Ara & Al Bab 13

Hari ini langit Turki terlihat cerah, mendadak Ara ingin berjalan-jalan di sekitar taman kota untuk mencari udara segar. Dia merasa bosan karena selama beberapa hari ini hanya menghabiskan waktunya di rumah tanpa ada kegiatan. Karena kebetulan ini hari Minggu dan Al ada di rumah akhirnya dia berinisiatif untuk mengajak Ara pergi keluar. Al menghampiri Ara yang hanya berjalan mondar-mandir di kamar sambil menatap pemandangan dari jendela.

 

“Sayang, apakah kamu ingin pergi jalan-jalan?” tanya Al sambil memeluk Ara dari belakang.

 

“Ya sebenarnya aku ingin pergi ke taman kota sambil menikmati kopi yang ada di kedai seberang taman,” sahut Ara manja.

 

“Kalau begitu ayo kita pergi sekarang,” ujar Al.

 

Al dan Ara bersiap-siap untuk pergi, awalnya mereka mengajak Ekram untuk ikut bersama mereka. Tapi Ekram menolak karena ia tidak mau mengganggu Al dan Ara. Tak lama kemudian deru mobil yang dikendarai Al melaju meninggalkan halaman rumah Ekram. Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik mereka hingga mereka keluar dari rumah. Siapa lagi kalau bukan Erce, ia memandang mobil Al yang semakin terlihat menjauh dari balik jendela kamarnya di lantai 3.

 

“Kenapa mereka berdua justru terlihat makin harmonis, apa lagi yang harus aku lakukan untuk memisahkan Al dan Ara,” ucap Erce dalam hati sambil mengepalkan kedua tangannya.

 

Waktu terus berputar tak terasa sore hari pun tiba. Semua keluarga terlihat sedang duduk di taman belakang sambil menikmati secangkir teh hangat, kecuali Ekram ia memilih untuk pergi bermain golf bersama rekan bisnisnya. Erce memanfaatkan situasi saat Ekram, Al dan Ara tidak sedang berada di rumah untuk menyusun rencana jahat.

 

“Hei sayang, ada apa denganmu? Seharian ini kau tak keluar kamar dan wajahmu terlihat murung,” ujar Burcu.

 

“Aku sedang kesal Ma!” sahut Erce ketus.

 

“Memangnya apa yang membuatmu kesal? Kau bisa menceritakan pada kami, mungkin kami bisa membantu mencari jalan keluar,” timpal Gohan.

 

“Tentu saja aku kesal dengan Ara, sudah berbagai cara kita lakukan untuk membuat Al membenci Ara dan menyingkirkannya dari rumah ini. Tapi lihatlah, Al justru semakin perhatian pada Ara apalagi Kakek Ekram,” sahut Erce meluapkan kekesalannya.

 

Semua terdiam mengangguk setuju dengan apa yang diucapkan oleh Erce, selama ini mereka juga sebenarnya sudah menyimpan rasa benci yang mendalam pada Ara. Mereka tidak sabar melihat Ara didepak dari rumah ini. Akhirnya mereka pun kembali menyusun sebuah rencana untuk menyingkirkan Ara.

 

Erce mempunyai ide untuk menjebak Ara dengan membuat seolah-olah ia mencuri perhiasan dan uang milik orang-orang di rumah ini. Semua anggota keluarga setuju dengan ide Erce, terutama Burce dan Tuba yang terlihat paling bersemangat. Malam itu ketika semua keluarga besar sedang berkumpul di ruang makan untuk menikmati makan malam, Erce berpura-pura naik ke kamarnya untuk mengambil sesuatu. Erce masuk ke kamarnya untuk mengambil uang dan perhiasan yang sudah ia persiapkan untuk menjebak Ara.

 

“Kali ini Al dan Kakek Ekram tidak akan memberi ampun untukmu karena sudah mencuri uang dan perhiasan di rumah ini,” gumam Erce sambil mengendap-endap masuk ke kamar Al dan Ara untuk meletakkan uang dan perhiasan itu di dalam laci meja rias milik Ara.

 

“Bagaimana, kau sudah meletakkan uang dan perhiasan itu?” tanya Burce setelah makan malam selesai.

 

“Tentu saja, kita lihat reaksi Al dan Kakek Ekram besok pagi saat mengetahui jika Ara adalah pencuri,” sahut Erce sambil tersenyum sinis.

 

Keesokan harinya, terdengar sebuah keributan dari ruang tengah. Burce dan Tuba terlihat panik dan mengatakan jika perhiasan mereka hilang. Semua orang kemudian sibuk mencarinya dan sengaja mengecek satu per satu kamar di rumah itu. Hingga akhirnya mereka mendapati sebuah kotak perhiasan di dalam laci meja rias Ara.

 

“Bu … Bukan aku yang mengambilnya, aku bahkan tidak tahu kenapa kotak perhiasan itu bisa ada di dalam laciku,” ujar Ara dengan nada suara bergetar.

 

“Kau tidak bisa mengelak lagi Ara! Sudah jelas bukti itu ada di dalam lacimu!” sahut Erce.

 

“Jangan sembarangan menuduh Erce! Dari kemarin Ara selalu berdua denganku, mana mungkin ia sempat masuk ke kamar Bibi Tuba dan Bibi Burce untuk mengambil perhiasan itu. Ah, tunggu biar aku tebak, atau jangan-jangan ini hanya ide kalian untuk menjebak Ara kan?” ujar Al emosi.

 

“Apa maksudmu, Al? Jadi kau sekarang malah balik menuduh kami?” timpal Tuba.

 

Terjadi perdebatan sengit antara Al dan anggota keluarganya, seolah Al sudah tau sikap dan perilaku keluarga Erce pada Ara. Al dan Ekram tak percaya begitu saja dengan tuduhan keluarga mereka terhadap Ara. Al seketika tidak menggubris ucapan keluarga besarnya dan mengembalikan perhiasan itu, ia lebih memilih untuk percaya pada Ara.

 

Dua bulan setelah kejadian itu, Al dan Ara justru terlihat semakin harmonis. Selain itu, Ara dan Kakek Ekra juga semakin dekat, terlihat setiap sore sambil menunggu Al pulang kerja, Ara selalu menemani Ekram mengobrol sambil menikmati secangkir teh di teras rumah. Ekrem mulai menyayangi Ara yang terlihat tulus merawatnya yang mulai sakit-sakitan.

 

“Sungguh aku merasa sangat bersyukur, Al bertemu dengan wanita yang baik sepertimu,” tutur Ekram.

 

“Kakek jangan berlebihan seperti itu, aku hanya berusaha menjadi istri yang baik untuk Al,” sahut Ara sambil tersenyum.

 

Malam pun tiba, Al masih terlihat sibuk dengan laptop yang beberapa berkas yang menumpuk di meja kerjanya. Ara hanya memandangnya dari kejauhan, tak berani mengganggu karena Al terlihat sangat serius. Ia kemudian masuk ke kamar yang menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Mendadak  Ara merindukan keluarganya, ia kemudian melirik ke jam dinding di kamarnya dan meraih ponsel. Ara menghubungi keluarganya di Indonesia dan berbicara panjang lebar.

 

“Ara, Bunda sangat rindu padamu, Nak. Bagaimana kabarmu di sana, baik-baik saja bukan?” ucap Bunda Ara melalui sambungan telepon.

 

“Ara baik-baik saja di sini, hanya saja terkadang aku merasa tidak nyaman,” sahut Ara dengan nada sedih.

 

“Kenapa sayang? apa yang terjadi padamu?” tanya Maya pada Ara, merasa penasaran dan khawatir.

 

“Keluarga besar Al tidak menyukai kedatanganku di sini, mereka selalu menyudutkan aku dan berusaha membuatku terlihat buruk di depan Al dan Kakek Ekram,” ujar Ara bercerita.

 

“Astaga, kenapa mereka jahat sekali. Ara dengarkan Bunda, kamu harus berani melawan mereka jika memang kamu tidak bersalah, jangan biarkan mereka menindasmu dan memperlakukanmu dengan semena-mena,” ucap Bunda Ara menasehati Ara.

 

Ara mengiyakan pesan Bundanya, setidaknya kini perasaan Ara sedikit lega karena bisa mengutarakan isi hatinya dan mengobati rindu pada keluarganya, terutama pada kedua adiknya yaitu Khansa dan Keyza. Ara segera menutup sambungan teleponnya ketika mendengar Al membuka pintu kamarnya untuk bersiap tidur.

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!