Pagi harinya, Yuna bangun terlebih dahulu karena dia merasakan mual yang luar biasa. Dia langsung berlari ke arah wastafel dan mengeluarkan makanan yang sempat masuk ke dalam perutnya.
"Huwek, huwek!"
Yuna mulai merasakan gejala umum yang dirasakan ibu hamil, perutnya terus bergejolak, sementara kepalanya terasa cukup berat.
Sementara di atas ranjang, Fierce merasakan ruang di sampingnya telah kosong, hingga dia menyipitkan kedua mata, detik selanjutnya dia mendengar suara Yuna yang sedang muntah-muntah.
Tanpa banyak kata pemuda itu langsung terduduk dan suara itu semakin mendominasi indera pendengarannya.
"Kak Yuna," lirihnya dengan perasaan cemas, Fierce langsung berlari dan menghampiri Yuna yang masih berusaha mengeluarkan semua isi perutnya.
"Kak Yuna, bagaimana kalau kita pergi ke dokter?" tanya Fierce sambil mengelus tengkuk Yuna dengan lembut. Melihat sang istri yang tampak lemas, Fierce pun merasa tak tega.
Sementara Yuna tak membalas, karena dia sedang merasakan cairan pahit yang mulai keluar dari tenggorokannya. Wajah wanita itu tampak pucat pasi, karena sepagi ini dia sudah harus merasakan mual yang benar-benar menyiksa.
Yuna mencuci mulutnya dengan air mengalir, lalu setelah itu dia menatap Fierce yang sudah terlihat sangat gelisah.
Ibu hamil itu mencoba tersenyum, berusaha untuk nampak baik-baik saja.
"Apa yang terjadi padaku itu wajar, Fierce. Jadi jangan terlalu mengkhawatirkanku," ucap Yuna, tetapi Fierce tetap tak mau mendengarkan ucapan wanita itu.
"Tidak, kalau Kak Yuna tidak mau ke dokter, aku akan turun ke bawah untuk meminta Mommy membuatkan sesuatu. Aku tidak mau Kak Yuna tersiksa," balas Fierce dengan wajahnya yang terlihat serius. Bahkan tanpa meminta persetujuan dia langsung mengangkat tubuh Yuna yang benar-benar terasa lunglai.
"Fierce!" Yuna yang nampak terkejut, langsung mengalungkan tangannya di sepanjang leher pemuda itu.
"Aku mohon, jangan melarangku ... selagi aku bisa aku pasti akan melakukannya. Aku ingin menjaga Kak Yuna dan anak kita," balas Fierce, sementara Yuna hanya bisa menatap haru, lalu tanpa menunggu jawaban istrinya, dia langsung melangkah menuju ranjang.
Fierce mendudukkan Yuna dengan sangat hati-hati. Lalu dia pamit untuk turun ke bawah, akan tetapi sebelum Fierce melangkah, Yuna langsung mencekal pergelangan suaminya.
"Tapi setelah ini kita pulang yah," ucap Yuna dengan suara memohon, karena dia merasa tak nyaman tinggal bersama keluarga Fierce. Dia tidak ingin merepotkan siapapun.
Fierce langsung membalik tubuhnya lalu menggenggam tangan Yuna.
"Kondisi Kak Yuna belum terlalu baik, lagi pula rumah ini juga rumah Kakak, semua yang ada di sini adalah keluarga Kakak juga," balas Fierce, agar wanita itu tak merasa sungkan dengan anggota keluarganya.
"Tapi aku tidak ingin merepotkan Ibumu, Fierce. Aku ingin pulang ke rumah kontrakanku," balas Yuna dengan wajah tertunduk.
Fierce terdiam sesaat, dia menghela nafas panjang karena pada akhirnya dia tidak bisa menolak keinginan Yuna.
"Baiklah, tapi ingat, aku tidak akan mengizinkan Kakak untuk langsung pergi mengajar. Hari ini aku akan mengurus masalah kuliahku dulu, supaya aku bisa bekerja dan mencari uang untuk kebutuhan kita," ujar Fierce dengan suara yang terdengar begitu lembut tetapi dipenuhi ketegasan. Dia sama sekali tak ingin membuat Yuna merasa terbebani.
Mendengar penjelasan Fierce, akhirnya Yuna menganggukkan kepala. Dia melepaskan pegangan tangannya, dan membiarkan sang suami keluar untuk membuatkan ramuan herbal pereda mual.
Sementara di sisi lain, tepatnya di rumah kedua orang tua Yuna. Sintia yang merupakan ibu tiri wanita itu tampak sedang membuat sarapan.
Ketika Bram — ayah Yuna masuk ke dapur, wanita paruh baya itu lantas berkata. "Aku masih tidak menyangka kalau Yuna akan hamil duluan. Bahkan pemuda itu adalah muridnya sendiri."
Mendengar istrinya yang menggerutu tentang putri semata wayangnya, Bram nampak sedikit tak terima. "Namanya juga kecelakaan."
"Hah, kecelakaan apanya? Mungkin ini alasan dia ingin mengontrak rumah, pasti karena pemuda itu sering menginap," gerutu Sintia, padahal jika Yuna tinggal dengan mereka, dia masih bisa meminta uang bulanan pada anak tirinya itu. Kalau sekarang kan beda cerita.
"Yuna bukan wanita yang seperti itu, Sintia, lagi pula apa yang kamu ributkan? Semuanya sudah terjadi!" cetus Bram dengan memutar bola matanya jengah.
Sintia meletakkan kopi yang dia buat di atas meja, tatapannya tiba-tiba berubah seketika. "Tapi dia pintar juga yah, keluarga suaminya terlihat sangat kaya raya. Pasti setelah ini Yuna akan hidup enak."
Mendengar itu, Bram semakin merasa muak. Paginya yang cerah, berubah gelap seketika karena mendengar ocehan istrinya. Karena tak ingin hatinya dipenuhi rasa kesal, akhirnya Bram memutuskan untuk langsung pergi bekerja.
"Lho kamu mau ke mana?" tanya Sintia ketika melihat Bram bangkit dari duduknya, padahal nasi goreng yang sedang dia masak belum matang.
"Aku berangkat," balas Bram dengan ketus, Sintia ingin menjawab tetapi pria itu sudah lebih dulu meninggalkan dapur, membuat Sintia mendengus kasar.
"Tidak anak tidak ayah, suka sekali marah-marah, padahal aku bicara apa adanya!" cerocos Sintia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
mama tiri pasti spt Rubah berbulu domba.
2024-12-13
0
Lusiana_Oct13
Baca cerita YURA teringat sama kisah teman ku nasib nya sama siapa yg ngehamilin siapa yg nikahin hanya 1001 org yg nasib ny beruntung kyk YURA dan Teman saya tp beruntung ny tu ank di berlimpah kasi syg dr bpk yg bertangung jwb tp si yura di perkosa dan trman saya atas suka sama suka tp cowony gk mau tangung jwb
2024-12-04
1
Ita rahmawati
kayak aku nih si emak tiri suka ngomel² gk jelas kalo pagi² lg riweh didapur 🤣
2024-07-25
0