BAB 15 ~ Boiler Meledak ~

Lastri penuhi janji membawa Gya pada pengiriman berikutnya. Begitu pula Tiwi, ia telah berikan es krim dan coklat untuk bayi berumur satu tahun tiga bulan itu. Lastri terpaksa tinggalkan ruangan Tiwi karena Gya berubah mendadak rewel.

Begitu resahnya Gya berada disana. Baru kali ini Gya bersikap seperti itu sepanjang pengetahuan Lastri. Ibu muda itu sempat hampir putus asa dalam menangani putri satu-satunya saat itu. 

Lastri terpaksa harus membawa serta Gya karena Murni merasa kurang enak badan. Jika tidak pastinya takkan ia ajak putrinya itu. Jika memang harus bawa Gya turut serta, Lastri akan pilih mengajak serta ibu angkatnya itu.

Lastri hidupkan mesin mobil dan nyalakan AC. Dengan posisi Car seat disandarkan ke dashboard truk, maka posisi duduk Gya menghadap ibunya. Merasa bosan sendiri, Lastri coba ajak bicara putrinya, "Disini lebih enak kan? Dingin nggak Gya?"

Lastri jenuh jika harus menunggu Awal lebih lama lagi. Tapi harus bagaimana lagi, ia harus pastikan Awal sampai dengan selamat, dan buah yang dibawanya dapat diterima PKS mini. Awal terlampau takut untuk kirim buah tanpa ditemani Lastri. 

Lastri nyalakan radio, terdengar alunan lagu yang sedang booming saat itu. Gya terlihat senang, menceracau seolah ikuti irama. Tapi sesungguhnya tidak ada nada musik dan suara Gya yang pas.

Lastri sepertinya sangat menikmati suara yang keluar dari mulut Gya. Bukan tanpa sebab, ia sempat cemas ada yang salah dengan putrinya. Gya dapat dibilang telat dalam belajar bicara. Adapun pendapat Murni karena Gya lebih dulu pandai berjalan.

Gya pegangi dua batang coklat berbentuk segitiga panjang warna putih dan hitam. Lastri terus pandangi putrinya. Sesekali ia lihat ponsel untuk melihat jam. Ada muncul dalam hatinya perasaan kurang enak.

Kemana pulalah  Si Awal ini batinnya.

Dari kaca spion Lastri dapat melihat Tosi berjalan. Sepertinya ia baru selesai makan siang dan hendak menuju ruang produksi. Baru saja Tosi melintasi truknya, Gya mendadak kejang. 

Lastri panik. Segera ia raba kening Gya. Terasa panas sekali. Lastri yakin jika putrinya mengalami demam.

Terburu-buru Lastri buka botol minumnya. Ia basahi handuk yang biasa ia letakkan di atas dashboard. Asal dan sekenanya ia berupaya basahi handuk dengan cara menyiramnya. 

Lastri Ingin segera turunkan panas badan Gya dengan cara mengompres Gya. Lastri sangat yakin jika putrinya terkena step, atau kejang demam. Efek dan gejala yang Gya alami persis seperti yang biasa Murni ceritakan.

Lastri semakin panik ketika melihat mata Gya menatap ke arah atas. Seolah bagian hitamnya tak ada, membalik. Ia semakin gugup setelah bunyi radio itu semakin aneh, layaknya CD tergores dalam. Lastri semakin gugup, tegang lantas pingsan. Lastri benar-benar tak sadarkan diri.

Duk duk duk … terdengar kaca jendela truknya digedor. Lastri kerjap-kerjapkan matanya. Ia lihat Awal tengah mengetuk  kaca jendela. Namun, hal pertama yang Lastri ingat adalah Gya.

Dengan cepat Lastri periksa keadaan Gya dan sentuhkan telapak tangannya di dahi. Tak ada panas di sana. Demam Gya telah turun.

Menoleh ke kanan, Lastri melihat Awal. Mantan anak buah Wasis itu terlihat lega. Namun, Lastri tak mengerti alasan Awal terlihat tersenyum lega karena apa. Lastri pun turunkan kaca jendelanya.

"Syukur Las, kamu nggak kenapa-napa!"

"Emang kenapa ya Wal!"

"Mesti kamu kaget!"

"Eh iya, tapi kenapa ya?"

"Suara ledakannya kenceng banget!"

"Maksudnya?"

"Di depan gerbang aja terasa getarannya!"

"Getaran?"

"Asli nyampe pingsan kamu!"

Lastri tidak mengerti kata kata yang Awal lontarkan. Ia benar-benar bingung, yang ia ingat hanyalah Gya yang demam secara tiba-tiba. 

Di tengah kebingungannya Lastri meraih handuk bekas kompres Gya. Ia tempelkan lagi tapak tangannya di kening dan leher Gya. Barulah Lastri benar-benar bisa lega sekarang. Tawa riang Gya pun telah kembali lagi.

"Ibu pergi sebentar ya!" ujar Lastri sambil berikan biskuit tangan pada Gya.

Lastri turun dari truknya, setelah ia tutup kembali jendela sebelumnya. Ia tidak ingin suhu sejuk dalam truk keluar percuma. Dan hilangkan rasa nyaman Gya di dalam truk itu.

Lastri ingin cari tahu alasan orang datang  beramai-ramai ke bagian produksi. Tiba di tempat kejadian orang telah ramai. Tidak hanya pekerja pabrik saja yang ada disana, tapi orang luar juga 

Apa yang dilihat Lastri amat dahsyat. Ketel uap yang biasa dipakai merebus tandan buah segar pecah. Lastri lihat korban yang telah ditutupi tikar. Lastri juga melihat Tiwi tengah menetralkan situasi yang sempat gaduh. 

Awal yang Lastri rasa baru datang, terlihat aktif membantu kumpulkan buah sawit yang terpental ke segala sisi. Tandan dan kernel itu terlihat masih keluarkan asap. Tanda bahwa ketel uap itu benar-benar mampu didihkan air dan tandan buah segar itu. 

"Kamu nggak apa-apa Las?" tanya Tiwi.

"Nggak apa-apa!"

"Si Gya gimana?"

"Aman aja, Lagi main sendiri di mobil!" jawab Lastri, "berapa yang jadi korban?"

"Dua, satu meninggal!"

"Yang meninggal?"

"Santoso!" 

"Siapa?"

"Tosi!"

Secara gamblang Tosi tidak disukai Lastri ataupun Tiwi, Tapi tetap rasa kemanusiaan dari mereka terusik. Betapa mengenaskan wafat dengan cara seperti itu. Tubuh Tosi terpental akibat ledakan ketel uap. Dengan sebagian kulit melepuh akibat air panas dan uap air yang sangat panas. Lastri tak sanggup bayangkan kejadian itu.

"Terus yang satu lagi gimana?"

"Tak begitu parah, hanya kena air panas di daerah punggung bagian kanan!"

"Dimana Dia sekarang?"

"Lagi dirawat, Di kantor!"

"Wi, saya mau pulang langsung gimana ya?"

"Kenapa pulang? O iya ya Gya nggak boleh lihat ya!" Tiwi ajukan pertanyaan dan menjawab sendiri pertanyaan itu. 

"Betul Wi!"

"Tadi Kamu pingsan ya?"

"Ya!"

"Saksinya Pak Awal ya?"

"Iya, Kok pake saksi-saksi begitu sih?"

"Khawatir ditanya polisi nanti!'

"Oh," Lastri polos saja tanggapi ucapan Tiwi, "Kalau buah bawaan Awal diterima apa nggak Wi?"

"Pasti diterima!"

Benar-benar wanita yang gila kerja. Tiwi seakan tidak peduli atas kejadian ledakan yang tewaskan satu pekerjanya. Ia tetap fokus akan pemenuhan target bulanan. Begitu juga Lastri, ia khawatir akan nasib TBS yang dibawa Awal.

Lastri yakin Tiwi tidak sembarangan dalam bersikap. Tiwi lebih khawatir pada orang yang ada ketimbang dengan orang yang sudah tiada.  Keberadaan lima belas orang pegawai lain lebih utama dibanding harus merenungi kesalahan. Evaluasi satu hal, keberlangsungan bisnis hal yang lain. Tiwi tidak ingin pekerja yang ada menjadi lemah. 

"Jadinya mau pulang kapan?"

"Tadi telpon polisi jam berapa?"

"Begitu kejadian langsung saya hubungi, Nomer hotline!"

"Artinya sebentar lagi sampai dong?"

"Mudah mudahan!"

Lastri akhirnya batalkan kepulangannya. Ia lebih pilih untuk tunggu kedatangan pihak berwajib. Lastri tahu dirinya akan dimintai keterangan. Akan jauh lebih merepotkan untuk berikan keterangan jika harus ke kantor polisi sendiri nantinya.

"Batal aja lah pulangnya!"

"Kalau gitu tunggu di kantor saya lagi aja!"

"Nggak lah Wi, mau ngobrol sama Awal dulu aja lah!"

Lastri Ingin beritahu Awal jika muatannya tetap akan diterima. Tapi setelah dilakukan olah kejadian perkara oleh polisi pastinya. Hal yang telah disetujui oleh Tiwi selaku manajer pabrik. Dalam hal ini akan lebih rugi jika harus berpindah ke pabrik lain. 

Lastri naik kembali ke truknya. Ia harus segera temani Gya kembali. Benar saja tak lama kemudian sekelompok polisi pun tiba. Tampak pimpinan mereka tengah bicara dengan Tiwi.

Tiwi terlihat aktif saat berikan keterangan. Sesekali ia lakukan gerakan menunjuk dengan ujung jarinya. Termasuk ke arah Lastri dan truknya. Jelas sekali Tiwi tengah bercerita apa yang Lastri alami pada polisi.

Petugas itu berjalan menuju ke truk Lastri. Berjalan dari sisi kiri truk hingga ke sisi kanan truk. Menghampiri Lastri di atas jok belakang kemudi. 

Lastri bukakan jendela kacanya. Gya yang berada dalam car seat sepertinya terlihat oleh petugas itu. Hal itu membuat dirinya urung untuk meminta Lastri untuk matikan mesin kendaraan.

"Selamat siang."

"Siang Pak!" 

"Jadi ibu tidak melihat kejadian?"

"Tidak Pak!"

"Tapi Ibu nggak apa-apa kan?"

"Tidak!"

"Ibu punya riwayat jantung?"

"Tentu saja tidak Pak." Lastri merasakan betapa konyolnya pertanyaan itu. 

"Ibu yakin?"

"Yakin sekali Pak!"

"Kalau begitu nanti setelah posisi truk ibu digambar ibu boleh tinggalkan lokasi!"

"Terima kasih Pak!'

Benar saja tak lama kemudian lokasi truk Lastri ditandai cat oleh tim satlantas. Tak lama kemudian mereka beri kode seolah berikan izin pada Lastri untuk tinggalkan lokasi. Tanpa menunggu perintah dua kali Lastri segera tinggalkan lokasi itu. 

Saat berpapasan dengan Awal di pintu gerbang, Lastri sampaikan upah antar baru akan diberi esok hari. Mengingat Tiwi mungkin belum bisa proses hari itu. Awal pun menyetujuinya.

Lepas dari belokkan pertama dari gerbang masuk pabrik Lastri tersenyum. Bibirnya terlihat begitu mengembang. Sangat jelas ada kepuasan batin disana.

Tosi, orang yang memegangi dirinya saat More lakukan perbuatan keji itu telah mati. Dengan cara yang tragis bahkan. Lastri pun melirik pada Gya putrinya. Senyuman Gya yang diberikan padanya pun rasanya terlihat sama dengan perasaan batinnya. 

Lastri membalikan topi petnya kebelakang. Sebagai simbol siap untuk tancap gas. Ia ingin cepat sampai di rumah. Dirinya dan Gya sudah sangat terlambat untuk makan siang.

...☘️☘️☘️ ~~ Bersambung ~~ ☘️☘️☘️...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!