Ara & Al Bab 20

Beberapa hari berlalu, keadaan masih sama, Al dan Ara berpura-pura jika hubungan mereka renggang. Tuba dan sekutunya terus mengawasi pergerakan mereka. Melihat Al yang sudah tidak lagi perhatian pada Ara, membuat mereka semakin yakin jika hubungan Al dan Ara sedang tidak baik-baik saja.

 

Pada suatu sore saat Al baru saja pulang dari kantor, Ara menyambut kedatangan Al seperti biasa. Ara datang menghampiri ke depan saat terdengar suara deru mobil Al yang terparkir di halaman. Tapi Al berpura-pura ketus dan bersikap dingin padanya.

 

"Kau sudah pulang rupanya, sini biar aku bawakan tasmu," ujar Ara sambil tersenyum.

 

"Tidak perlu!" sahut Al ketus.

 

"Al kenapa kau….." ucap Ara kemudian segera dipotong oleh Al.

 

"Akh! Sudah aku tidak ingin berdebat denganmu, aku lelah dan ingin istirahat," tutur Al kemudian berpaling meninggalkan Ara yang masih berdiri mematung di depan pintu.

 

Dari kejauhan, Tuba memperhatikan mereka dari balik pintu sambil tersenyum sinis. Ia kemudian menghampiri Burcu di kamarnya. Tuba terlihat senang dan tak sabar menceritakan apa yang dia lihat barusan.

 

"Kenapa Ibu terlihat senang sekali?" tanya Burcu penasaran.

 

"Kau tahu apa yang aku lihat barusan?" ujar Tuba.

 

"Memangnya apa?" tanya Burcu.

 

"Sepertinya dugaan kita benar, Al kini mulai membenci Ara. Dia bahkan bersikap dingin dan ketus padanya," ucap Tuba.

 

"Benarkah? Bagus, sepertinya rencana kita untuk mengadu domba mereka berhasil. Aku sudah tidak sabar melihat Ara keluar dari rumah ini," sahut Burcu.

 

Tuba dan sekutunya boleh terlihat senang karena merasa rencananya berhasil, tapi mereka tidak tahu jika sebenarnya justru mereka yang sedang dipermainkan oleh Al. Seolah berada di puncak kemenangan, Al dan Ara satu langkah di depan untuk  menjebak Tuba dan yang lainnya dengan sandiwara yang mereka mainkan.

 

Al diam-diam masuk ke kamar Ara karena mereka sudah pisah ranjang. Ketika Al dan Ara sedang berdua di kamar, Al kembali bersikap romantis seperti biasanya.

 

"Apakah actingku bagus?" ucap Al sambil tertawa kecil.

 

"Sungguh kau lebih cocok untuk menjadi aktor daripada seorang CEO," sahut Ara.

 

"Benarkah? Kalau begitu, menurutmu aku pandai memainkan banyak peran? Bagaimana kalau kita bermain peran yang lain sekarang?" ujar Al dengan tatapan menggoda.

 

"Jangan berusaha menggodaku Al, lebih baik kau pergi mandi sekarang," tutur Ara sambil mencubit pipi Al.

 

Al tertawa kecil dan ia berlalu masuk ke dalam kamar mandi. Ara terdiam menatap lembayung senja yang menghiasi langit Turki sore ini. Rasa percaya diri untuk melawan Tuba dan sekutunya semakin kuat. Ara tak akan pernah tinggal diam mulai sekarang, bahkan ia mulai menikmati sandiwara ini. Setelah Al selesai bersih-bersih, mereka bersiap untuk menikmati makan malam bersama. Kembali Al dan Ara menyiapkan diri untuk melanjutkan sandiwara mereka.

 

Ekram dan lainnya sudah berkumpul di meja makan saat Al dan Ara bergabung bersama mereka. Semua mata memandang sinis ke arah Ara, dan ia hanya bisa menunduk. Afet dan Nur muncul dari balik dapur sambil membawa hidangan yang masih mengepul. Ara membantu mereka untuk menata hidangan itu di atas meja.

 

"Selalu saja pandai dalam mencari perhatian banyak orang," celetuk Tuba yang menyindir Ara.

 

"Mungkin ada yang sedang berusaha mengambil hati seseorang di rumah ini," sahut Erce.

 

Ara pura-pura tak mendengar ucapan mereka dan tetap fokus dengan apa yang ia kerjakan. Di sela-sela makan malam itu, Ara mencoba melayani Al. Saat ia akan menuangkan jus jeruk ke dalam gelas Al, tiba-tiba saja Al membentaknya.

 

"Jauhkan tanganmu dari makananku!" ucap Al menolak.

 

"Aku hanya ingin melayanimu," tutur Ara dengan wajah memelas.

 

"Tidak perlu! Biarkan Afet dan Nur yang melayani aku dan Kakek. Kau cukup diam dan nikmati saja makananmu!" sahut Al dengan sedikit membentak.

 

"Baiklah jika itu yang kau mau," sahut Ara dengan mata nanar.

 

Afet dan Nur melayani Al dan Ekram sesuai perintahnya. Rupanya bukan hanya Tuba dan sekutunya yang terbawa suasana oleh sandiwara Al, Afet pelayan mereka yang biasanya banyak bergurau kini jadi mendadak sering diam karena dia merasa kondisi di meja makan ini sedang tidak baik. Tuba dan anak cucunya senang melihat Ara yang disudutkan oleh suaminya sendiri.

 

Malam semakin larut, semua penghuni di rumah ini sudah berada di kamarnya masing-masing untuk istirahat. Suasana terasa sunyi sepi, namun Erce masih mondar-mandir di kamarnya. Ia tak bisa tidur dan terus memikirkan Al. Seketika muncul ide di kepalanya untuk merayu Al yang mungkin sedang kesepian karena sudah hampir dua minggu pisah ranjang dengan Ara.

 

"Ah… Aku rasa ini ide yang bagus, aku bisa memanfaatkan situasi ini untuk mendekati Al," gumam Erce kemudian sedikit bersolek.

 

Erce berjalan mengendap-endap menuju ke kamar Al. Namun ketika ia lewat di depan kamar Ara, ia seperti mendengar suara orang sedang berbincang dari dalam kamar. Erce mengintip dari balik pintu kamar Ara yang sedikit terbuka.

 

"Sedang bicara dengan siapa wanita itu?" gumam Erce penasaran.

 

Tetapi apa yang dilihatnya cukup membuat Erce panik dan kesal. Erce melihat Al sedang berada di kamar Ara dan itu artinya Ara dan Al sudah baikan. Bahkan yang membuat dia terkejut, Ara dan Al saling berpelukan.

 

"Sial! Mereka sudah kembali akur!" ucap Erce dalam hati.

 

Erce bergegas ke kamar neneknya Tuba. Sementara itu, Al dan Ara menyadari jika sepertinya ada yang diam-diam memperhatikan mereka. Seketika mereka mulai panik karena khawatir sandiwaranya terbongkar.

 

"Bagaimana ini, sepertinya ada melihat kita tadi," ujar Ara panik.

 

"Tenang, kita harus mencari cara untuk kembali mengalihkan perhatian mereka," sahut Al berusaha menenangkan.

 

Erce mengetuk pintu kamar Tuba dengan keras. Tuba membuka pintu dengan wajah heran. Erce kemudian menceritakan semuanya pada Tuba dan Burcu tentang apa yang dia lihat barusan di kamar Ara.

 

"Apa kau yakin tidak salah lihat?" tanya Tuba.

 

"Tidak Nek, sungguh aku melihat dengan mata kepalaku sendiri jika mereka berpelukan," sahut Erce.

 

"Kalau begitu kita tidak bisa diam saja dan membiarkan hubungan mereka membaik," timpal Burcu.

 

Malam itu juga mereka berkumpul di kamar Tuba untuk berdiskusi dan merencanakan sesuatu agar Al kembali marah pada Ara. Mereka tertawa bersama atas ide mereka.

 

"Kalau begitu kita buat Al dan Ekram kembali menyalahkan Ara dengan cara menjebak Ara seolah ia berusaha untuk menghabisi nyawa Ekram untuk kesekian kalinya. Kita buat Al semakin yakin bahwa Ara memang ingin menguasai harta kekayaan keluarga ini," ucap Tuba memberi ide.

 

"Ah… Ide bagus Ibu, aku yakin Al akan semakin murka melihat hal itu," jawab Burcu.

 

Malam itu seolah menjadi malam yang panjang bagi Tuba dan sekutunya. Begitu juga dengan Al dan Ara yang masih terjaga untuk mencari ide supaya bisa mengelabui Tuba dan yang lainnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!