Setelah sholat shubuh, mereka bertolak ke kota. Panen kali ini, semuanya dijual oleh Nisya. Uangnya akan ia simpan. Dan suatu saat ia berharap, semoga nenek berubah pikiran dan mau meninggalkan hutan, serta tinggal di kota, setidaknya jangan tinggal di hutan.
Satu karung berisi jahe merah, berada di pundaknya Samuel. Diperkirakan beratnya, ada sekitar 75 kg. Lumayan berat untuk ukuran benda mati, diangkut dalam karung. Tapi, Samuel tak menunjukkan kalau dirinya tak sanggup membawanya. Ia merasa kesusahan membawa jahe merah itu. Karena tubuhnya masih belum pulih total. Kaki bekas tembakan, memang bisa berjalan dan berlari. Tapi, tidak dalam jangka waktu yang lama.
"Aauuuww...!" Nisya terpleset, hutan yang mereka lalui jalannya cukup licin.
Hua... Hua.. Hua..
Saat jatuh, Nisya malah menimpa tubuh Ismail yang sedang ia gendong menyamping itu. Jadilah, Ismail menangis.
Brruuggkk
Samuel refleks melempar jahe yang ia pundak ke sembarang arah. Ia sangat kuat melemparnya, sehingga karungnya koyak, dan membuat jahe itu keluar dari karung itu, dan berserak di tanah. Ia tak pedulikan jahe, yang ia khawtirkan adalah keselamatan Nisya.
"Kamu tidak apa apa?" Tanya pria yang nampak khawatir itu, memeriksa keadaan Nisya, daro kepala hingga kaki.
"Gak apa-apa." Sahut Nisya, sambil memeluk sang anak yang masih menangis dalam gendongannya.
"Syukurlah, ayo nak, ikut ayah saja." Samuel tarik paksa Samuel dari gendongan Nisya. Karena terlihat Nisya enggan menyerahkan Ismail pada Samuel.
Sedangkan sang nenek, sibuk memasukkan jahe ke karung cadangan yang ia persiapkan. Ia sudah hapal situasi, jika keluar dari hutan yang memakan perjalanan 4 hingga 5 jam perjalanan. Bahkan bisa lebih, jika mereka sering berhenti untuk istirahat.
"Jangan takut ya nak, ayah akan selalu menjagamu!" ujar Samuel dengan mata berkaca-kaca. Selama tinggal di hutan bersama mereka. Samuel berubah jadi manusia yang penuh dengan kasih sayang dan ras iba.
Hu hu hu
Ismail masih menangis dalam dekapan Samuel.
"Ada yang sakit sayang?" Samuel memeriksa semua tubuh Ismail. Siapa tahu ada yang terkilir, saat Nisya terjatuh karena terpleset. Benar saja, kaki sebelah kanannya Ismail memerah dan bengkak, Tepatnya di pergelangan kakinya.
""Aauuuww. .. Atit Papa... Atit...!" Keluh Ismail dengan meringis kesakitan.
"Iya sayang, tahan ya. Ayah akan hilangkan rasa sakitnya." Ujar Samuel, memijat mijat lembut kakinya Ismail. "
Nisya yang juga sedang memijat kakinya, karena sedikit sakit saat jatuh, terus saja memperhatikan lekat Samuel yang terlihat penuh kasih sayang memijat-mijat kakinya Ismail yang keseleo. Ada relung hatinya paling dalam, ia sebenarnya simpatik pada Samuel. Tapi, entah kenapa ia juga benci pada pria itu. Entah, apa sebabnya, ia tak tahu. Padahal selama bersama mereka, Samuel selalu bersikap baik padanya.
"Sini sama nenek, biar nenek sembuhkan kakimu sayang!" kini sang menghampiri Samuel dan Ismail. Si nenek raih Ismail dari dekapan Samuel.
"Samuel kamu beresi aja jahe yang berserakan itu. Biar nenek yang mengobati kakinya Ismail." ujar sang nenek lembut.
"Iya Nek!" Samuel pun memasukkan jahe jahe yang berserakan itu ke dalam karung. Sesekali tatapannya melayang ke arah Nisya, yang kini sedang menenangkan Ismail yang menangis, Karena dipijat sang nenek.
Hatinya Samuell berkecamuk hebat saat ini. Entah kenapa ia merasa sangat kasihan pada Nisya, nenek dan Ismail. ketiga manusia itu telah merasakan penderitaan dengan tinggal di hutan. Menurutnya pilihan nenek untuk tinggal di hutan adalah tidak tepat. Tapi mereka telah diusir dari kampung. Nenek yang punya pemikiran primitif tidak berani untuk tinggal di kota, padahal Nisya sang cucu sudah sering mengajak sang nenek tinggal di kota.
Sebenarnya, Samuel masih penasaran kepada Nisya. Wanita itu benar cucunya nenek atau tidak.
Ismail yang lelah menangis, malah minta menyusu. Nisya lirik Samuel yang sedari
tadi memperhatikan mereka terus. "Anda tolong buang pandangan, atau berbalik badan." Pinta Nisya pada Samuel.
Samuel tak merespon ucapan Nisya. Hal itu membuat Nisya sedikit kesal.
"Pak Samuel, tolong belakangi kami!" ujar Nisa lagi dengan suara keras.
"Apa..?" Suara kerasnya Nisya, akhirnya menyadarkan Samuel.
Sebenarnya Samuel tidak fokus memperhatikan Apa yang dilakukan Nisya bersama Ismail saat ini. Pria itu lebih cenderung melamun, memikirkan siapa sebenarnya Nisa, karena menurutnya Nisya sama sekali tidak mirip dengan nenek. Dan Nisya seperti, seorang wanita yang berpendidikan. Itu bisa terlihat dari cara bicara nya dan bahasa tubuhnya yang beradab.
"Oouuww.. Iya Dek!" Samuel memutar tubuhnya, sehingga membelakangi Nisya yang menyusui Isamil
"Nisya, sepertinya akan turun hujan." Ujar nenek penuh kekhawatiran. Si nenek memperhatikan langit yang sudah mendung.
"Nek, kita harus cepat sampai. Jangan sampai kita kena hujan. Setidaknya, kita harus sampai ke pemukiman warga. Siapa tahu, ada yang berbaik hati memberikan kita tumpangan."
Samuel yang membelakangi kedua wanita itu terus menajamkan pendengarannya. Ia menguping pembicaraan Nisa dan si nenek. Hatinya Samuel sakit Mbak diiris mendengar perbincangan Nisya dan nenek. Kehidupan yang dijalani Nisya dan nenek begitu memperhatikan selama ini. Untuk keluar dari hutan saja harus menempuh perjalanan 5 sampai 6 jam dengan berjalan kaki. Sungguh perjuangan hidup yang sangat menyakitkan.
"Samuel, kita berangkat!" Ujar Nenek pelan. Di hutan tak boleh bicara keras.
"I, iya Nek!" Sahut Samuel, langsung mengangkat karung berisi jahe merah ke pundaknya.
"Nek, tolong ikatkan kain gendongannya!" Nisya, walau sudah seorang ibu. Ia tak pandai menggendong anak. Makanya ia sering kali terjatuh saat menggendong Ismail.
Nenek mengikat kain gendongannya Ismail. Mereka pun mukai melangkah, melanjutkan perjalanan. Dengan posisi, nenek di depan, sebagai pemandu jalan. Nisya di tengah dan Samuel paling belakang.
"Ciluk bah... hehehehe... Ciluk bah...!" Ismail yang digendong Nisya, terus saja menoleh ke belakang, mengajak Samuel bercanda. Tentu saja, Samuel merespon candaan Ismail.
"Hahahahha... Hahhaha... Pa pa..!" Ismail ketawa kesenangan. Ia heboh saat digendong. Hal itu, membuat Nisya kesusahan berjalan sambil menggendong Ismail.
"Nak, sudah bercandanya. Nanti kita jatuh lagi loh!"
"Aauuww...!" Baru juga Nisya mengatakan prihal jatuh, sepatunya kembali nyangkut di rumput. Hal itu membuatnya terjatuh.
Kali ini Samuel meletakkan barang bawaannya dengan pelan. Ia sudah paham situasi. Perjalanan kali ini, buat Samuel adalah mirip acara Trekking sebuah aktivitas perjalanan dan pendakian yang panjang. Berjalan di alam dengan ditemani cuaca serta kondisi lingkungan yang keras, mulai dari lereng curam hingga harus berjalan menanjak menuju ketinggian. Ya, semua nya telah mereka lewati. Bahkan mereka sudah banyak bertemu dengan hewan penghuni hutan.
"Aku yang akan menggendong Ismail!" pinta Samuel dengan lembut. Entah kenapa, jiwa melindunginya begitu besar pad Nisya. Seandainya, Nisya menyambut dengan baik setiap pertolongan Samuel. Ia akan bahagia sekali.
"Ta, tapi anda, bawa karung." Sahut Nisya lemah. Wanita itu sudah terllihat kelelahan sekali. Keringat sudah membasahi pakaiannya.
Samuel menatap sedih Nisya dan nenek. Rasanya ia tak sanggup melihat kedua wanita ini menderita seperti ini.
"Iya, aku masih bisa menggendong Ismail, dan membawa jahe dalam karung itu juga." Ujar Samuel, menatap ke arah karung yang berisi Jahe.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments