"Kau sama sekali tidak percaya padaku?" tanya Ara dengan tatapan mata nanar.
Al masih diam membisu, hal itu justru semakin membuat Ara kecewa. Ia. segera berbalik badan dan menuju pintu keluar. Namun tangan Al sudah lebih dulu meraih lengan Ara. Al berusaha menahan Ara, supaya ia tidak pergi.
"Lepaskan aku!" ucap Ara sambil menahan tangis.
"Tunggu dulu Ara, dengarkan aku," sahut Al.
"Apa lagi yang harus kudengar? Kau bahkan tidak percaya dengan kebenaran yang aku ucapkan," ujar Ara
"Aku tahu semuanya Ara!" teriak Al.
Ara seketika menghentikan langkahnya, tubuhnya seolah kaku membeku. Perlahan Al berjalan mendekat ke arah ya dan memegang pundaknya dari belakang. Entah kenapa, Ara tak bisa membendung air matanya.
"Maafkan aku, bukannya aku tak percaya padamu. Tapi sudah tau kebenarannya sekarang," ucap Al berbisik pada Ara.
Ara seketika memutar badannya, kini matanya sudah beradu tatap dengan mata Al. Semua rasa amarah, kecewa, dan penasaran beradu menjadi satu dalam diri Ara. Ia merasa heran, jika Al sudah tau tahu siapa yang sebenarnya menaruh racun itu, lalu kenapa masih terlihat menyalahkan Ara.
"Jadi kau sebenarnya sudah tahu? Lantas kenapa kau diam saja dan justru menyurutkan aku di depan keluarga besarmu?" tanya Ara dengan penuh amarah.
"Aku tahu apa yang aku lakukan sudah menyinggung dan menyakiti perasaanmu, tapi aku bisa menjelaskan semuanya," sahut Al berusaha untuk menenangkan.
Al kemudian mengajak Ara duduk untuk bicara empat mata. Menjelaskan semuanya jika sebenarnya ia dan Ekram sengaja melakukan ini semua untuk mencari siapa pelaku sebenarnya. Dari awal, Al dan Ekram sudah curiga dengan gerak-gerik salah satu anggota keluarganya sejak Ekram dilarikan ke rumah sakit. Mereka seolah menyadari ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh mereka.
"Aku dan Kakek sengaja melakukan ini semua, maaf jika aku harus menjadikan dirimu kambing hitam dalam kejadian ini," tutur Al dengan rasa bersalah.
"Tapi kenapa kau melakukan ini semua?" tanya Ara kesal.
"Aku tahu Tuba dan sekutunya bukan orang-orang yang bodoh, mereka sangat licik jadi aku harus berhati-hati untuk mencari tahu siapa pelaku sebenarnya agar mereka tak menghilangkan bukti atau jejak yang ada," sahut Al.
Ara menghela nafas panjang, ia tak menyangka jika Al melakukan ini semua demi mencari sebuah kebenaran. Namun, Ara juga tak bisa menyalahkan Al sepenuhnya. Ara berusaha untuk menenangkan dirinya dan memahami bahwa apa yang dilakukan oleh Al juga demi kebaikan Ara agar keluarga besarnya tak lagi mengusik Ara.
"Jadi, apakah masih ada yang kau sembunyikan dariku?" tanya Ara.
"Aku dan Kakek memang sudah curiga sejak awal, tetapi belum ada bukti yang tepat untuk memojokkan Tuba dan sekutunya. Karena itu, kami terpaksa harus bersandiwara untuk mencari tahu siapa yang ingin menyingkirkan dirimu dan merusak hubungan kita. Sudah itu saja yang aku lakukan, tidak ada hal lain yang aku sembunyikan darimu," sahut Al berusaha meyakinkan Ara.
" Benarkah? Bisakah aku mempercayai semua ucapanmu?" tutur Ara sambil menatap mata Al dalam-dalam.
"Tentu saja sayang, aku tak mungkin melakukan ini semua tanpa alasan. Ini semua demi dirimu. Satu hal yang harus kau tahu, aku sangat mencintaimu dan aku tak ingin ada satu orang pun di dunia ini yang membuatmu terluka, bahkan jika itu keluargaku sendiri," jawab Al.
Ara tertunduk, seketika ada rasa bersalah yang menyelimuti hatinya. Ia paham jika Al dan Kakek Ekram sangat tulus menyayangi dirinya. Tapi yang membuat Ara sedih adalah, kenapa harus Kakek Ekram yang menjadi bahan untuk menyingkirkan dirinya dari kehidupan Al, bahkan melakukan hal yang hampir merenggut nyawa Kakek Ekram.
"Kenapa kau diam, Ara?" tanya Al.
"Aku merasa bersalah karena keberadaanku di sini justru membuat Kakek hampir kehilangan nyawanya," tutur Ara.
"Sayang, jangan bicara seperti itu justru Kakek sangat bahagia dengan kehadiranmu. Kau tahu kan, dia sangat menyayangimu," ujar Al.
Al mendekatkan tubuhnya dengan Ara hingga ia dapat melihat jelas kedua mata Ara yang berbinar-binar karena air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Ia memegang tangan Ara dan meyakinkan padanya bahwa semua akan baik-baik saja dan kembali normal seperti biasa.
"Dengarkan aku, mulai sekarang kau tak perlu takut dan khawatir. Aku dan Kakek ada di pihakmu dan kami percaya padamu. Tapi untuk sementara ini, aku harus pura-pura bersikap buruk padamu di depan Tuba dan yang lainnya agar kami bisa menemukan siapa pelaku sebenarnya," ujar Al.
" Baiklah, aku akan mengikuti cara permainanmu. Tapi berjanjilah padaku untuk tak pernah meninggal aku sendirian dalam menghadapi mereka," sahut Ara.
" Tentu sayang, kau bisa pegang janjiku," ujar Al sambil mencium kening Ara.
Ara kini mulai mengerti, perasaannya sudah sedikit lega dan merasa bahagia. Entah karena merasa terharu ia tiba-tiba menangis. Akhir-akhir ini Ara memang mendadak cengeng, entah karena ia sedang rindu dengan keluarganya ataupun karena masalah yang sedang ia hadapi di rumah Al.
"Mengapa kau masih terlihat sedih?" tanya Al sambil mengusap air mata Ara.
"Entahlah aku merasa bahagia karena ternyata kau masih percaya padaku, tapi di satu sisi aku juga sedih kenapa Bibi Tuba dan keluargamu yang lain begitu membenciku bahkan sampai melakukan hal buruk seperti itu," sahut Ara sambil menangis tersedu.
Al kemudian berusaha untuk menghiburnya dengan cara menggodanya. Al mengajaknya untuk bercinta di dalam kantornya. Awalnya Ara menolak karena khawatir jika ada yang melihat mereka.
" Ayolah sayang, kau sudah jauh-jauh datang ke kantorku, tidak masalah bukan jika kita melakukannya pada siang hari di sini," ucap Al menggoda.
"Apa kau gila? Bagaimana jika ada karyawan yang melihatnya. Mereka pasti akan berpikir jika bosnya adalah orang yang mesum," sahut Ara.
"Hahaha… Tidak masalah, aku berbuat mesum pada istriku sendiri. Atau kau mau jika aku berbuat mesum dengan wanita lain?" ujar Al sambil tersenyum nakal.
"Coba saja kalau berani, akan kupatahkan lehermu," jawab Ara dengan tatapan mata menerkam.
Al tertawa mendengar ucapan Ara barusan, ia tak menyangka jika ternyata istrinya begitu posesif. Setelah beberapa lama Al membujuknya, akhirnya mereka bercinta di kantor. Al mengunci pintunya dari dalam dan menghempaskan tubuh Ara di sofa samping meja kerjanya.
Cuaca diluar memang sedang panas karena terik sinar matahari tepat berada di atas kepala. Namun suasana di dalam ruangan kantor Al jauh lebih panas dengan suara ******* yang menggema pada tiap sudut ruang kerjanya. Sempat beberapa kali terdengar suara ketukan pintu dari arah luar, tapi Al tak menggubrisnya dan lebih memilih untuk melanjutkan permainannya. Hingga akhirnya mereka sudah berada di puncak kenikmatan dan menghentikan kegiatannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments