Ares memacu gas motor nya dengan gila-gilaan. Lalu, dia mengerem mendadak hingga tubuh Renatta terpental ke depan dan dada nya menghantam bahu Ares yang keras hingga perempuan itu mengerang nyeri.
Ares tidak menurunkan gas motor nya sedikit pun, malahan dia semakin memacu nya lebih kencang lagi. Sebagai gerakan refleks, tangan nya melingkar di perut Ares. Berpegangan di sana.
"Awassss!" Renatta berteriak begitu Ares menyalib mobil sementara dari arah berlawanan ada truk besar. Bukan nya takut, pria itu tidak menurunkan kecepatan sedikit pun, dia bahkan hanya melihat spion motor nya, lalu tersenyum puas melihat ekspresi ketakutan di wajah Renatta yang sedang memeluk nya erat.
Sementara, Renatta di belakang yang di bonceng menggigit bibir, menahan rasa takut, dalam hati menyesali keputusan nya untuk naik ke bocengan Ares yang sama saja seperti mencari mati.
Selama di perjalanan, Renatta memejamkan mata, merapal dzikir serta doa-doa agar selamat sampai ke tujuan.
*****
Langit terlihat mendung menutupi langit sore yang tadi nya terlihat indah. Renatta turun dari bocengan motor Ares, lalu berlalu masuk begitu saja tampak sadar helm pun ke ikut di bawa nya.
"Helm nya, jangan lupa!" Kata Ares masih dengan cengigisan nya.
Renatta memutar balik tubuh nya, melepaskan helm yang di pakai nya dan memberikan nya kepada Ares dengan kasar lalu kembali masuk ke dalam rumah nya.
Rintik hujan mulai turun, yang tadi nya hanya gerimis biasa, lalu kelamaan berubah menjadi deras, Ares yang sudah ingin jalan membelah jalanan terpaksa turun dan mematikan motor nya untuk berteduh terlebih dahulu.
Ares sama sekali tidak menyimpan jas hujan dalam motor nya. Dia biasanya akan nekad menerobos jika hujan dan pulang dalam kondisi bash-basahan. Namun, sore ini dia tidak bisa karena membawa barang elektronik berupa laptop yang isi nya semua berkas penting.
Renatta yang hendak membuka kunci rumah nya melirik ke belakang, melihat Ares sedang berteduh di teras rumah nya. Ada perasaan iba terbisik dalam hati nya, walaupun Ares tadi sudah membuat jantung nya hampir copot tapi dia telah mengantarkan dengan selamat.
Dengan penuh pertimbangan, Renatta mengajak Ares masuk ke dalam rumah nya. "Masuk aja, dingin di luar." Renatta kembali membuka pintu rumah dengan kunci di tangan nya, lalu mulai menyalakan lampu, menerangi ruangan itu.
Kaki Renatta sibuk menendang sisa bungkusan snack nya yang berserakan di lantai. "Sorry, berantakan," Kata Renatta terus saja menendang semua bungkusan makanan ringan nya menuju dapur.
Ares berdecak, melihat bagaimana berantakan nya rumah sebesar itu. Bahkan kamar adik laki-laki nya yang masih kecil, jauh lebih rapi dari ini.
Adik laki-laki nya itu tahu membuang sampah pada tempat nya, melipat baju sesuai pulang sekolah, dan lain-lain.
"Duduk aja dulu, saya akan buatin teh hangat untuk anda.
Ares menganguk. "Jangan di kasih racun, takut nya karena ulah ku tadi kau berniat membunuh ku di sini."
"Oh kebetulan, masih banyak stok racun tikus di belakang." Jawab Renatta sambil terkekeh dan segera berlalu ketika melihat Ares melemparkan tatapan tajam kepada nya.
Pria itu duduk di sebuah kursi sofa yang empuk, mata nya menatap sekeliling ruangan. Rumah yang sangat luas sekali, namun sepi bak tak berpenuhi saja.
Pandangan Ares terhenti ketika melihat sebuah foto yang tersimpan di atas meja, foto seorang putri dan ayah yang sedang tersenyum penuh bahagia.
Ares mendekati lebih dekat foto itu, "Manis juga ternyata dia saat kecil." Kata Ares yang di iringi sebuah senyuman.
Ares yang menyadari jika Renatta akan segera kembali, dia segera duduk kembali di kursi nya semula. Renatta membawa nampan berisi teh hangat di tangan nya.
"Silakan di minum pak." Renatta meletakkan teh itu di dekat Ares. Pria itu lalu mulai menenguk nya.
"Ya begini lah keadaan rumah saya, harap di maklumi."
Ares mengangguk, "Orang tua kamu ke mana?"
Pertanyaan Ares mampu meredupkan cahaya Renatta, cewek itu menduduk dalam, mencekeram rok nya, sebisa mungkin menahan air mata nya untuk keluar.
Ares yang menyadari perubahan pada tingkah Renatta karena pertanyaan yang barusan di lontarkan nya, membuat nya tidak enak, dia segera meminta maaf kepada Renatta.
"Sorry, tidak seharus nya aku bertanya masalah pribadi padamu." Kata Ares yang merasa serba salah.
"Tidak apa-apa, Ayah saya sudah meninggal tiga hari yang lalu, sedangkan ibu sudah bercerai dengan ayah dariku usia 7 tahun." Kata Renatta lirih yang membuat Ares merasa simpati dengan Renatta.
Kini air mata Renatta menetes di pipi nya satu-dua. Ares yang sedang meminum teh nya langsung meletakkan nya karena melihat Renatta yang seperti nya sedang menangis.
"Apa kau menangis?" Ares bertanya sambil melirik wajah Renatta.
"Tidak!" Renatta yang tahu Ares sedang mengamati nya segera menghapus air mata nya.
Ares mendekati Renatta dan memegang bahu nya, Renatta yang di perlakukan seperti itu menegang kaku.
"Untuk apa di tahan? Jika di perlukan menangis lah."
Renatta diam tak bergeming sambil menahan air mata nya yang akan kembali menetes lagi, membasahi pipi nya. Ares yang mengetahui itu tanpa ragu menarik badan Renatta ke dalam pelukan nya. Ares memeluk Renatta erat.
Walaupun kaget, Renatta membiarkan Ares memeluk diri nya dengan erat, bahkan dia membenamkan wajah nya ke dalam dada bidang guru nya sambil menangis tersedu.
Dia menangis seperti itu karena merindukan sosok ayah nya yang sangat di cintai nya, dia sangat merindukan dekapan ayah nya setiap malam nya, mengingat itu Renatta terisak lebih lagi.
"Jika memang di butuhkan, tumpuhkan saja air mata mu. Karena bersedih itu adalah sebuah kesadaran, agar kamu dapat mengambil keputusan. Bukan menyerah dengan keadaan serta menyalahkan kesedihan."
Renatta semakin terisak dalam dekapan guru nya itu. Seakan enggan melepaskan nya, dia merasa nyaman di pelukan Ares, hingga akhir nya Renatta tersadar kalau Ares bukan siapa-siapa nya. Renatta lalu melepaskan pelukan nya.
Ares pun terdiam, dia mengeruti dalam hati nya akibat ulah spontan nya yang memeluk Renatta tanpa permisi, dia merasa bersalah dengan Renatta sekarang.
Kedua nya terdiam kikuk tanpa bicara sepatah kata pun, Ares langsung mengambil teh nya dan meminum nya, sementara Renatta memalingkan wajah nya.
"Ekhm." Ares berdeham pelan, menghilangkan kecanggukan yang terjadi.
"Maafkan saya yang spontan memeluk mu." Kata Ares merasa bersalah kepada Renatta.
Renatta hanya terdiam dan masih enggan menatap wajah Ares, dia terlihat sangat gugup sekali. Cewek itu menggigit bibir nya untuk menetralkan ke gugupan nya dan langsung menatap wajah Ares di hadapan nya.
Kini netral mereka saling bertemu dalam satu garis lurus.
"Deg" Renatta merasakan jantung nya berdetak tak karuan, semacam sedang lari marathon. Dia segera mengalihkan pandangan nya ke arah lain.
"Ti-tidak apa-apa." Jawab Renatta sambil memalingkan wajah nya ke arah lain.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Sriutami Utam8
yaelh sak tul
2023-02-28
0