu apa yang Malinda lakukan. Namun, sebagai laki-laki, dia perlu bertanggung jawab dengan perbuatannya sendiri.

Malinda mengarahkan ponsel pintar itu ditelinga. Dia mendengar panggilannya terhubung dengan cepat dan langsung mendapat balasannya.

"Hallo?"

"Tuan Zacry, ini Aku, Malinda." ucapnya.

"Kakak ipar, ada apa?"

"Dia selalu menyebutku kakak ipar, anak yang sopan sekali." benak Malinda. Dia segera kembali menjernihkan pikirannya sendiri. "Bisakah Anda datang ke cafe malam yang jalannya berada di block 04.?"

"Block 04? Baiklah, aku akan kesana."

Panggilan itu berakhir tanpa membuat Malinda susah. Dia berpikir akan menjelaskan kepada Zacry, alasan dirinya menelpon. Namun, tampaknya ada sesuatu yang membuatnya tersenyum. "Sepertinya, dua orang ini sudah saling mencintai. Baguslah, Inta bisa bahagia dan dilindungi oleh Zacry." benaknya.

Alfazi yang melihat senyum Malinda hanya mendengus dan memilih menyandarkan diri di mobil.

Dua puluh menit kemudian, sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan mobil Alfazi. Malinda segera memopong Inta untuk mendekati mobil tersebut.

Keluar Zacry yang melirik keduanya dengan pandangan datar. Namun, Malinda yang melihat raut wajah itu tahu kalau Zacry sedang bingung.

"Kami sedang minum. Tampaknya Inta tidak tahan lagi hingga menjadi seperti ini. Jaga dirinya, hm ... dia akan sedikit aneh jika mabuk." jelas Malinda.

Zacry mengangguk dan segera mengambil alih Inta. digendong dengan mudah olehnya hingga Inta nyaman bersandar pada ceruk lehernya.

"Kakak ipar, ingin Zacry antar pulang?" tanya Zacry berusaha untuk tetap tenang. Dia merasakan hembusan napas Inta menyapu bagian leher yang membuat Zacry gelisah.

Gelengan Malinda berikan, dia berucap. "Tidak perlu, aku ada sedikit urusan di sini. Yang terpenting, bawa dia pulang dan rawatlah. Oh ya, pastikan lebih jelas, dengan siapa dia akan pergi. Anda tahu sendiri 'kan? Kalau ada seseorang yang mencintainya." lirikkan mata Malinda terarah kepada Alfazi yang menatap tidak perduli.

Zacry mengangguk, dia segera pamit dan membawa Inta masuk ke dalam mobil. Untungnya Pak Supir belum beristirahat, jadi Dia bisa duduk tenang di kursi belakang.

Roda empat itu pergi dengan cepat, meninggalkan Malinda yang berbalik badan menatap Alfazi.

"Puas? Apa sekarang Lo puas?" tanya Malinda dengan nada bicara yang begitu dingin.

Alfazi mendekat dan memeriksa jidat wanita di depannya. Dia merasa aneh dengan perubahan sikap Malinda. Semakin lama dia mengenal wanita ini, semakin berbeda Malinda yang dia kenal.

"Lo engak sakit kan? Kenapa cara bicara Lo tampak seperti wanita asing. Mal, lo tidak mabuk kan?" tanyanya tanpa menjawab pertanyaan Malinda.

Malinda dengan cepat menepis tangan Alfazi, dia tidak menunjukkan keramahannya kali ini. "Gua rasa, sudah saatnya mengatakan ini. Lo!" Malinda menunjuk dada Alfazi. "Menjauhlah dari Inta, sebelum gua yang melakukannya."

Tawa mengelegar terdengar ditelinga. Alfazi tertawa bebas dengan menahan rasa sakit diperut, akibat tawanya itu. Dia segera menghentikannya karena pandangan orang-orang. "Haha, astaga lucunya ... Mal, Lo sudah mendengar perkataan gua kan? Kalau lo cuma orang yang tidak jauh dari Inta."

"Yang lo katakan benar, gua orang yang hanya anak asing dengan kehilangan orang tua. Lalu, bukankah Inta sama? Gua penasaran, apa hanya kepada orang yang lo cintai, baru lo akan menghargainya?" potong Malinda.

Alfazi segera mengangkat salah satu aslinya dengan wajah bingung. "Tunggu, yang lo bahas sekarang ini apa? Bukankah masalah utamanya ada pada Inta?" tanya Alfazi.

"Yeah, lo benar ... pembahasan ini sudah keluar jalur, sudahlah ... gua hanya ingin mengatakan, kalau Lo harus menjauhi Inta." ucap Malinda. Dia ingin melangkah pergi, tetapi Alfazi menghentikan dirinya.

"Gua sudah hampir mendapatkan Inta. Lo tiba-tiba muncul tanpa diundang dan menghancurkan segalanya. Apa lo bisa bertanggung jawab?" Alfazi membalik badan Malinda dan mendekatnya dengan tiba-tiba.

Malinda tertawa sinis, dia segera mendorong tubuh pria di depannya. "Bertanggung jawab? Carilah wanita yang bisa memuaskan tanggung jawabmu itu."

Alfazi yang mendengar hal itu segera mencengkram Malinda dan mendekatkah wajahnya. "Lo, malinda ... Lo sudah menghancurkan segalanya, jika lo tidak menganggu, Inta akan menjadi milikku. Aku akan memiliki-NYA!" pekik Alfazi di akhir.

Malinda segera menghempas cengkraman Alfazi, dia ikut tersalut emosi hingga menunjuk pria di depannya. "Sadar bego!Inta sudah bahagia. Lo bukan menyukainya tapi obsesimu yang berlebihan. Biarkan Inta bahagia, jangan menganggu kehidupannya."

Alfazi tidak tahan lagi, dia setengah mabuk begitu mudah terpancing emosi, hingga tangannya melayang dan hampir saja mengenai pipi Malinda jika tidak ada seseorang yang menahannya.

"Nona muda, ayo pulang. Tuan besar akan mengetahui keberadaan Anda." ucap orang tersebut.

Alfazi menurunkan tangannya dan memperhatikan pria dengan style berbeda. Seperti bodyguard tapi tidak berjas. Mereka bisa dibilang preman.

"Hm, Ayo kita pergi sebelum Ayah menemukanku." sahut Malinda. Alfazi semakin bingung, dia memperhatikan Malinda yang kini dikelilingi banyak orang asing.

Kali ini, yang datang berjumlah puluhan hingga Malinda terkepung di dalamnya. "Sudah ku duga, dia bukan wanita biasa." benak Alfazi.

***

(🚫⚠️Bagian ini mengandung unsur dewasa, mohon bijak dalam membaca⚠️🚫)

Zacry berusaha sebisa mungkin untuk tetap tenang. Namun, tampaknya Inta tidak mengizinkan ketenangan itu. Saat ini, Zacry memangku Inta yang masih mabuk.

Pak supir juga tidak bisa tenang, karena mendengar gumaman Nyonya mereka.

"Malinda, ayo bantu aku cari uang. Untangku begitu banyak hingga aku tidak tahu harus bekerja apa?"

"Apa menurutmu aku harus, hik! Menjadi wanita malam?"

"Tidak, aku tidak ingin itu. Apa kita mengepet saja? Ah, tampaknya kau tidak akan mau."

"Mal!"

Inta bergumam-gumam sambil mengusap wajah Zacry. dia yang duduk di atas paha pria dengan mengalungkan tangannya. "Mal, kok kau berubah menjadi pria? Malah jadi dadry, sugar daddyku." celetuk Inta.

Pak supir yang sudah tidak tahan segera memarkirkan mobil dan memilih pamit tanpa berucap. Dia pergi meninggalkan Tuan dan Nyonyanya. Mereka juga sudah tiba di kediaman Zacry.

"Hei, Mal!" jerit Inta dengan menguncang kaos Zacry. Dia mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka saling bersentuh.

Mobil terparkir kali ini berada di dalam bagasi, jadi hanya ada mereka berdua. semua pelayan dan Pak supir yang menyusul, sudah kembali ke kamar masing-masing. Para pembantu dan pekerja yang lain mendapatkan kamar agar mempermudah mereka bekerja. Jika tidak menginginkannya, bisa tinggal di rumah mereka.

Zacry mengepalkan tangan, dia mengingat perkataan Kakak Iparnya, yang mengatakan kalau Inta mabuk. Namun, firasatnya mengatakan hal lain, bagaimana bisa orang mabuk memiliki suhu panas ditubuhnya. Zacry merasakan semua itu karena tangan Inta mengalung di ceruk leher.

Tidak mendapatkan respon, Inta segera menatap dengan begitu dekat hingga hidung Zacry menekan dipipinya. "Hei, tampaknya ini benar-benar Sugar daddy!" pekik Inta dengan menjauhkan diri.

Zacry segera menjernihkan pikirannya. Dia segera membuka pintu dan mengendong Inta keluar dari mobil. Respon Inta begitu baik, dia diam saat dikeluarkan tapi sikap itu berubah dengan Inta turun dari gendongan Zacry.

"Daddy, ayo masuk!" ajaknya dalam keadaan mabuk. Langkah kakinya pun begitu sempoyongan hingga Zacry was-was di dekatnya.

Tiba di lantai dua, Mereka mendekati kamar Zacry yang hanya tinggal beberapa langkah. Zacry menduga kalau Inta akan melewati kamarnya, tapi langkah kaki Istrinya berhenti tepat di depan pintu.

"Ada apa?" tanya Zacry memastikan kalau Inta sedang melamun. Namun, matanya seketika membelak ketika Inta membuka pintu itu dan masuk ke dalam.

"Eh, hei!" Zacry menyusul masuk dan segera melihat Inta yang tersenyum. Pintu kamar ditutup Inta dan suara terkunci terdengar ditelinganya. "Apa yang?" Zacry memundurkan diri ketika Inta mendekat dengan tiba-tiba.

Kamar yang luas itu terasa sempit bagi Zacry. Dia terkejut ketika terjatuh di kasur besar miliknya. "Inta, sadarlah!" seru Zacry.

Inta tersenyum dan dengan cepat menaiki Zacry. Kini, posisi keduanya begitu dekat bahkan lebih dekat dari pada biasanya. Zacry berusaha untuk menyadarkan Inta agar tidak bertindak lebih jauh.

"Sadarlah, Inta." seru Zacry.

Sebenarnya, Inta memiliki kesadaran. Dia tahu tindakannya salah. Namun, minuman yang diberikan Alfazi membuat Inta tidak lagi menahan diri. Dia duduk tenang dengan tangan mengalung dileher Zacry.

"Tahukah dirimu Daddy, kalau aku senang bisa bertemu orang tampan seperti mu." ucap Inta. Dia mengelus wajah Zacry dan membelainya dengan lembut.

Zacry menahan tangan Inta, dia masih mengontrol diri agar tidak bertindak jauh. Namun, tampaknya tekad itu lepas saat benda kenyal menyentuh bibirnya.

Mata Zacry membelak seketika, tangannya tiba-tiba merangkul pinggang Inta dan merasakan bagaimana cara Istrinya ini bermain benda kenyal itu.

Tidak tahu seperti apa caranya berciuman, Inta memberikan yang terbaik dan mendapat balasan oleh Zacry.

Kini tangan merangkul pinggang itu berubah posisi dengan memegang leher Inta dan memperdalam ciuman mereka. Hingga keduanya berbaring dengan Inta di atas Zacry.

Setelah kekangan itu terlepas, Zacry bagai anak kecil yang mendapatkan permen manis. Dia tidak akan melepaskan permen itu hingga habis. Maka, Inta lah permen yang saat ini ingin dirasa olehnya.

Perlahan, Zacry memutar posisi mereka dengan Inta berada di bawah. Dia kembali mengecup bagian leher putih Inta dan sesekali memainkan sesuatu yang tidak kalah kenyalnya.

Suara manis Inta keluar dengan irama yang menjadi penyemangat Zacry. "Za-zacry, uh ... Aku, Aku,"

Zacry menurunkan permainan tangannya menuju kebagian yang begitu privasi. Saat tangan itu ingin meraihnya, Inta segera menarik tangan tersebut dan berucap, "Aku mencintaimu!"

Tangan Zacry diletakkan oleh Inta tepat pada dadanya. Terasa degupan jantung yang berdetak cepat, membuat Zacry menatap mata Inta. Dia merasa hatinya membara hingga rasa kepemilikian yang tidak akan terbagi kepada siapa pun. "Inta, kau harus mengingat ucapanmu karena, sekarang kau adalah milikku!" ucapnya.

Inta tersenyum dan menutup mata dengan dengkuran kecil. Zacry yang melihat hal itu hanya menunjukkan reaksi kecewa. Dia baru saja ingin memakan wanita di depannya ini.

"Buang pikiranmu, jangan membuat dia menjadi takut." gumamnya. Zacry segera menuju kamar mandi dan menuntaskan hasrat yang terbangun.

Terpopuler

Comments

Senajudifa

Senajudifa

lanjut kim

2023-04-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!