Brruuggkk..
Dari dalam gubuk, Nisya bisa dengar. Kalau tubuh Samuel telah mendarat di lantai beranda gubuk mereka. Apalagi ocehan Para monyet, buat bising. Yang membuat perhatian Ismail tersita. Acara nen nen stop sudah. Ismail keluar dari gubuk dengan ceriahnya. Karena Monbang, adalah temannya bermain.
"Monbang....!" Ismail memanggil hewan peliharaan mereka dengan ceriahnya.
Monbang si monyet pintar, menghampiri Ismail. Ia usap kepala anak itu lembut. Sambil mengoceh pada Ismail, yang kini sangat tertarik melihat Samuel yang tergeletak di lantai papan itu.
Jelas ia tertarik untuk memperhatikan Samuel Alponso. Karena, baru kali ini Ismail melihat manusia seperti Samuel Alponso. Selama ini, yang Ia tahu jenis manusia seperti ibu dan neneknya.
"Monbankk... Siapa itu..?" tunjuk Ismail pada si monyet. Saat ini sang nenek sedang berusaha menyadarkan Samuel. Dengan cara menekan dadanya kuat. Berharap air yang terperangkap di dalam tubuhnya Samuel keluar semua.
Nyukkk... Nyekkk... Kek.. Kuk...
Si Monbang kembali ngoceh.
"Oouuww.. Gak tahu ya?" Sahut Ismail yang pintar. Ia pun mendekati sang nenek. Menepuk nepuk bahu sang nenek. "Nek, inni sapa Nek...?" tanya Ismail menunjuk Pria Yang terbujur kaku di depan mereka.
"Nisya.... Ambil dulu si Ismail. Dia menggangu...!" Teriak Sang nenek dengan sedikit ngos ngosan. Rasa capek baru terasa. Mana si Ismail ganggu mulu.
Nisya keluar dari gubuk. Ia tatap sekilas, pria yang bel sadar itu, sebelum mengangkat anaknya Ismail dari tempat itu. Masuk ke dalam gubuk. Lebih baik ia siapkan sarapan pagi mereka. Dari pada urus penjahat. Nisya yakin, pria itu seorang penjahat.
Sang nenek menggeleng penuh kekecewaan. Ia sayangkan sikap Nisya yang tak peduli pada pria yang butuh pertolongan itu.
"Monbang... Ambilkan air...!" titah sang nenek pada Si monyet.
Monbang menyahut dengan bahasanya. Ia pun bergegas ke penampungan air di belakang gubuk mereka.
Ismail yang ada di dapur gubuk itu, melihat Monbang mengambil air. Ismail pun heboh meminta Monbang masuk ke dalam gubuk, agar mereka bermain.
"Mail sayang.... Jangan ganggu Monbang." Tegur Nisya, menatap tegas sang anak. Ia pun melanjutkan memasaknya.
Ismail yang kena tegur sang ibu. Malah memeluk Nisya dari belakang. Ia ganggu ibu nya saat memasak. Nisya pun akhirnya menempatkan sang anak di pangkuannya.
"Mama, seddih ya?" tanyanya penuh selidik.
Nisya menggeleng lemah. "Gak Nak." Sahutnya, meraih tangan Ismail yang melap air mata yang jatuh Di pipi nya.
"Teyus ibu napa nangis?" Ismail masih menatap heran sang ibu, yang terlihat sedih itu.
"Mata ibu kena usap sayang." Sahut Nisya lembut. Mencium pipi gembulnya Ismail.
Cuss..
Nisya telat menahan tangan Ismail. Saat sang anak, malah menyiramkan air di gayung ke api tempat Nisya memasak gulai mereka. Seketika, api mengeluarkan asap.
"Ya Allah... Ismail..!" teriak Nisya geram. Ia menggigit bibirnya kesal menatap Ismail. Tungkunya basah sudah.
Ismail terdiam sejenak, kemudian tertawa. Ya anak kecil, kalau dimarahi. Gak akan dendam pada orang tuanya. Kemudian Ismail, meraih liontin bentuk love yang berisi foto ibu dan ayahnya. Liontin itu menghiasi kalung yang dipakai oleh Nisya.
"Mama... Ayah..!" ujar Ismail tersenyum bahagia. Anak kecil itu senang jika membuka liontin sang ibu, yang menyimpan foto ibu dan ayahnya. Ya, Nisya setiap malam pasti nunjukin foto di dalam liontin itu.
"Iya sayang." Sshut Nisya tersenyum kecil pada Ismail. Ia pun memindahkan panci yang ada di atas tungku. Syukur sekali gulainya sudah masak. "Ayo, kamu mandi dulu ya sayang, terus kita mandi!" Nisya melepas pakaian yang sudah pudar warnanya dari tubuh sang anak. Ia pun menjauhkan anaknya dari pangkuannya. Karena Nisya hendak mengambil handuk. Setelah itu, ia kembali menggendong sang anak. Ia akan memandikan Ismail
Uhukk...
Uhukk..
Uhuukk..
Nisya terkejut, mendengar suara seorang pria dari beranda gubuk mereka. Itu artinya Samuel telah sadar.
Ismail yang ada di gendongan Nisya, berontak ingin ke depan. Anak itu sangat penasaran, dengan kehadiran orang baru itu.
Nisya yang tak bisa menahan Ismail, akhirnya pasrah disaat anaknya berlari ke depan. Ia tahan pun, Ismail berontak terus.
Saat Ismail tiba di teras gubuk itu. Samuel pun membuka kedua matanya. Dan saat itu, yang pertama ia lihat adalah Ismail yang dalam keadaan polos, tanpa pakaian di tubuhnya.
Samuel menatap lekat Ismail, ia sangat lama memperhatikan anak itu. Tatapannya terpaku pada Ismail.
"Syukurlah kamu sadar juga." Ujar Sang Nenek.
Samuel pun memutar lehernya. Seketika, ia merasakan sakit yang amat di sekujur tubuhnya.
"Aaaaaaahhhkkkk... Sakit sekali....!" keluhnya meringis kesakitan. Ia lirik kakinya yang kena tembak.
Mendengar Samuel teriak. Ismail Ketakutan, ia pun menangis. Hal itu membuat sang nenek cukup terganggu. Karena ia ingin mengintrogasi Samuel.
"Nisya.... Ini Si Ismail, kenapa belum di mandikan..?" teriak sang nenek dengan nada kesal.
Ismail yang tiba-tiba ketakutan, karena Samuel teriak, memeluk sang nenek.
"Nek, tatutt...!" ujarnya melirik Samuel, yang masih meringis kesakitan.
"Iya, iya sayang." Sang nenek malah memeluk Ismail. Tapi, tatapannya tertuju pada Samuel yang masih berbaring di hadapannya.
"Kamu terluka parah. Kakimu kena tembak." Ujar Nenek penuh selidik.
Terlihat Samuel menampilkan ekspresi cemas dan takut berlebihan. Dan tak berani menatap sang nenek. Ia fokuskan tatapannya ke arah kakinya.
"Kamu namanya siapa? orang mana? kenapa kamu kena tembak? apa kamu ini penjahat?" tanya Nenek beruntun, penuh selidik. Ia tunjuk kaki kanannya Samuel, yang kena tembak itu.
Samuel kini nampak bingung. Ia tatap heran sang nenek dan keadaan sekitar dengan tak tenang. "Aaahhk.. Sakit....!" Ia pun memegangi kepalanya. Ya, di kepalanya ada luka benturan. Itu terlihat jelas, karena Samuel model rambutnya cepak. "A, aku, aku di mana?" Samuel kembali menyoroti sekitar. Ia terlihat sangat kebingungan sekali.
"Kamu ada di rumah kami. Namamu siapa? kamu orang mana?" tanya sang nenek lagi dengan penasaran nya.
Sedangkan Nisya yang ada di dalam gubuk, menguping pembicaraan Sang nenek dengan Samuel.
"A, aku? aku siapa? a, aku gak tahu....!" sahut Samuel dengan frustasinya "Aaahhkkkk.. Sakit....!'" ujarnya seperti anak kecil. Ya, karakter kuat, saat jadi Mafia hilang sudah.
"Kamu benar, gak tahu namamu dan di mana kamu tinggal?" masih menatap lekat Samuel.
Samuel menggeleng. "A, aku siapa?" ujar tergagap.
Huuffftt...
Sang nenek menarik napas panjang. "Kamu lupa ingatan. Mungkin Karena kepalamu yang cidera." Ujar Sang nenek dengan muka bingungnya. "Tapi, sepertinya hanya lupa ingatan sementara. Kalau kamu tenang, pasti ingatanmu cepat pulih." Jelas sang nenek lagi. "Aku ada ramuan, otakmu yang bergeser itu nisa ku sembuhkan. Dan ingatanmu pasti cepat pulih."
"Ooohh.. I, jya nek." Sahut Samuel masih dengan muka meringis kesakitannya. Wajahnya sudah sangat pucat. Seperti tak ada lagi darah mengalir di tubuhnya.
"Kamu beneran gak ingat siapa kamu?" Sang nenek kurang yakin, kalau Samuel lupa ingatan.
Samuel mengangguk lemah. Mukanya yang pucat terlihat menyedihkan. Mana lukanya banyak di sekujur tubuhnya. Bahkan luka tembak di kakinya masih mengeluarkan darah. Pandangannya terlihat kosong, tanda-tanda kematian sudah terlihat jelas di wajahnya.
Sang nenek menoleh ke arah gubuk.
"Nisya... Ambil dulu si Ismail ini. Nenek mau obatin ini pria." Pekik sang nenek, mulai geram dengan tingkah Nisya yang aneh sejak tadi. "Gak kita obati, ini pemuda pasti akan mati. Dia sudah kehabisan darah."
Tak ada sahutan dari dari dalam gubuk.
"Nisya. ..!"
Si Nisya tak menyahut. Tapi, ia keluar dari gubuk, dengan menutup kepalanya dengan handuk. Ia raih Ismail dari pangkuan sang nenek, tanpa menoleh ke arah Samuel, yang kini tengah memperhatikan lekat si Nisya. Mencoba untuk bangkit dari pembaringannya. Tapi, luka di kakinya membuatnya susah untuk bangkit.
Nisya pun meraih Ismail. Dan membawa anaknya masuk. Ismail harus mandi dan makan.
Brruuggkk
.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Aliya Jazila
lanjut ceritanya bagus
2023-03-17
0