8 : Ibu atau Tante?

Setibanya di kediaman Zacry Park. Inta mengendong Abi masuk ke dalam rumah. Rumah yang mewah itu, lagi-lagi penuh dengan keheningan. "Aku tidak tahu, apa yang membuat orang lain betah di sini." benaknya.

Langkah kaki membawa Inta menuju ke kamar Abi. Di buka pintu kamar dan saat ingin membaringkan putra angkat itu, Inta terkejut melihat seorang pria tengah duduk di sofa. "Eh, kapan anda tiba di-,"

"Apa dia sudah mandi?" potong Zacry.

Pria tinggi yang membuat Inta mendongak, melangkah mendekat ke arahnya. Di ambil Abi yang terbangun dari tidurnya.

"Ayah?" Abi mengucek mata dan melihat sekeliling. "Mandi?" tanya Zacry, Abi mengangguk dan segera turun dari gendongan sang Ayah.

Melihat interaksi mereka, Inta tersenyum senang. Namun, dia menahan langkah Abi yang masih terhuyung. "Dia baru bangun. Anda menyuruhnya mandi, itu akan membuatnya sulit tidur. Biarkan dia beristirahat dulu." ucap Inta.

Zacry menatap Inta dengan pandangan datar. "Jika seperti itu, kau harus memperhatikannya. lain kali, izinlah terlebih dahulu sebelum pergi." Ucapnya yang kemudian meninggalkan mereka.

Inta tidak perduli dengan tanggapan dari orang yang mengalirkan uang untuknya. Yang sekarang harus dia urus adalah anak kecil di depannya ini. "Kau baru bangun. Duduklah dulu dan biarkan semua sendimu rileks. Ayo duduk!" Inta menuntun Abi menuju ke sofa yang ada.

Duduk di sofa dengan kaki terangkat satu, Inta menikmati suasana sekarang. Meski dia tahu, Abi memperhatikan tingkahnya.

"Ada apa?" tanya Inta. Abi menolehkan wajahnya ke arah lain. Dia bungkam tidak ingin menjawab pertanyaan Inta.

"Bertanyalah. Orang dewasa selalu punya jawaban yang tepat untukmu." ucap Inta. Dia merasa seperti orang dewasa yang memang sudah seharusnya.

"Kenapa, Ibu tidak punya sopan santun." celetuk Abi dengan suara pelan. Inta mendekatkan telinganya untuk mendengar perkataan Abi. "Apa? Katakan sekali lagi?" pintanya.

Abi menatap Inta dan menunjuk kakinya yang terangkat satu. "Ibu, apa duduk seperti itu sopan?" tanyanya.

Inta tersenyum, di turunkan kaki yang terangkat itu sebelum keterkejutannya terjadi. Dia menoleh ke arah Abi dan berdiri dengan pandangan terkejut. "Hei! Kau bilang apa, tadi?" pekiknya.

Suara pintu terbuka membuat keduanya menoleh. Terlihat pelayan yang datang dengan keranjang pakaian di tangannya. "Selamat sore, nyonya dan tuan muda." sapa Pelayan itu.

Inta mengangguk dan kembali menatap Abi. Anak kecil itu membuatnya jantungan karena mendengar panggilan 'ibu'. "Hei, katakan." seru Inta.

Abi bangun dari duduknya dan melangkah mendekati pelayan. "Tante, aku mandi bersama pelayan saja. Tante juga perlu mandi, sampai jumpa." ucapnya.

Inta ingin mendekat ke arah mereka. Namun, Abi menarik pelayan dan melangkah mendekati kamar mandi. Ditutup rapat kamar mandi itu hingga Inta tidak bisa berbuat apa-apa.

"Cih, aku tidak salah mendengarkan? Dia memanggilku, Ibu. Sebentar lagi, aku akan berhasil menakluhkannya." benak Inta. Karena sudah seperti ini, Inta pun pergi meninggalkan kamar Abi.

Di dalam kamar mandi, Abi menghela napas. Dia menatap Pelayan yang kebingungan. "Tuan muda, tugas memandikan Anda bukan saya." ucapnya.

Abi tahu, hanya ada satu pelayan yang bertugas memandikan dirinya. Namun, Pelayan itu sudah berhenti bekerja karena dia sendiri yang mengeluarkannya.

"Hm, panggilkan Ayah." ucap Abi. Pelayan yang berusia 30 tahun itu mengangguk dan bergegas pergi. Meninggalkan Abi yang duduk di lantai dengan meringkuh di dinding.

"Aku ingin dia yang memandikanku." gumamnya.

...***...

Di ruang kerja, seorang pria tengah berbincang dengan pria kembarannya. Tidak, mereka berbeda usia.

Zacry menatap kearah Zivta, kakaknya. Usia mereka hanya berbeda 2 tahun. "Jadi, apa ada perkembangan dengan adik ipar?" tanya Zivta.

Zacry yang tidak banyak berekspresi hanya mengangguk. "Baguslah, Adik Ipar akan memberikan kasih sayang seorang ibu kepada Abi. Oh, jika bisa dia juga memberikan pelayanan khusus kepadamu." celetuk Zivta.

Zacry tidak menangapi apa yang kakaknya katakan. Dia lebih memilih untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Melihat adiknya tidak perduli, Zivta hanya bisa menghela napas dalam diam. 'Kau berubah seperti ini karena kepergian Ibu. Hatimu bagai batu yang tidak bisa lagi dicairkan. Yeah, jika mengunakan rumus ipa, batu itu akan melebur. Siapa yang bisa melakukannya?' pikir Zivta.

Suasana menjadi hening setelah perkataan Zivta. Tidak ada pembicaraan lanjut yang membuat Zivta bingung sendiri. Adiknya ini benar-benar buruk dalam berbicara. Jika dalam hal pekerjaan, adiknya akan berdiri di garis depan.

"Oh ya, Kakek ingin bertemu denganmu. Bawalah Abi dan adik ipar. Ajak mereka menemui kepala keluarga terdahulu." Zivta membuka suasana yang sunyi seperti isi hati adiknya.

Zacry menghentikan kegiatan tulis-menulis. Dia melihat kearah Kakaknya yang tersenyum. "Inta hanya orang luar, tidak bisa dianggap sebagai keluarga." ucapnya datar.

Zivta segera menggeleng, dia bangun dan mendekati meja kerja adiknya. "Inta Park, dia istrimu. Marganya pun mengunakan marga kita. Kalau kau menganggapnya bukan keluarga, maka siapa yang kau nikahi saat itu?"

"Bagiku, dia orang asing." Zacry tetap pada tekadnya.

"Oke, oke ... dari pada pembicaraan yang menyakitkan ini. Lebih baik, aku bertanya bagaimana misi pencarianmu?" tanya Zivta. Dia melirikan matanya pada foto kecil di meja kerja Zacry. Terdapat foto Abi yang baru berusia 1 tahun. "Ku harap, Inta akan menjadi orang yang kau sayangi. Seperti Abi yang dulu kau anggap orang luar." gumamnya.

5 tahun yang lalu....

"Bagaimana hasil test dna nya?" tanya Zivta. Seorang dokter bergegas menunjukkan selembar kertas kepadanya. Tertulis di sana, bahwa Zacry adalah ayah kandung dari anak yang tidak mereka kenali.

"Tidak mungkin?" gumam Zivta. Dia melihat Zacry yang duduk dengan wajah pucat. Adiknya yang tidak banyak berekspresi, untuk pertama kali menampilkan wajah seperti ini. "Zacry!"

"Tidak!" Zacry menghempas tangan kakaknya. Dia bangun dari tempat duduk dan menunjuk ke keranjang bayi yang terdapat anaknya di sana. "Aku tidak menganggap dia anakku. Bagaimana pun, Aku tidak pernah menyentuh wanita!" sergahnya.

Mengingat kejadian 5 tahun yang lalu, Zivta menatap adiknya yang kini berubah. Siapa yang menduga, hati sang adik luluh dan berakhir mengakui Abi sebagai putranya.

"Belum, aku belum menemukan jejak wanita asing itu. Dia begitu pandai bersembunyi." jawab Zacry. Zivta mengangguk dan melangkah kembali ke tempat duduknya. "Bagaimana jika kau berhasil menemukan ibu kandung Abi?" tanya Zivta.

Zacry dengan cepat menjawab, "Aku hanya akan mengetahui siapa dia. Setelah itu, aku akan membuatnya menjauh dari hidupku dan Abi."

Zivta sekali lagi mengangguk dan duduk dengan tenang. Dia menyeduh teh yang di sajikan oleh pelayan. Suara ketukkan pintu terdengar ditelinga keduanya. "Masuklah," ucap Zacry.

Seorang pelayan membuka pintu dan bergegas masuk. Dia berdiri tidak jauh dari pintu. "Katakan, apa yang membuatmu ke mari." ucap Zacry kembali.

Pelayan segera menjawab dengan pandangan menunduk. "Tuan, tuan muda meminta Anda untuk memandikannya."

Zacry menatap pelayan yang masih menundukkan kepala. Dia mengingat kalau ada Inta yang berada di kamar Abi. "Di mana Inta?" tanyanya.

Pelayan kembali menjawab, "Nyonya kembali ke kamarnya. Tuan muda yang meminta Nyonya untuk beristirahat."

Zivta tersenyum. Dia tidak menduga, Inta bisa membuat Abi seperti ini. Kebanyakkan pelayan yang menjaga si kecil itu, mereka selalu berakhir di hentikan oleh Zacry. "Tampaknya, Inta akan di akui sebagai keluarga di sini." benaknya.

Zacry mengangguk, dia bangun dan bergegas keluar ruang kerja. "Kak, aku akan menjenguk Abi." pamitnya. Zivta mengangguk dan kembali menyeduh teh yang masih hangat.

Tiba di kamar Abi, Zacry segera menuju ke kamar mandi dan melihat Abi yang duduk menunggu dirinya.

"Ayah!" pekik Abi. Tangan kecilnya memeluk kaki sang ayah dengan kepala mendongak. "Ayah, maukah ayah memandikanku?"

Zacry terdiam melihat putranya. Perlahan dia berjongkok dan mendirikan Abi di hadapannya. "Abi, apa ibu tidak memandikanmu?" tanya Zacry. Suaranya tidak berubah, masih terdengar datar dan dalam. Namun, Abi tahu bahwa ayahnya tengah berbicara dengan lembut.

"Aku meminta ibu untuk beristirahat. Dia kelelahan membawaku bermain di taman. Ayah tahu, Ibu melindungiku di setiap wahana bermain. Kami bermain perosotan dan ayunan. Aku ingin mengajaknya ke san, Hmph!" Abi menutup mulut. Tanpa disadari, Dia mengakui Inta sebagai Ibunya.

"Maaf Ayah, aku banyak berbicara." ucapnya.

Zacry mengusap lembut kepala sang putra. Di lepas seragam yang masih di kenakan Abi, lalu mereka mandi bersama.

...***...

Inta menghela napas karena rasa lelah yang dia rasa. Setelah menyegarkan diri, Inta ingin pergi ke kamar Abi dan melihat kondisi anak itu.

"Aku ingin memastikan, dia memanggilku Ibu atau Tante." benak Inta. Langkah kakinya menuju ke kamar Abi yang tidak jauh dari kamarnya sendiri.

Setiba di sana, Inta mengetuk pintu dan menunggu jawaban dari dalam. "Apa tidak ada orang?" benaknya. Inta ingin masuk tapi dia merasa tidak pantas jika Abi masih bangun. Dia perlu menghargai privasi masing-masing.

"Masuk saja adik ipar, Abi sedang mandi." ucap Zacry secara tiba-tiba.

Inta berbalik badan dan melihat Zivta berhenti tidak jauh darinya. "Abi sedang mandi, masuklah di sana." ucapnya kembali.

Mendengar hal itu, Inta menggeleng kepala. "Tidak, pasti ada pelayan bersamanya. Aku akan ke ruang tamu saja. Oh ya, Selamat sore Kakak Ipar." ucap Inta.

"Sore? ku rasa ini sudah memasuki jam 7 malam." celetuk Zivta. Inta terteguh mendengar hal itu, dia melihat ke arah Zivta dengan cengegesan.

"Sudah, masuk saja. oh ya, hati-hati. Katakan juga, kalau aku menunggu di ruang tamu jika ada dia di sana." Zivta melangkah pergi menjauh dari Inta yang terdiam di tempat.

Setelah Kakak iparnya menjauh, Inta tersadar dan tanpa pikir panjang membuka pintu kamar Abi. Dia masuk ke dalam dan sekali lagi dia mematung di tempat.

Seorang pria hanya terbalutkan handuk di pinggangnya. Lalu anak kecil yang di gendong dengan balutan yang sama. Rambut mereka masih basah hingga mengalir di tubuh mereka.

"Apa yang kau lakukan di sana?" ucap Zacry.

Inta seketika sadar dan berbalik badan. Dia baru saja melihat kotak-kotak yang bukan kotak. Intinya hal yang tidak seharusnya dia lihat. "Aduh, mata suciku." benak Inta. Namun, hatinya tengah berbunga-bunga yang membuatnya mengerutuk dalam diam.

Zacry menurunkan Abi di dekat lemari pakaian. Dia melihat Inta masih diam di tempat tanpa bergerak kecuali berbalik badan. "Apa yang kau lihat di sana? Kemarilah, dan pakaikan baju tidur untuk Abi. Lalu, keringkan rambutnya." perintah Zacry.

Inta mengangguk dan melangkah menuju ke arah Abi berada. Dia curi-curi pandang pada Zacry yang melangkah mendekat. "Hei, kenapa dia malah mendekat." benak Inta.

Saat Zacry tiba di dekatnya, Inta berucap. "Apa tuan ingin di layani juga?"

Suasana berubah menjadi hening seketika.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!