Ara & Al Bab 5

 

Malam panjang telah berlalu, berganti dengan sinar mentari pagi yang terbit dari ufuk timur menyambut hari baru. Rumah ini sudah mulai ramai dengan para pelayan yang mengerjakan tugasnya masing-masing. Afet sebagai kepala pelayan di rumah ini sibuk di dapur menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga besar di rumah ini.

 

Sedangkan anggota keluarga yang lain satu persatu sudah menunggu di meja makan untuk sarapan pagi sebelum memulai aktivitas mereka. Lain halnya dengan dengan pintu kamar Al dan Ara yang terlihat masih terkunci rapat dari dalam.

 

“Sarapan pagi sudah siap, Tuan,” ucap Afet pada Ekram yang masih duduk di teras rumah sambil membaca koran.

 

“Apa yang lain sudah berkumpul di meja makan?” tanya Ekram.

 

“Semua sudah menunggu Anda di meja makan, Tuan” sahut Afet.

 

“Baiklah,” ucap Ekram.

 

Ekram mengangguk dan beranjak dari kursinya menuju ke meja makan. Saat semua anggota keluarga  sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan, Ekram masih menoleh ke kanan kiri karena tak melihat Al dan Ara. Tuba sempat menegurnya, namun jawaban yang keluar dari mulut Ekram justru membuat anggota keluarga lain merasa kesal.

 

“Apa yang kau cari?” tanya Tuba.

 

“Kenapa Al dan Ara belum terlihat pagi ini?” tanya Ekram.

 

“Sudahlah, kau terlalu sibuk mengurusi mereka,” sahut Tuba kesal.

 

“Iya benar, lagipula tak masalah bukan jika kita sarapan tanpa mereka,” timpal Erce dengan nada ketus.

 

Saat mereka sedang berdebat kecil, tiba-tiba Afet berceletuk yang membuat Kakek Ekram tersenyum. Afet memang sudah lama menjadi pelayan di keluarga ini dan termasuk dekat dengan Ekram, jadi ia sudah terbiasa bergurau dengan mereka. Namun gurauan Afet justru membuat Erca merasa geram.

 

“Aku rasa itu hal yang wajar, Tuan. Sepasang pengantin baru terkadang suka lupa waktu, mereka menganggap dunia hanya milik berdua,” celetuk Afet sambil menuangkan jus jeruk ke dalam gelas.

 

“Hahaha … Ya, kau benar juga, Afet,” sahut Ekram tertawa.

Mendengar hal itu, seketika hati Erca semakin menjadi panas karena rasa cemburu yang menguasai dirinya. Ia sontak mengepalkan kedua tangannya di bawah meja karena merasa kesal. Burcu yang menyadari hal itu, sengaja memancing Ekram dan anggota keluarga lain untuk memojokkan Ara. Namun, Ekram selalu berusaha untuk membela Al dan Ara yang membuat anggota keluarga lain semakin kesal.

 

“Kenapa Ara tidak sopan sekali, ia seharusnya tidak membuat kita menunggu begini,” ucap Burcu.

 

“Aku sudah menduga, ia mulai bertindak sesuka hati di rumah ini, apakah ia tidak menyadari jika ia adalah pendatang di rumah ini,” timpal Tuba.

 

“Sudahlah, biarkan saja mereka menghabiskan waktunya. Lagipula mereka berdua masih pengantin baru. Afet, kau bisa sisakan makanan untuk mereka berdua,” sahut Ekram membela Al dan Ara.

 

“Kakek selalu saja membela mereka berdua sampai mengesampingkan kebiasaan di keluarga kita. Bukankah Kakek yang mengajari kami semua untuk selalu tepat waktu, jika begitu apakah bukan pilih kasih namanya?” ujar Erce yang sudah tak bisa lagi menahan kekesalannya.

 

“Berhenti untuk terus memojokkan mereka berdua, Erce. Jangan membuat suasana meja makan di pagi hari ini menjadi runyam,” tegas Ekram.

 

Sinar matahari mulai menembus kaca jendela kamar Al. Perlahan Ara membuka matanya yang masih terasa berat. Al dan Ara baru saja terbangun dari tidurnya. Ara sontak terkejut saat melihat jam di layar ponselnya,  ia ingin segera beranjak dari tempat tidur namun sempat ditahan oleh Al. Pria itu masih ingin menghabiskan waktu berdua di atas tempat tidur bersama Ara.

 

“Kau mau kemana?” tanya Al sambil menarik tangan Ara.

 

“Bukankah ini sudah waktunya sarapan pagi? Bagaimana jika Kakek dan lainnya sudah menunggu kira di bawah?” tanya Ara panik.

 

“Oh ayolah, kau tak perlu panik begitu. Aku rasa mereka sudah paham kenapa kita berdua bangun kesiangan dan terlambat ikut sarapan pagi. Aku masih ingin menghabiskan waktu denganmu di sini,” sahut Al sambil menggoda.

 

“Kau sudah gila!” ujar Ara.

 

Al tertawa melihat tingkah Ara yang mendadak panik di pagi hari. Ara kemudian menarik tangan Al agar ia mau bangun. Karena Ara terus memaksa akhirnya Al bangun dan menuruti permintaan Ara. Mereka segera mandi dan bersiap-siap lalu turun ke meja makan dan bergabung dengan yang lainnya.

 

Beberapa saat kemudian Ara dan Al muncul, wajah Ara terlihat merah merona karena tersipu malu karena Al yang selalu menempel padanya. Ekram tersenyum melihat tingkah mereka berdua, dan mempersilahkan mereka duduk untuk menikmati sarapan pagi. Lain halnya dengan anggota keluarganya yang menatap mereka berdua dengan tatapan sinis.

 

“Akhirnya kalian keluar juga dari kamar, mari silahkan duduk dan nikmati sarapan pagi ini,” ujar Ekram.

 

“Maafkan kami terlambat karena bangun kesiangan,” ujar Ara yang merasa tidak enak hati karena membiarkan mereka semua menunggu.

 

“Tidak apa, kami bisa memakluminya kalian berdua kan pengantin baru,” sahut Ekram sambil tertawa kecil.

 

Erce tak bisa berhenti memandang Ara dengan tatapan sinis penuh kebencian, begitu pula dengan anggota keluarga yang lain. Ucapan Erce beberapa waktu lalu tentang keburukan Ara semakin membuat mereka membenci Ara. Apalagi melihat sikap Ekram yang begitu memanjakan Ara dihadapan mereka semua.

 

“Kebiasaan keluarga kami selalu tepat waktu dalam hal apapun, harusnya kau bisa mengikuti kebiasaan di dalam keluarga ini,” tutur Burce.

 

“Eh … Sekali lagi aku minta maaf,” ujar Ara sambil membungkukkan badan.

 

“Ini hanya soal terlambat ikut sarapan pagi, kenapa serius sekali mendebatkan hal yang tak terlalu penting,” sahut Al dengan nada datar.

 

Ucapan Ara yang minta maaf karena terlambat tidak digubris oleh anggota keluarga yang lain. Justru Burcu terus menyindir mereka berdua tapi Al tidak peduli. Erce kembali menggunakan senjatanya untuk berusaha menyudutkan Ara, namun Al seolah menjadi benteng perlindungan bagi Ara. Hal itu membuat Erce semakin cemburu dan suasana di meja makan mendadak jadi canggung.

 

“Sebenarnya kami berdua masih ingin bersama di dalam kamar, namun karena Ara merasa lapar jadi terpaksa kami harus turun dan ikut sarapan pagi,” ucap Al sengaja untuk membuat anggota keluarga lain semakin kesal.

 

“Al! Kenapa kau berkata seperti itu,” bisik Ara yang merasa.

 

“Kau tak perlu malu untuk mengakuinya, sayang. Bukan begitu Kakek?” ucap Al.

 

 “Hahaha … Kau ini selalu begitu,” sahut Ekram tertawa kecil.

 

Ekrem dan Afet tersenyum mendengar ucapan Al, sedangkan anggota keluarga yang lain menikmati sarapan paginya dengan perasaan kesal. Terutama Erce, ingin rasanya ia beranjak dari meja makan ini karena merasa muak melihat kemesraan Al dan Ara. Namun Erce hanya bisa menahannya karena tak ingin menunjukkan rasa kesalnya di depan Ekrem.

 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!