BAB 14 ~ Kemunculan Tosi ~

Dua truk berjalan beriringan menuju pabrik kelapa sawit mini yang kerap Lastri kirim buah sawit. Namun, baru kali itu Lastri rasakan konvoi dalam membawa tandan buah segar. Ia berada dibelakang, tengah mengikuti truk yang dikendarai oleh Awal.

Selain bertujuan mengawasi, Lastri juga agak khawatir truk yang dikendarai Awal terlihat amat tinggi bumbungannya. Selain itu, Lastri juga ingin pelajari teknik setir yang dimiliki Awal. 

Adalah Mulyanto yang ada dibalik kejadian itu. Ia berikan beberapa referensi pemilik kebun potensial pada Lastri. Jika diambil rata-rata maka tingkat kepemilikan mereka adalah seluas kebun orang tua angkatnya yang ia kelola sekarang. 

Bahkan ada pemilik yang lahan kebunnya di atas dua puluh hektar. Atau hampir tiga kali lipat lebih luas dari kebun milik orang tua angkatnya. Dan ia kuasai pengolahan hasil panennya.

Beliau merupakan pejabat yang baru saja pensiun, dan mantan pimpinan Mulyanto. Setelah berdinas lebih dari empat belas tahun di lain propinsi, beliau pilih untuk kembali. Sekarang Dia tinggal di ibukota kabupaten, dan hanya sekali-sekali saja datang untuk melihat kebun. 

Rencana Mulyanto, Lastri akan ia daulat menjadi penanggung jawab kebun itu. Dan banyak kebun lainnya di masa mendatang. Mulyanto pernah keluarkan suatu hitungan kebutuhan lahan kebun untuk dapat tutupi kebutuhan PKS mini pimpinan Tiwi itu.

Setidaknya butuh 1000 sampai dengan 2000 hektar. Sebuah perhitungan ekstrim dengan mempertimbangkan kondisi musim  kemarau terburuk yang pernah terjadi. Sedangkan hitungan Armen kisaran 1300  hektar lebih pada kondisi normal.

Bukan tanpa alasan Mulyanto membantu Lastri. Selain anggap Lastri cekatan, punya integritas dan jujur. Ia juga butuh orang yang dapat diajak kerjasama. Dan Lastri dirasa memiliki seluruh kriteria itu. 

Mulyanto ingin jadikan Lastri mitra dalam berdagang pupuk. Sering hilangnya pupuk subsidi, membuat Mulyanto Ingin hadirkan produk alternatif. Dengan koneksi yang ia miliki, Mulyanto mampu datangkan produk pupuk yang bersaing dalam harga dan mutu.

"Wal, kamu bisa pulang saja!" 

"Oke Las!"

Lastri memang terkesan seperti tidak bisa menghargai orang yang lebih tua. Sesuatu seperti melarangnya. Ruh Gema terlalu kua dalam hal itu. Sepertinya Ruh Gema hanya menghargai kedudukan seseorang. Kalau hanya sekedar teman, maka ia akan sebut nama saja.

"Nanti kamu minta upah kamu sama Ibu!"

"Oke, Kamu ada pesan ke Ibu nggak?"

"Bilang saja kalau saya mau ngobrol sama manajer disini dulu!"

Memang setelah muatan bongkar otomatis tidak ada lagi yang harus dikerjakan Awal. 

Lastri paham ada baiknya Awal lebih cepat pulang. Dengan begitu kesempatan Awal dapat trayek lain akan lebih besar. 

Lastri harap Awal akan dapat tambahan uang pada hari itu. Adapun upah yang Awal harap saat itu adalah kebijakan dari Lastri. Sebab uang pembayaran yang sesungguhnya baru akan dibayarkan pabrik esok hari melalui transfer bank.

Ada kesamaan antara Lastri dan Pratiwi. Tiwi, untuk panggilan akrabnya. Mereka sama berstatus seorang janda. Bedanya ia janda cerai dengan satu anak yang tengah beranjak dewasa. 

Ya, putri Tiwi berstatus mahasiswi. Tiwi tumbuh kembangkan Angela seorang diri, bahkan sejak sekolah dasar. Benar-benar seorang single mom yang tangguh. Lain halnya dengan Lastri, janda yang bahkan belum pernah menikah.

Tiwi berpenampilan sangat dewasa, selain faktor umur juga karena jabatannya yang diembannya. Meski begitu tetap saja Lastri menyebut dirinya hanya dengan sebutan Tiwi, tanpa embel-embel lain. Untungnya Tiwi membolehkannya. Bagi Tiwi memang tak ada ruginya. 

Selain merasa lebih dekat, dipanggil nama membuat ia merasa lebih muda.  Seolah mereka sepantar atau selisih umur sedikit. Bahkan Tiwi selalu anggap Lastri sebagai rekan sejawat. Satu kesatuan dalam unit orang tua tunggal. 

"Banyak yang Kamu kirim hari ini ya Las?"

"Iya Wi!*

"Dapat ngerampok kebon yang mana?"

"Ngerampok? sembarangan!" Lastri protes dengarkan candaan Tiwi, "gara-gara Pak Mul!'

"Maksud Kamu?"

"Dapat referensi dari Dia!"

"Terus orangnya udah setuju kalau kamu yang urus kebonnya?"

"Besar sih kemungkinannya, lebih lagi kalau saya ambil pupuk dari Dia!" Lastri tertawa dalam mengungkap keinginan Mulyanto sebagai pamrih padanya.

"Eh tapi beneran lho pupuknya bagus!" ujar Tiwi.

"Bener sih, Tapi sayang belum boleh utang!" 

Lalu mereka tertawa lagi. Kali ini lebih panjang malah. Tiwi amat senang kalau hari itu ia dapatkan pasokan yang lebih banyak dari biasanya. Ada harapan jika produksi CPO-nya akan lebih banyak dari bulan kemarin.

"Wi, kalau masuk buah delapan belas ton kayak sekarang, Kita pakai boiler berapa?" tanya Lastri penuh rasa ingin tahu, "pakai 2 atau masih 1?" tanya Lastri.

"Tetap satu!"

"Kenapa?"

"Penghematan biaya produksi!"

Lastri sengaja bertanya seperti itu tak lain ingin buktikan perkataan Armen. Dalam suatu perbincangan Armen amat yakin jika PKS mini itu tidak akan aktifkan ketel uap kedua kalau belum diatas delapan puluh persen kuota bahan baku sawit terpenuhi. 

Benar apa yang dikatakan Armen. Walau sudah lebih dari Lima puluh persen bahan baku yang dibawa Lastri, tetap mereka tak aktifkan boiler kedua. Berdasarkan teori yang Armen pernah pelajari, boiler harus hidup selama 24 jam. Untuk menjaga CPO mereka yang telah jadi dari kebekuan. 

Atas dasar itu maka Tiwi lebih pilih untuk memproses buah sawit yang tersisa esok hari. Toh buah yang masuk besok tidak akan lebih dari lima puluh persen. Dari penjelasan itu Lastri dapat kesimpulan bahwa pasokan bahan baku terbesar saat ini adalah dari dirinya. 

Maka tak heran bila Tiwi selalu berupaya untuk berikan kontrak eksklusif padanya. Lastri pernah melihat bahan baku yang masuk hanya brondolan. Jika seperti itu harus dengan apa pabrik tetap panaskan ketel uap mereka.

Ketel uap atau boiler adalah inti utama dari pabrik kelapa sawit mini. Bahkan pabrik besar sekali pun masih ada yang seperti mereka. Masih belum bisa mengandalkan listrik seluruhnya. Karena pada dasarnya bahan bakar utama dari ketel uap itu ialah ampas sisa produksi dari tandan buah segar. Biasanya berbentuk cangkang dan bubuk ampas yang telah mengering. 

Dari balik kaca Lastri dapat melihat Tosi. Salah satu anggota kawanan pemerkosa dirinya. Pengendara RX-King dengan tangki  berwarna kuning itu yang lakukan tugas pengintaian terhadap dirinya dulu. 

Telah beberapa kali Lastri melihat orang itu di sana. Khususnya di area produksi dekat dengan ketel uap. Beruntung Tosi tak sedikit pun ingat padanya. Mungkin selama lakukan aktivitas membawa truk atau ketika di area pabrik Lastri selalu gunakan topi. 

Lastri tidak sembunyikan identitas dirinya pada Tosi saja. Namun, Lastri ingin dirinya lebih aman berada di luaran sana. Ia tidak ingin mudah dikenali sebagai wanita. 

Sungguh bekerja sebagai supir truk wanita sangat tidak mudah. Lastri dituntut mampu untuk melindungi dirinya sendiri. Sehingga Lastri harus jaga sikap yang sifatnya dapat memancing laki-laki untuk mencederai harkat dan martabat dirinya sebagai wanita.

"Itu siapa Wi nama karyawan kamu?"

"Namanya Santoso, Tosi!"

"Dia dah lama kerja disini?"

"Lebih tepatnya orang yang punya kuasa disini!"

*Dia anak buah Kamu kan?"

"Dia pengawas dari calon penguasa tunggal di pabrik ini!"

"Bisa terangin nggak apa maksudnya?"

"Dia itu kutu busuk di pabrik ini!"

"Kenapa begitu?"

"Dia keponakan Wahid, bos Lori Merah!"

Tiwi terangkan perihal keberadaan Tosi di pabrik. Tentang Tosi yang dianggap kutu busuk. Hewan kecil penghisap darah dari hewan yang ditumpanginya. 

Ia adalah mata-mata yang ditanam Wahid. Tugasnya melarang petani dan supir truk memasukkan hasil panen mereka PKS mini tersebut. Tosi juga tidak segan beri ancaman pada semua pengirim buah sawit ke PKS. 

Tosi keponakan Wahid, Lastri baru tahu itu. More dan Tosi miliki hubungan sepupu. Walau Tosi lebih tua, tapi karena More lebih kaya maka jadilah ia kacung bagi More. Lastri dapat mengingat dengan baik peran yang dilakukan Tosi pada peristiwa itu.

"Las, lain kali bawa anak kamu dong!" Perkataan Tiwi memecah renungan Lastri.

"Apa Wi?"

"Bawa Gya jalan-jalan kesini!"

"Bisa sih, kemarin udah beli car seat juga!" 

Ya udah apa lagi coba?"

"Emang kamu mau siapin apa Wi?"

'Apa kesukaan Gya!"

"Es krim! Coklat?"

Lastri tahu maksud tujuan Tiwi. Meminta ia untuk tetap membawa hasil panen kebun orang yang lain. Keinginan Tiwi tuk jadikan Lastri supplier tunggal makin menggelora. Hanya Lastri selama ini yang berani kirim buah padanya. 

Petani lokal tak ada lagi yang berani pada lapak Lori Merah. Apakah karena Lastri pernah lakukan pemukulan terhadap kelompok mereka. Rasanya tidak. 

Lastri aman sejauh ini karena pertama kali antarkan buah bersama Mulyanto. Orang yang ditunjuk dan dipercaya kementerian dan salah satu BUMN.  Sebagai petugas yang bertanggung jawab penuh atas PKS mini itu. 

Wahid butuh Mulyanto dalam hal berikan persetujuan dalam upaya ambil alih pabrik. Sejauh ini pihak manajemen Lori Merah telah melakukan penawaran sebanyak tiga kali. Atas dasar PKS mini itu tidak berikan manfaat pada masyarakat sekitar. 

Tidak menutup kemungkinan Lori Merah ingin membeli PKS mini itu. Dengan harga murah tentunya. Itu sebabnya Lori Merah berupaya ciptakan rasa was-was di PKS mini itu.

...☘️☘️☘️ ~~ Bersambung ~~ ☘️☘️☘️...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!