Draft

Usia pernikahan Sri sudah menjalani dua tahun pernikahan. Tapi Sri belum juga hamil, walau dengan ikhtiar pergi ke dukun beranak atau pergi ke dokter kandungan. Sri masih belum hamil juga bahkan Sri juga sering minum jamu-jamuan tradisional untuk kesuburan rahimnya.

Dengan semua doa dan usaha itu Sri mencoba sabar ketika setiap bulannya Sri selalu kedatangan tamu si merah.

Setiap Sri kedatangan tamu si merah Ibu mertuanya selalu marah-marah semakin menjadi-jadi memperlakukan Sri layaknya pembantu di rumah. Dan Yanto yang juga terpengaruh akan sifat ibunya ikut menghakimi Sri yang tidak bisa memberikannya anak.

Sri lalu dipulangkan ke kampungnya, hanya dengan menggunakan sehelai baju yang melekat ditubuhnya Sri diantar pulang ke rumah orang tuanya. Perhiasan yang ada ditubuhnya dicopot dan semua barang pemberian dari Yanto diambil oleh ibu mertuanya tanpa menyisakan satu barang pun.

Sri diantar pulang oleh orang suruhan Ibu mertuanya. Tanpa berpamitan dengan suaminya Yanto, Sri seperti diusir tanpa kehormatan ada di dirinya.

berbulan-bulan tanpa kejelasan Sri berada di rumah orang tuanya. tanpa ada kata cerai atau pun talak dari mulut Yanto. Dan Sri pun tidak pernah dinafkahi selama ada di rumah orang tuanya.

Sri butuh uang untuk menyambung kehidupannya dan orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya Sri bekerja sebagai buruh serabutan di rumah tetangganya. Bahkan saat tidak ada tetangga yang memerlukan tenaganya Sri berkeliling menjajakan kue dengan keuntungan 500rupiah per kuenya.

Saat Sri berkeliling untuk menjajakan kue, ada tetangganya yang memberitahukan kalo Yanto sudah menikah lagi dan Yanto menikah dengan sahabat dekat Sri yaitu Tati.

Betapa hancur hati Sri mendengar berita itu, bahkan dengan tega sahabatnya sendiri mengambil suaminya. Tapi bagaiman pun juga ini sudah menjadi takdir hidupnya. Pernikahan dini yang dipaksa oleh keadaan hidupnya yang susah.

Pernikahan Yanto dan Tati digelar dengan begitu mewahnya berbeda saat Sri dan Yanto menikah. Acaranya begitu sederhana dan apa adanya.

Sri melanjutkan berkeliling kampung menjajakan kue-kuenya. Dengan perasaan yang kurang baik-baik saja. Sri berusaha untuk tegar demi kedua orang tuanya.

Sri hampir meneteskan air matanya saat bertemu dengan Paman Herman. Paman Herman adalah adik dari Ibunya Sri. Beliau orang yang selalu baik kepadanya, bahkan semenjak ayah Sri sakit struk. Paman Herman selalu memberikan uang untuk berobat dan makan kami di rumah. Paman Herman sangat berbeda sekali dengan Paman Pur dan Paman Sri yang lainnya.

Paman-Paman Sri yang lain, mereka datang hanya disaat Ayah Sri masih sehat. Sekarang ayah Sri sakit mereka tidak ada satu pun yang datang atau menjenguk Ayah Sri. Mereka takut kalo-kalo kami datang berhutang atau meminta bantuan kepada mereka.

Sri bercerita kepada Paman Herman tentang apa yang sudah terjadi. Dan tentang pemaksaan yang dilakukan oleh Paman dari pihak Ayahnya. Pernikahan yang tidak pernah diinginkan oleh Sri.

Paman Herman yang mendengar cerita itu merasa sedih akan nasib keponakannya Sri. Selama ini Paman Herman berada di jakarta.

Paman Herman sendiri bekerja serabutan di Jakarta.

Paman Herman yang bekerja di sana semenjak usahanya di kampung jatuh bangkrut merasa lebih mudah mencari uang di Jakarta.

"Sri apa kamu mau ikut Paman bekerja di Jakarta? " Paman Herman mengajak Sri untuk mengikuti jejaknya mencari uang di Jakarta.

"aku akan memikirkannya dulu Paman, dan bertanya kepada Ibu." jawab Sri, kepada Paman Herman.

Sri memikirkan matang-matang untuk pergi merantau lagi. Dan meminta pendapat kepada Ibunya.

Sri yang sambil memijat Ayahnya yang sakit Struk itu. Memulai pembicaraan kepada Ibunya, tentang niatnya yang ingin pergi merantau ke Jakarta. Adik-adiknya pun berkumpul disitu ikut mendengarkan pembicaraan Kakak dan Ibunya.

"Ibu bagaimana kalo Sri pergi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan seperti Paman Herman bu?" tanya Sri kepada Ibunya.

" Kalo kamu merasa yakin Sri, silahkan doa Ibu selalu menyertaimu,Semoga kesuksesan ada di tanganmu nak," jawab Ibu Sri.

Ibu Sri sengaja tidak langsung memberikan jawaban iya atau tidak. Ibu Sri lebih menyuruh anaknya untuk berpikir lagi tentang apa yang sudah dibicarakannya.

Sri yang memang sudah berniat untuk pergi ke Jakarta menganggap jawaban Ibunya, bahwa itu pertanda boleh.

Ke esok harinya pagi-pagi sekali Sri pergi ke rumah Paman Herman, sambil menjajakan kue-kuenya dijalan Sri merasa tidak sabar untuk segera menemui Pamannya Itu.

Sri sampai di rumah Pamannya. Tetapi Pamannya tidak ada di rumah. Sri yang menunggu cukup lama, pergi untuk menjajakan kue-kuenya lagi, saat menjelang sore dan jualannya habis, Sri mampir lagi ke rumah Paman Herman.

Kali ini Sri bertemu dengan Paman Herman dan menyampaikan bahwa dia ingin ikut pergi ke Jakarta.

"Paman Herman, aku ingin ikut Paman ke Jakarta," ucap Sri kepada Paman Herman.

"Baiklah Sri dalam 2 hari lagi kita akan pergi," ujar Paman Herman.

Sri yang mendengar itu langsung ijin pamit pulang kepada Paman Herman dan bercerita kepada Ibunya bahwa Sri dan Paman Herman akan pergi dalam 2 hari lagi.

Malam itu Sri berkemas memasukkan barang-barang yang akan dibawanya kedalam tas hitam yang sudah kusam, dan warna hitamnya pun sudah berubah menjadi abu-abu. Baju-baju yang Sri bawa adalah pakaian bekas yang di berikan tetangganya. Karena kasihan.

Sri yang mencoba pamitan kepada Ayahnya, memijit tangan Ayahnya, sambil berbicara.

"Ayah dua hari lagi Sri akan pergi ke Jakarta. Sri ikut paman Herman di sana," Sri berusaha untuk menahan air matanya saat berpamitan kepada Ayahnya.

Ayah Sri hanya mengangguk yang berati Ayah Sri setuju. Dan percaya bahwa anaknya akan sukses di Jakarta.

Hari keberangkatan sudah tiba Sri dijemput Paman Herman di rumahnya dengan menggunakan mobil yang disewa untuk ke bandara. ongkos keberangkatannya sendiri ditanggung oleh Paman Herman dan nanti akan Sri ganti ketika sudah mendapat pekerjaan di sana.

Ibu Sri berdiri di depan rumah beserta adik-adiknya. untuk mengiringi kepergian Sri ke Jakarta. Setelah Sri sudah siap memasukkan tas dan barang bawaannya ke mobil Sri mendatangi Ibunya dan memeluk serta mencium tangan Ibunya. Dan Adik-adik Sri juga ikut memeluk kakaknya.

Paman Herman menyuruh Sri untuk bergegas karena mereka mengejar jam penerbangan pesawat. Sri pun naik mobil dengan mata yang masih sembab. Paman Herman mengelus kepala Sri. Paman Herman tau betapa sedihnya ketika kita berpisah dengan orang tua. Tapi semua ini demi kebahagian kita semua.

Sri memandang pemandangan dijalan melalui jendela mobil. Sri begitu tegang ketika melihat pesawat terbang, dia biasanya hanya melihat pesawat terbang yang di langit. Dan saat dekat ternyata pesawat terbang itu sangat besar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!