Pukul empat sore, Fierce telah menyelesaikan pekerjaannya. Dia sudah bersiap untuk pulang dan ketika dia hendak masuk ke dalam mobil, tiba-tiba Gilang datang dengan wajah terkejutnya.
"Fierce, kamu bawa mobil?" tanya pemuda itu, dia merasa cukup aneh, karena sekelas karyawan biasa seperti Fierce malah mengendarai kendaraan roda empat ke tempat kerja.
Sementara dia hanya bermodalkan motor butut yang sudah dia cicil selama 2 tahun lamanya.
Melihat tatapan Gilang, Fierce tahu bahwa sang teman tengah bertanya-tanya. "Ini mobil istriku, Lang. Kebetulan aku belum punya motor, jadi aku bawa punya dia dulu."
Mendengar itu Gilang malah semakin terperangah, karena tak menyangka pemuda seusia Fierce sudah menikah.
Seharian ini, mereka memang belum banyak bercerita tentang kehidupan masing-masing, jadi Gilang sama sekali tidak tahu latar belakang hidup Fierce.
"Kamu sudah menikah? Hah, aku kira kamu masih sendiri, Fierce, pantas saja kamu semangat sekali. Pasti kamu tidak ingin mengecewakan istrimu ya?" balas Gilang dengan tersenyum kikuk. Sekarang otaknya mulai menebak-nebak berapa usia istri Fierce, apakah jauh di bawahnya?
"Benar, Lang. Walaupun dia juga bekerja, tapi aku tidak mau melupakan tanggung jawabku sebagai kepala keluarga, yaitu mencari nafkah.".
Gilang langsung meninjau dada Fierce dengan sekilas.
"Hebat kamu, Fierce. Jarang ada pria yang mau menikah muda, termasuk aku. Kalau aku sih masih ingin bebas dan menikmati hidup," ujar Gilang sambil terkekeh, karena pikirannya memang belum jauh sampai ke sana.
Fierce ikut tersenyum, dia menepuk bahu Gilang sambil berkata. "Arti kata bebas itu luas, Lang. Lagi pula kenikmatan hidupku itu ada pada istriku, jadi selagi bisa menikmatinya bersama kenapa harus sendiri?"
Jawaban Fierce membuat kekehan Gilang langsung lenyap seketika. Dia benar-benar tak menemukan sosok pemuda labil di dalam diri rekan kerjanya, padahal jika dilihat dari usia, dia jauh lebih tua.
Akan tetapi pemikiran Fierce sungguh luar biasa. Dia yakin, dibalik semangat Fierce hari ini, dia adalah sosok suami yang bertanggung jawab.
"Kamu benar, Fierce. Aku do'akan kamu dan istrimu selalu dilimpahi kebahagiaan."
"Terima kasih, Lang. Kalau begitu aku pamit pulang dulu, kamu hati-hati di jalan ya," balas Fierce dengan wajah sumringahnya. Setelah Gilang mengangguk, Fierce langsung masuk ke dalam mobil.
Dia membawa kendaraan roda empat itu keluar dari gedung Tan Group menuju rumah kontrakan Yuna. Masih ada waktu beberapa jam sebelum dia masuk kuliah, jadi dia bisa bersantai sejenak.
Sementara itu, Yuna sedang merasa bimbang, antara mengirim pesan pada suaminya atau tidak. Karena tiba-tiba dia ingin memakan rujak buah kedondong.
"Tapi bagaimana kalau aku merepotkannya lagi? Kasihan dia, karena setelah ini dia harus kuliah," gumam Yuna sambil mondar-mandir di dalam kamar.
Ponsel sudah ada di genggamannya, tapi dia merasa enggan untuk menghubungi Fierce.
Yuna meneguk ludahnya kasar, saat mengingat betapa nikmatnya memakan makanan yang dia inginkan itu.
Dia terus berpikir, hingga akhirnya dia menyerah. Dia duduk di sisi ranjang seraya mengetikkan pesan pada Fierce, memberitahu sang suami bahwa dia sedang menginginkan sesuatu.
Yuna kembali ragu saat ingin menekan kata send. Namun, keinginan yang ada di dalam dirinya jauh lebih besar.
Ting!
Ponsel Fierce langsung berbunyi dengan nyaring, dia sengaja menaikkan volume, agar ketika Yuna mengirim pesan, dia langsung bisa membacanya.
Sambil menyetir Fierce merogoh benda pipih yang ada di kantong bajunya. Dia tersenyum tipis ketika melihat nama 'Istriku' tersemat di sana.
"Wah, tumben sekali Kak Yuna mengirimi aku pesan. Oh iya, dia pulang naik apa tadi, dia belum menjawabnya," gumam Fierce, lalu membuka pesan tersebut, yang ternyata berisi keinginan istrinya, dan Fierce yakin Yuna sedang mengidam.
Pemuda itu tersenyum semakin lebar. Dia langsung menekan ikon voice note, lalu menjawab. "Oke, Sayang."
Di ujung sana bibir Yuna langsung tertarik sempurna ketika mendengar suara Fierce. Akan tetapi dia tidak berniat untuk membalasnya lagi. Yang ia lakukan sekarang hanyalah menunggu.
***
Akhirnya sore itu Fierce berkutat di jalanan untuk mencari rujak buah kedondong yang diinginkan Yuna. Dia mencari ke sana ke mari dengan bantuan peta lokasi di ponselnya.
Akan tetapi ternyata tidak mudah menemukan makanan tersebut, hingga pemuda itu menghabiskan waktu satu jam lamanya, barulah ada keajaiban yang tak terduga.
"Akhirnya," ucap Fierce sambil tersenyum lega. Entah kenapa dia merasa bahagia sekali saat berhasil mendapatkan sesuatu yang Yuna inginkan.
Dengan bibir yang senantiasa tersenyum, Fierce bergegas untuk pulang. Dia berharap Yuna akan senang dengan apa yang dia bawa, tetapi terkadang harapan tak sesuai kenyataan.
Karena pada saat Fierce memberikan makanan itu, Yuna justru menggeleng dengan raut bersalah.
"Maaf, Fierce. Tapi aku tidak mau memakannya," ucap wanita itu tanpa menatap mata Fierce.
Dalam hati Fierce memang merasa cukup kecewa. Akan tetapi dia tidak akan mungkin menunjukkannya di depan Yuna, dia malah terkekeh hingga membuat Yuna mengangkat wajah.
"Kenapa kamu malah tertawa, kamu tidak marah?"
"Untuk apa marah? Ini semua kan bukan karena Kak Yuna sengaja. Pasti Baby sedang ingin bermain-main dengan Papah ya?" ujar Fierce sambil menyentuh perut Yuna, hingga membuat wanita itu terhenyak.
"Kenapa kamu bisa berpikir begitu?"
"Aku banyak membaca di internet, katanya Ibu hamil memang begitu, jadi aku tidak boleh marah," jawab Fierce apa adanya. Mendengar itu Yuna tak mampu lagi untuk berkata-kata, karena dia memang bukan sengaja melakukan itu semua. "Sudahlah, jangan dipikirkan ... aku akan menaruhnya di kulkas, siapa tahu nanti Baby mau memakannya."
"Maafkan aku ya, Fierce ...," ucap Yuna dengan tatapan memohon.
Cup!
Fierce mengecup pipi Yuna sekilas. "Sudah dimaafkan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
nenk 'yLa
omg.. fierce gada lawan
2023-10-16
1
Siti Rohaemy
aaaaaa.... Fierce 😍😍😍😍
2023-09-09
0
Kireina
fierce..sweet bingit🥰🥰
2023-07-14
0