Samuel yang melihat pergerakan tangan sang nenek. Bergegas menarik Nisya. Dan satu tangannya memegang Ismail.
"Tolong... air besar...!" Teriak Nisya, kini mereka telah terbawa arus sungai.
"Tahan arusnya...!" Walau air yang datang cukup kuat, Samuel masih busa menarik tubuhnya Nisya, hingga mereka menepi dengan selamat.
Huuufftt..
Mereka dengan napas yang ngos ngosan. Terduduk lemah, di tepi sungai yang airnya sudah sangat besar itu.
"Ayo ke Surau!" Ujar nenek tegas, karena kini hujan deras sudah turun.
"Iya nek." Sahut Nisya, menggendong Ismail. dan Mereka berlari ke sebuah surau yang ada di tepi sungai itu. Surau itu digunakan warga kampung untuk tempat beribadat. Tapi, karena air sungai membesar, para warga tak ada yang datang ke sungai ini. Hal itu adalah hal yang baik buat mereka, setidaknya tak ada orang lain yang mengganggu ke nyaman mereka saat ISOMA (Istirahat, sholat dan makan)
"Samuel, kami mau berganti pakaian." Ujar sang nenek sopan.
"I, iya nek!" Samuel menjauh dari surau itu. Ia berteduh di bawah pohon rambutan, menunggu nenek, Nisya dan Ismail berganti pakaian. Ya, Mereka sudah menyiapkan pakaian ganti. Karena Mereka akan melewati perkampungan menuju pasar.
Saat menunggu Nisa nenek dan Ismail berganti pakaian di dalam surau terdengarlah suara adzan dari pemukiman warga kampung. Waktu terasa cepat berlalu mereka telah menghabiskan waktu lebih dari 6 jam melewati hutan menuju perkampungan warga. Sungguh hal yang sangat melelahkan sekali.
Setelah Nisya, nenek dan Ismail rapih. Saatnya Samuel berganti pakaian. Tapi, saat dia berganti pakaiannya. Nisa nenek dan Ismail tetap berada di dalam surau itu, karena tak mungkin mereka keluar dari Surau. Di luar itu hujan deras sekaki. Syukur sekali suruh yang ukurannya 4 * 4 itu telah dibuat pembatasnya dengan gorden.
Mereka pun melakukan sholat Dzuhur tanpa berimam. Karena tak mungkin sekali Samuel jadi imam sholatnya.
Jreng..
Sepertinya hari ini, nasib sial tak selalu menghampiri mereka. Nyatanya setelah selesai sholat Dzuhur. Cuaca jadi cerah sekali.
"Nak Samsul!" Samuel menoleh ke arah nenek. "Kamu pakai lah sorban ini. Kalau kamu pakai, insyaallah kamu akan selamat dari niat jahat orang nanti saat di pasar." Ujar nenek dengan sendu.
Samuel tersenyum tipis, tapi penuh kasih sayang menatap sang nenek. Ia raih sorban yang disodorkan si nenek. "Terima kasih banyak ya nek!" ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca. Samuel sangat terharu, atas kebaikan yang ia dapatkan dari si nenek. Kalau tak gata bantuan si nenek, ia mungkin tak akan selamat dari kamatian.
"Iya, sini nenek bantu kamu memakainya!" Nenek mendekati Samuel. Tangannya yang keriput, terlihat cekatan membantu Samuel memakai sorbannya. "Masya allah... Cakepnya kamu Samsul..!" Puji Nenek merangkum wajah nya Samuel yang semakin tampan dan berseri seri, sejak masuk islam. Aura gelap, penuh kejahatan, hilang sudah.
Mafia berdarah dingin, telah menjelma jadi ustadz sejuta ummat.
"Nenek akan berdoa, agar kamu selalu diberi keselamatan dunia akhirat, panjang umur Dan jangan pernah lupakan kami nanti." Ujar nenek dengan terisak.
Graapp..
Samuel Peluk Erat nenek dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih nek. Seandainya nenek tidak menyelamatkan aku, mungkin aku sudah masuk ke dalam api neraka." Ujar nya lembut, Ia masih memeluk sang nenek erat. Nenek yang ia peluk, hanya menganggukkan kepalanya pelan.
"Aku tak akan pernah melupakan kebaikan kalian nek. Aku yang takut, karena nenek dan Nisya kan meninggalkanku, membenciku, di saat aku nanti Ketangkap polisi." Ujar Samuel lirih, ia tahan dirinya agar tak menangis.
Sungguh perasaan nya Samuel, sangat rapuh sekarang. Ia jadi perasa, ibaan melihat orang susah fan terzolimi.
"Iya nak," Jawab Nenek, ia usap seluruh tubuhnya Samuel dengan mulutnya yang komat kamit. Si nenek mendoakan Samuel.
"Ayoo... Ayo... Cepat...!" Teriak
Ismail bocah itu sudah tidak sabar ingin melihat keramaian. Terakhir kalinya Ismail dan Nisa serta nenek datang ke pasar yaitu Saat ia berusia 2 tahun. Sebenarnya Ismail tidak mengingat apa-apa karena usianya saat itu masih sangat belia tapi sang ibu yang sering cerita prihal ke kota, membuat otaknya menyimpan setiap ucapan sang ibu. Dan ia tahu moment ini. Moment keluar dari hutan, dan akan melihat keramaian.
"Iya sayang, sabar...!" Ujar nenek tersenyum bahagia.
Mereka pun kembali melangkahkan kakinya melewati permukiman warga menuju jalan lintas. Sang Nenek yang punya ilmu menjaga diri dari orang orang jahat, melindungi Nisya, Samuel dan Ismail dari pandangan jahat orang orang. Jadilah mereka yang melintasi perkampungan itu, tak dapat.kendala sama sekali. Walau ada satu dua warga kampung yang menyapa mereka.
Samuel merasa senang sekali. Ia merasa seperti terlahir kembali ke dunia, dengan peran yabg sangat berbeda sebelumnya. Dulu ia seorang mafia, yang punya banyak harta dan ditakuti para musuh. Dan sekarang, ia menjelma jadi sosok manusia hangat, ramah, dan penuh kasih sayang. Semua itu ia dapat, dari didikan sang nenek.
Sesampainya di jalan lintas. Sebuah mobil truk pengangkut barang terlihat sudah mendekat ke arah mereka. Mobil truk Itu adalah mobil yang digunakan untuk mengangkut para warga yang akan ke kota ataupun ke pasar terdekat. Sang nenek melambaikan tangan, menyetop mobil truk itu. Mobil angkutan barang itu pun berhenti tepat di hadapan mereka. Dan lagi-lagi mereka tergolong bernasib baik kali ini. Truk yang biasanya penuh dengan penumpang, dan tak bisa mengangkut mereka. Kini terlihat lengang. Gak padat penumpang tapi gak sepi juga. Pokoknya keadaan di dalam mobil angkutan, cukup membuat nyaman.
Samuel angkat karung berisi jahe ke dalam truk.
Kemudian, membantu Nisya naik ke atas truk, begitu juga dengan nenek. Saat sudah naik ke atas truk, Samuel mengira mereka akan duduk di atas kursi ternyata di dalam mobil truk itu tidak ada kursi. Kalau ingin duduk, ya duduk saja di lantai bak truk
."Sam, duduk aja." Ujar nenek menepuk tempat kosong di sebelahnya.
Samuel tersenyum tipis, ia gelengkan kepalanya lemah. "Aku, mau menikmati pemandangan nek!" Ia mendekati nenek dengan berpegangan ke badan truk. "Di sini indah sekali." Bisiknya pada sang Nenek.
"Iya Sam. " Sahut nenek tersenyum tipis. Nenek pun akhirnya bersandar di dinding bak truck itu. Begitu juga dengan Nisya yang nampak kelelahan.
Samuel menatap sedih nenek dan Nisya yang tertidur itu. Sepertinya kedua wanita beda
generasi itu terlihat sangat lelah sekali. Hal yang wajar mereka lelah, Karena mereka berjalan kaki sejauh 15 KM. Bayangkan saja mereka menghabiskan waktu lebih dari 6 jam untuk sampai ke Jalan Lintas.
"Papa.!" Ismail yang tak bisa tidur memanggil Samuel. Bocah itu terlihat ingin menghampiri Samuel. Samuel pun dengan cepat meraih anak pintar itu. Ia gendong Ismail dan mereka pun menikmati indahnya pemandangan sepanjang jalan. Pemandangan di daerah itu sudah seperti Switzerland saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments