Menggali kubur

Tak ada sahutan dari dari dalam gubuk.

"Nisya. ..!"

Si Nisya tak menyahut. Tapi, ia keluar dari gubuk, dengan menutup kepalanya dengan handuk. Ia raih Ismail dari pangkuan sang nenek, tanpa menoleh ke arah Samuel, yang kini tengah memperhatikan lekat si Nisya. Mencoba untuk bangkit dari pembaringannya. Tapi, luka di kakinya membuatnya susah untuk bangkit.

Nisya pun meraih Ismail. Dan membawa anaknya masuk. Ismail harus mandi dan makan.

Brruuggkk..

Saat itu juga Samuel ambruk di tempat

"Cepat urus Ismail Nisya. Bantuan Nenek obati ini orang." Ujar sang nenek panik. Entah kenapa hatinya tergerak kuat untuk selamatkan Samuel yang kritis itu.

Si nenek cukup terharu dan kagum melihat semangat hidupnya pria yang tidak Ia tahu namanya ini. Jarang sekali ada orang yang hidup, setelah kena luka tembak dan masih pendarahan dalam waktu lama. Ini ajaib, ini diluar nalar.

"Hei... Nak..!" Saat si nenek menoleh ke arah Samuel. Pria itu sudah menutup matanya. "Hei Nak, bangun...!" sang nenek memeriksa detak jantung dan denyut nadi Samuel. "Tidak, dua sudah mati.!" Ujar Nenek dengan terkejutnya. Ia kembali tempelkan kupingnya di dadanya Samuel. Tak ada detakan jantung. Dan lagi-lagi sang nenek memeriksa denyut nadi si Samuel di lehernya. Tak ada detakan.

Hhuffftt...

"Akhirnya dia mati juga!" Ujar sang nenek sedih. Ia pun dudukkan bokongnya di sebelah Samuel.

Tak berapa lama, Nisya muncul dengan sang anak Ismail. Terlihat Ismail sudah rapi dengan pakaian bersih.

"Dia akhirnya meninggal Nis."

"Ap, apa...?" tanya Nisya terkaget-kaget.

"Bukannya kamu senang? koq kamu kaget gitu Nis?" Tanya sang nenek heran.

"Iya Nek, aku kaget gini. Karena senang sekali. Akhirnya kita gak repot urus ini penjahat." Jawab Nisya dengan muka devilnya.

"Nanti bantuin nenek gali kuburannya ya?!" Pinta sang Nenek, berharap banyak pada Nisya.

"Iya Nek. Ismail...!" Nisya menghampiri Ismail, yang sedang memukul mukul pelan dadanya Samuel.

"Pap pa... Mak, ini pap pa!" celoteh Ismail dengan ceriahnya. Tangan mungilnya terus saja memukul lembut dadanya Ismail.

"Ismail sayang, dia bukan ayahmu!" Nisya meraih tubuh sang anak. Agar menjauh dari jasadnya  Samuel.

"Gak Mamma...!" Ia peluk Samuel. Yang dada nya, banyak terdapat luka itu.

"Nak, ayo kita bermain dengan Monbang!" menunjuk ke arah sungai. Ya, tempat Monbang nongkrong.

"Gak Mamma... Inni Pap pa!"

"Makanya, ngapain kamu tiap hari kasih tunjuk foto ayahnya. Ya, Ismail mikirnya pria ini ayahnya." Sahut sang nenek.

"Iya Nek, padahal aku ceritain ayahnya. Biar dia tahu, kalau ia memang punya sosok ayah." Sahut Nisya sedih.

"Iya, siapkan makan pagi. Setelah makan, kita harus gali kuburan ini orang!" ujar Nenek tegas. " biarkan Ismail peluk-peluk itu Mayat. Toh, sebentar lagi kita akan kubur!" jelas nenek datar. Tatapannya masih tetap ke arah Jasadnya Samuel.

"I, iya nek!" Nisya beranjak dari tempat itu, ia siapkan makan pagi mereka di dalam pondok, yang ukurannya 4x3 m itu.

Tak butuh lama, makanan sederhanapun tersaji. Walau serba terbatas. Kali ini Nisya masak nasi. Karena mereka baru aja panen padi dua minggu lalu. Mereka menanam padi juga di kebun, dengan mengandalkan air dari langit, yang dikenal dengan istilah sawah langit.

"Nek, mari makan!" ajak Nisya dari dalam gubuk.

"Iya, aku tutup dulu jasad pria ini!" Sahut si nenek. Ia raih kain berwarna hitam, yang tersampir di gantungan kain mereka di teras pondok itu. Ia menjauhkan Ismail dari tubuh Samuel. kemudian ia tutup jasadnya Samuel dengan kain hitam itu. Si nenek kemudian duduk di hadapan jasadnya Samuel. Dan terlihat seperti berdoa. Karena mulutnya komat kamit saat ini.

"Nek... Ayo makan!" ajak Nisya lagi. Karena sang nenek tak kunjung masuk ke gubuk mereka.

"I, iya.. Sebentar!" sahut sang nenek. Setelah selesai berdoa. Ia pun masuk ke dalam gubuk. Di hadapannya sudah terhidang makanan.

Mereka bertiga pun mulai makan dengan khidmat. Ismail juga makan dengan tenang. Karena Nisya sudah mengajarkan anaknya itu, sopan saat makan. Bahkan, Di usia 1 tahun, Ismail sudah makan sendiri. Walau kadang kadang, anak itu pingin disuap sang ibu.

"Syukurlah pria itu Nasrani. Jadi, kita gak perlu laksanakan fardu kifayah padanya." Ujar sang nenek, saat makan itu. (Menyalatkan jenazah muslim Memandikan, mengkafani serta menguburkan jenazah)

Nisya melirik sang nenek, yang makan lahap itu, sepertinya si nenek kelaparan. " Tahu dari mana nenek, kalau pria itu, nasrani?"

"Kan di lengan atas kanannya, ada tato salip." Jawab sang nenek serius, tanpa menoleh ke arah Nisya. Sang nenek fokus dengan makanannya.

"Iya, aku juga mikirnya gitu Nek!" Jawab Nisya.

"Mam, mama... Tambah...!" Ismail menyodorkan piringnya ke sang bunda.

"Anak mama pintar, makan harus banyak ya sayang, biar sehat." Ujar Nisya dengan bahagianya. Rasanya senang sekali, kalau anaknya ini ngoceh. Tingkahnya selalu buat gemes.

"Ok Mama..!" Ismail menjulur kan jempolnya. Dan Nisya menyambut jempol itu.

"Makan jangan berisik." Tegur si nenek.

"Eemmmm... Tadi aja, nenek bahas pria itu." Sela Nisya.

"Iya, iya. Cepat makannya." Sang nenek yang sudah selesai makan. Bangkit dari duduknya. Ia keluar dari pintu dapur. Ia akan mengambil cangkul di belakang gubuk mereka.

"Nek, duduk dulu sebentar. Nanti kita cangkul sama -sama kuburannya!" Ujar Nisya tegas

"Cepat kamu makan, nyusul nenek ke dekat sungai!" Sahut sang nenek keras, karena ia sudah jauh dari gubuk mereka.

15 menit kemudian.

Nisya dan Ismail sudah tiba, di tempat akan dimakamkannya Samuel. Terlihat sang nenek sudah menggali tanah sedalam 10 centi meter. Masih dangkal. Namanya sudah tua, tenaga sudah berkurang. Ini saja si nenek sudah ngos-ngosan.

"Ya Allah Nek, kuat bener sih Nek!" puji Nisya, setelah mendudukkan anaknya Ismail di tempat yang aman dan nyaman.

"Terpaksa, biar kita gak lihat-lihat terus itu mayat." Sahut sang nenek dengan napas satu-satu. Si nenek sebenarnya sudah kelelahan.

"Nenek, istirahat dulu. Biar aku yang lanjutkan!' Ujar Nisya, mengambil alih cangkul dari tangannya si nenek.

Si nenek menyerah kan cangkul itu pada Nisya. Ia dudukkan bokongnya di sebelah Ismail, yang kini bermain sendiri dengan buah rambutan hutan, yang dipetik Nisya saat menuju tempat Samuel, akan dimakamkan.

Nisya pun mencangkul tanah, untuk kuburan Samuel. Sedangkan Nenek bermain dengan Ismail.

Ada kalian temukan?

Samar-samar, Nisya dan nenek, mendengar suara berisik dari arah sungai. Hal itu membuat Nenek dan Nisya saling pandang. Kedua wanita itu, nampak tegang dan ketakutan.

" Nek... Siapa itu?" tanya Nisya dengan penuh ketakutan. Suara ribut semakin terdengar jelas.

Sang nenek nampak berpikir. "Apa... Orang-orang yang mencari pria itu?" tanya si nenek tak kalah ketakutannya.

"Sepertinya Nek!" Sahut Si Nisya masih dengan Ketakutannya. "Nek, ayo ke pondok. Aku takut Nek. Aku takut kita dituduh bersekongkol dengan pria itu. Nek... Gimana kalau kita difitnah!" ujar Nisya dengan ketakutan yang teramat. Dahinya sampai keringatan.

"Iya. Ayo kita ke pondok!"

Nisya menggendong Ismail. Dan si nenek membawa cangkul. Mereka pun bergegas ke pondok. Tanpa mau menoleh ke arah sungai. Karena suara suara manusia yang seperti sedang mencari seseorang, terdengar jelas.

"Hei... Kalian siapa... tunggu! "

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!