Fierce sukses menjual motor kesayangannya, dan membeli motor yang lebih sederhana seperti milik Gilang, sementara semua sisa uangnya dia tabung dan diberikan pada Yuna dalam bentuk ATM.
"Apa maksudnya, Fierce?" tanya Yuna ketika meraih benda tipis itu dari tangan suaminya. Dia baru saja selesai bersiap-siap untuk mengajar, tetapi tiba-tiba Fierce kembali masuk ke dalam kamar.
"Aku berhasil menjual motor milikku, Kak. Dan sisa uangnya aku simpan di ATM itu. Karena Kakak istriku, jadi Kakak yang harus memegangnya," jawab Fierce sambil tersenyum, sementara Yuna tampak terbengong-bengong.
"Motormu yang kemarin itu? Terus kamu kerja pakai apa, Fierce?" tanya Yuna lagi, sudah cukup pemuda ini berkorban untuknya. Dia tidak mau terlihat sangat jahat, hingga Fierce melakukan apapun demi membahagiakan dia.
"Aku beli yang bekas, Kak. Tapi masih bagus kok."
Tidak ada raut wajah menyesal sedikitpun saat Fierce mengatakan itu, membuat Yuna menganga. Wanita hamil itu memijat pelipisnya dan menelan ludahnya dengan kasar. "Kalau begitu biar kamu saja yang simpan kartu ini. Ini kan uangmu."
Fierce merasa sedikit kecewa saat Yuna berkata seperti itu, dia mendorong pelan tangan istrinya yang kini sudah terulur. "Uangku adalah uang Kakak. Sementara uang Kakak, bukan uangku. Apa yang aku berikan adalah bentuk kewajiban. Jadi, jangan menolak."
"Tapi aku yakin ini terlalu banyak, Fierce. Kamu juga butuh uang untuk cadangan di jalan!" cetus Yuna, kini dia mulai menggebu-gebu karena Fierce tak sedikitpun memikirkan dirinya sendiri.
Melihat Yuna yang marah-marah justru membuat Fierce tersenyum, pemuda itu menangkup satu sisi wajah istrinya dan mengusapnya dengan pelan. "Aku sudah mengambil secukupnya. Kakak tidak perlu khawatir."
Terdengar helaan nafas panjang keluar dari mulut Yuna, tak tahu harus bagaimana lagi menghadapi sifat suaminya yang begitu sabar. "Tapi kalau memang merasa kurang, kamu harus bilang padaku."
Fierce langsung mengangguk dan mengusak puncak kepala Yuna dengan sayang. Suka sekali melihat wanita satu ini berubah menjadi cerewet.
Sesaat mereka saling pandang, dari sejak pertama mereka menikah Fierce belum pernah sama sekali menjamah bibir Yuna, dan sekarang dia semakin tertarik untuk menyentuhnya.
Fierce memangkas jarak dan melangkah pendek. Sementara Yuna bergeming dengan dada yang mulai bergemuruh, dia sudah jelas tahu ke mana arah tatapan mata Fierce.
"Fierce, kita harus—"
Ucapan Yuna berhenti saat wanita itu merasakan sapuan lembut dari bibir suaminya. Namun, bukan hanya tentang kenikmatan yang ia dapat, karena bayangan kelam itu justru lebih mendominasi.
Hingga Yuna mendorong dada suaminya dengan pelan. Yuna benar-benar belum siap.
"Maafkan aku, Fierce," ucap Yuna, agar pemuda itu tidak tersinggung. Tatapannya yang bergulir ke sana ke mari, membuat Fierce tersadar, bahwa sang istri masih memiliki trauma.
"Tidak apa-apa, kita jalani semua ini pelan-pelan, aku akan menunggu sampai Kakak siap," ucap Fierce seraya menyapu jejak basah di bibir Yuna menggunakan ibu jarinya.
***
Berbeda situasi di tempat lain, yakni di rumah kedua orang tua Yuna. Saat itu Bram sudah pergi untuk bekerja, tetapi tiba-tiba seseorang masuk ke dalam rumah dengan penampilannya yang berantakan.
Dia berjalan sambil celingukan, seperti sedang mencari-cari sang pemilik rumah. Hingga tak sengaja dia melihat bayangan Sintia yang sedang mencuci pakaian.
"Bu, aku butuh uang!" teriak Adam—putra satu-satunya Sintia dengan sang mantan suami.
Mendengar suara yang begitu familiar di telinganya apalagi disertai panggilan 'Ibu' sontak saja Sintia langsung menoleh. Dia memicing ketika melihat putranya yang sudah lama tidak pulang itu.
"Apa-apaan kamu, Dam? Datang-datang cuma minta uang, ke mana kamu selama ini?! Apakah kamu tidak memiliki pekerjaan?" omel Sintia, merasa geram dengan sikap sang anak yang memiliki hobi bermain judi dan mabuk-mabukan. Terasa tak ada untungnya, karena sepeserpun Sintia tidak mendapatkan uang dari Adam.
"Sudahlah, Bu. Jangan banyak tanya, walaupun aku menganggur, tapi aku ini sibuk!" balas Adam dengan ketus.
"Sibuk apa? Sibuk main judi? Sama dengan Ayahmu itu!" teriak Sintia, mengingat sang mantan suami yang memiliki hobi sama dengan putranya. Maka dari itu dia meminta cerai.
"Akh, bukannya kasih Adam uang, Ibu malah mengomel terus. Aku akan mencarinya sendiri, Ibu pasti simpan uang 'kan?" Adam melangkah ke arah kamar kedua orang tuanya, dan Sintia langsung mengikuti langkah Adam.
"Tidak ada, Adam!" sergah wanita paruh baya itu, tetapi Adam tak mengindahkan ucapan sang ibu, dia terus berjalan dan mendorong tubuh Sintia yang berusaha menghalanginya.
"Minggir, Bu!" teriak Adam saat Sintia berdiri di depan pintu kamar dengan tangan yang terbuka.
"Cari uang sendiri sana. Kamu tahu sendiri kan, kalau gaji Ayahmu itu hanya cukup untuk kebutuhan."
"Aku tidak peduli!"
"Adam!" teriak Sintia, dia masih berusaha untuk mendorong dada putranya dengan sekuat tenaga. "Minta Yuna sana! Adikmu sudah menikah dengan orang kaya, dia pasti punya banyak uang!"
Mendengar itu, Adam langsung menghentikan gerakan tubuhnya. Dia bergeming sambil membayangkan wajah adik tirinya. Dan dia mulai menyeringai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Alanna Th
apakh adam s plk prksn thdp yuna?
2024-05-26
0
LENY
Dasar gak tahu malu dia gak tahu Fierce kerja keras hidup sederhana. dasar BENALU ADAM.
2024-02-06
0
Eka
jangan2 adam pelakunya thorr
2023-10-26
0