Perlahan Lastri jalankan truk di sisi jalan berbatu itu. Ada kalanya roda belakang truk melindas bahu jalan yang tak tertutup aspal. Debu tanah pun beterbangan. Lastri dapat dengan jelas melihat bagaimana debu itu mengepul, membumbung semakin tinggi melalui kaca spion.
Lastri coba mengingat-ingat lokasi persis dimana hasil kebun ayah angkatnya biasa ditumpuk. Biasanya tukang dodos letakkan hasil panen kebun di depan jalan memakai troli bangunan. Agar mudah diangkut ke atas truk.
Tukang dodos, julukan yang diberi pada tenaga harian lepas. Mereka diperintah dan dibayar mandor atau pemilik kebun secara langsung untuk lakukan panen kebun sawit. Tugas mereka memetik dan menaikkan hasil panen ke atas truk, atau alat angkut lainnya Adapun hasil kebun berupa bongkahan buah sawit biasa disebut TBS, tandan buah segar.
Segera Lastri hentikan laju truk setelah ia melihat Wagiso ada di antara kerumunan banyak orang. Wagiso adalah pimpinan buruh dodos yang diberi kepercayaan oleh Wasis. Sejak panen buah persik, Wagiso telah ditunjuk menjadi pemimpin proses panen di kebun milik Wasis.
Lastri turun dari truknya, lalu lambaikan tangan seraya memanggil Wagiso. Orang yang dipanggil Lastri sempat terlihat ragu sebentar. Lalu mendekat dengan cepat ke arah Lastri setelah pastikan bahwa truk itu memang milik mantan bosnya.
Ada yang aneh hari itu. Ada alat timbang di sana. Biasanya Wasis hanya lakukan proses timbang hanya satu kali. Sebelum sawit dibongkar di pabrik langganannya.
"Kenapa ada timbangan Pak?"
"Iya Mbak, soalnya mau dibawa ke lapak yang dekat!"
"Lho kok bukannya langsung pabrik?"
"Tonasenya kurang!"
"Biasanya Bapak langsung bawa aja ke pabrik!'
"Iya Mbak, sayanya yang nggak ngerti kalau langsung ke pabrik!"
Lastri curiga jika Wagiso telah diintimidasi oleh kelompok itu. Sepanjang Lastri tahu pihak pabrik tidak pernah batasi tonase. Jika memang jumlah buah sawit kurang, si pengirim sendiri yang rugi terkena ongkos jalan yang tidak sesuai.
Seorang di antara mereka yang memakai seragam datang hampiri Wagiso. Lalu bertanya mengapa truk Lastri ada di sana. Wagiso beri jawaban mobil truk yang Lastri bawa adalah milik yang punya kebun. Dan dirinya sebagai putri pemilik kebun. Lastri pun terharu dengarkan pengakuan Wagiso akan dirinya.
Lalu orang itu kembali ke kelompoknya. Tampak sekali ia tak puas akan jawaban Wagiso. Kemudian mereka tertawa, ada juga yang sambil menunjuk-nunjuk ke arah Lastri.
Lastri coba untuk tidak pedulikan tingkah laku atau perlakuan orang-orang itu padanya. Agaknya kedatangan Lastri telah membuat gagal rencana mereka dalam mengolah hasil panen sawit orang tua angkatnya. Lastri mampu mencium ada hal yang tidak beres di sana.
"Pak, saya nggak mau pakai tenaga orang itu kalau panen lagi!"
"Emangnya kenapa Mbak?'
"Ini lho Pak berondolannya kok nggak ikut dikumpulin!" Lastri menunjuk ke arah buah sawit yang berceceran.
"Sistemnya beda Neng!" Teriak orang tadi dengan nada yang tidak sopan.
Reaksi Lastri setelah dengarkan celoteh orang yang tak memiliki sopan santun itu adalah menegur Wagiso secara langsung. Bukan karena pribadi Wagiso, tapi lebih pada gagalnya memilih mitra bisnis yang salah. Curang dan tidak bisa menghargai dirinya sebagai pemilik kebun. Jika terhadap pemilik kebun saja sudah berani dan kasar begitu, bagaimana sikapnya terhadap Wagiso dan buruh lainnya.
"Jadi gimana Mbak, apa mau dimuat sekarang?" Jelas sekali Wagiso tunjukkan penyesalannya dan rasa tidak enak.
"Ya mau gimana lagi!"
"Orangnya minta uang rokok dulu Mbak Lastri?"
"Berapa?"
"Sembarang Mbak aja!"
Lastri benar-benar kesal. Rasa kesalnya baru saja naik ke level selanjutnya. Tapi ia bisa tahan emosinya.
Lastri berikan dua lembar uang pecahan sedang pada orang tua itu. Wagiso pun segera berikan uang itu pada orang yang berseragam tadi. Lastri dapat lihat dengan jelas baju seragam yang orang itu pakai dari sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengepul buah sawit. Sangat mirip dengan yang dipakai Yudi, si pengkhianat.
Selagi truknya memuat buah sawit, Lastri pandangi kernel yang tidak dikumpulkan itu Lastri taksir ada sekitar 20 hingga 30 kilo. Sayang sekali tak bisa dijadikan uang, karena tidak ikut dinaikkan ke atas truk.
Alasan mereka tanah yang terbawa akan turunkan nilai sortasi. Hingga membuat pengiriman buah sawit ke pabrik ditolak. Sungguh mengada-ada dalam membuat suatu alasan. Jika proses sortir baik dan jujur tentu saja tidak akan turunkan mutu kiriman buah sawit ke pabrik.
Lastri pernah diberitahu Wasis istilah untuk buah sawit yang brondolan. Bagi orang yang paham sawit, mereka sebut dengan nama kernel. Kernel adalah buah sawit terbaik dalam satu tandan. Bahkan untuk tahu satu tandan telah layak panen, yaitu dengan cara perhatikan jumlah buah sawit yang rontok di tanah.
Buah sawit yang telah masak sempurna sangat mudah lepas dari tandannya. Agak lama terkena matahari saja terkadang juga membuat lepas dari tandannya. Herannya kali ini oleh tukang dodos baru justru tidak kumpulkan, malah terkesan diabaikan.
Biasanya kernel ditumpuk hingga seperti gunung atau dimasukkan karung. Hal itu akan mengurangi tingkat kekotoran. Baru setelah itu diangkut ke dalam truk dengan cara dilempar dari bawah. Diayun oleh dua orang secara bersamaan gunakan karung atau kain sebagai landasan lontar.
Lastri berikan sisa upah panen, angkut, dan muat. Total biaya panen mencapai 25 persen dari harga beli sawit pihak pabrik. Jika harga sawit membaik upah tukang dodos berkisar setara 18 sampai dengan 21 persen dari harga terima TBS di pabrik.
Lastri kemudikan mobilnya dengan perasaan jengkel. Ia sangat benci pada kecurangan. Tak tahu apakah rasa benci itu sifat asli Lastri atau berasal dari Ruh Gema, yang terusik melihat adanya kecurangan.
Selang sepuluh menit Lastri berbalik. Truk milik almarhum Wasis itu kembali melintas di tempat yang sama. Lastri memang dari tadi telah bermaksud untuk lakukan hal itu. Ia penasaran dengan hasil kebun yang jauh berbeda.
Lastri ingat pada Gianto, polisi lalu lintas dengan pangkat brigadir kepala. Gianto pernah perlihatkan bukti bayar buah sawit dari pabrik. Dengan jelas Lastri dapat lihat berat total tonase TBS saat itu. Dan kini jumlah tonase sawit di bak truknya hanya ada di bawah angka tujuh puluh persen dari nota yang pernah ia lihat sebelumnya.
Lastri benar-benar ingin buktikan culasnya para tukang dodos tadi. Terlebih pada pria berseragam perusahaan sebuah pengepul sawit. Lastri merasa bahwa orang itu lebih cocok berprofesi sebagai calo buah sawit. Lastri semakin yakin bahwa seragam itu sama dengan baju kerja yang pernah Yudi pakai saat menjenguk dirinya.
Lastri tiba di depan pos penjagaan pabrik pukul sepuluh pagi. Tak ada masalah yang berarti di sana. Semua prosedur telah baku dijalankan oleh setiap bagian operasional.
Dengan tertib Lastri ikuti segala tahapan sesuai alur pengiriman buah sawit. Dimulai dengan mengambil surat pengantar di pos sekuriti, jembatan timbang, juga proses sortir yang dilakukan serikat pekerja pada pabrik itu. Sortir dinyatakan selesai ketika kepala sortir berikan tanda terima untuk diserahkan lagi ke petugas yang ada di jembatan timbang.
Tak begitu banyak buah sawit yang ditolak. Hanya beberapa tandan yang kurang biji atau tampak kosong. Tandan buah segar yang ditolak diangkut kembali ke atas truk oleh petugas sortir.
Tolakan sedikit bukan karena tukang dodos yang dipilih Wagiso bagus. Tapi lebih ke almarhum Wasis yang telah ajarkan Wagiso cara menilai buah yang matang. Juga periode panen tiga mingguan yang dipilih berimbas buah sawit banyak yang telah matang sempurna. Wasis telah buat standar tinggi dalam proses panen kebun miliknya.
Setelah proses sortir Lastri kembali ke jembatan timbang. Kali ini menimbang truk hanya dengan tiga tanda buah segar yang dinaikkan lagi oleh petugas sortir. Selisih berat dan beberapa potongan yang sesuai ketentuan pabrik di perhitungkan.
Selesai dari bagian timbang Lastri diberi sebuah nota. Mirip yang diperlihatkan oleh Gianto saat itu. Di nota tertera data-data bukti pengiriman sawit, bobot dan jumlah uang dibayarkan sebelum potongan pajak dan lainnya.
Karena Lastri supir untuk pertama kalinya, bagian keuangan tawarkan pilihan dalam pembayaran. Apakah tunai atau melalui bank. Lastri pun memilih mekanisme bank. Sesuai dengan arahan Murni sebelum ia berangkat tadi pagi.
Proses bongkar TBS berlangsung cepat, jadi faktor utama sebab Lastri keluar dari pabrik lebih cepat dari perkiraan. Karena truk Lastri bertipe truk dump. Jenis truk yang dapat menuang muatan dengan kekuatannya sendiri.
Lastri benar-benar ingin meniru almarhum Wasis. Dalam perjalanan pulang ke rumah Lastri sempatkan untuk mampir di lapak sawit langganan Wasis. Lastri bermaksud menemui pemilik lapak dan perkenalkan dirinya sebagai pengganti Wasis. Sayang pemilik lapak sedang keluar, Lastri pun hanya ditemui seorang pekerjanya.
Tak banyak yang harus dibicarakan, hanya hal prosedural saja yang Lastri dapatkan. Agaknya supir truk perempuan belum jadi prioritas mereka. Selain itu SIM yang Lastri punya belum sesuai dengan standar yang mereka inginkan.
Lastri sadar bahwa pembicaraan itu tidak akan ada gunanya. Sebab pemilik otoritas tak ada ditempat. Hanya dia yang mampu berikan keputusan untuk setiap peluang yang Lastri miliki.
Tidak ingin buang waktu lebih lama, Lastri putuskan untuk segera permisi. Ia teringat akan waktu makan Gya. Lastri khawatir air susunya yang telah ia siapkan tadi pagi di lemari pendingin kurang.
Gya kini telah berusia lima bulan. Semakin mudah menjadi lapar. Terlebih Murni ingin Lastri berikan Gya ASI eksklusif pada cucu angkatnya itu. Lastri amat patuh terhadap Murni, bahkan percaya Ibu angkatnya itu pilihan Tuhan untuk kebaikannya dan Gya, putrinya.
...☘️☘️☘️ ~~ Bersambung ~~ ☘️☘️☘️...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
rie
Cerita sama cara hitungnya persis banget dengan daerah saya pernah tugas dulu ... semangat kakak
2023-04-04
1