Ares yang mengejar Renatta kehilangan jejak nya, entah kemana cewek itu, cepat sekali pergi nya macam angin ****** beliung. Pria itu tidak mau menyerah, dia terus saja mencari Renatta di seisi sekolah itu, namun tak kunjung di temukan.
"Arghh." Ares mengepalkan tangan nya marah tidak mendapati keberadaan Renatta.
"Mungkin dia butuh waktu untuk sendiri, aku harap dia baik-baik saja." Kata Ares lalu kembali ke ruangan nya. Sebentar lagi waktu pulang dia harus siap-siap membereskan meja nya sebelum pulang ke rumah.
Bel pulang pun berbunyi, Ares kini sudah tiba di area parkiran, dia yang hendak menaiki motor nya di hadang oleh Kim Nana tempat di depan stir motor nya.
"Berhenti pak, kita harus membicarakan hal tadi, apa pak Ares marah sama saya?" Tanya Kim Nana memasang wajah memesan nya, meminta belah kasih kepada Ares.
Ares yang melihat Kim Nana memasang wajah memelas nya merasa risih dan jengkel, "Tidak bu. Untuk apa juga sama marah dengan anda? Buang-buang waktu saya aja." Kata Ares tak ingin banyak basa-basi.
"Syukurlah jika pak ares tidak marah dengan saya. Yah, soal tadi saya sudah membicarakan nya kembali dengan Pak Santoso, Renatta hanya akan di skor selama seminggu.
"Iya bu, terima kasih. Sekarang tidak ada keperluan lagi kan?" Tanya Ares dengan nada malas.
Kim Nana kebingungan, dia harus mengatakan apalagi, karena memang urusan sudah selesai. Tapi ada yang ingin di katakan nya, dia ingin mengajak Ares untuk makan malam bersama.
"Hmm.. anu.." Kim Nana memesan gaya seimut mungkin. Namun, di hiraukan oleh Ares.
"Sekarang minggir bu, saya mau pulang." Kata Ares dengan dingin.
"Tapi pak..? Anu..?" Kim Nana mengantungkan ucapan nya karena tidak kuasa untuk meneruskan nya.
"Anu apa bu, saya mau pulang, sebentar lagi akan hujan, liat ke atas, mendung kan?" Kata Ares sedikit tinggi karena sudah risih meladani kepala sekolah ini.
"Ah iya pak Ares." Kim Nana lalu menepih, memberikan Ares jalan, Ares lalu menancap gas nya dengan kecepatan penuh, meninggalkan Kim Nana seorang diri yang menatap kepergian nya dengan sendu.
"Aku akan mendapatkan mu Ares, bagaimana pun cara nya." Kata Kim Nana dengan sungguh-sungguh.
"Walaupun itu jalan nya sesulit apa pun." Kim Nana lalu berlalu di sana, dia segera masuk ke dalam mobil nya karena tetesan air hujan sudah mulai turun ke bumi.
Ares mengendarai kendaraan nya gila-gilaan, dia tidak membawa jas hujan, dia takut kehujanan. Ares pun tidak memedulikan klakson yang berdering dari bekalang karena kecepatan motor nya yang tidak wajar yang dapat membahayakan orang lain sekeliling nya, yang Ares tahu pulang ke rumah tanpa basah sedikit pun.
Hingga akhir nya dia menemukan seseorang wanita yang sedang berdiri di jembatan sambil merentangkan tangan nya, dia merasa wanita itu mirip dengan Renatta, Ares lalu menepikan motor nya.
Ares mendekati perlahan, memang benar dia adalah Renatta. Renatta yang tidak menyadari Ares ada di belakang hanya bisa terkaget ketika Ares menarik tangan nya turun.
"Apa yang lo lakuin, lo mau bunuh ini, hah?" Kata Ares kesal pada Renatta.
Renatta menoleh, menatap Ares yang entah datang sejak kapan. Dia bergegas mengusap mata nya dengan lengan jaket nya. "Biarin, aku memang mau mati, terus aku gentayangin deh orang-orang yang jahat sama gue.
Ares lalu menyitak dahi Renatta. Renatta hanya bisa mengeluh kesakitan.
"Bodoh! Kalau mau bunuh diri, nyari tempat yang bagus dong. Masa harus di sini, nggak elegan banget. Air nya bau, kotor lagi." Bukan nya melarang, Ares malah tambah memanas-manasi.
Ares lalu melepaskan tangan Renatta dari genggaman nya. "Kalau mau lompat, yah silakan. Tapi kenapa harus nanggung banget, ke monas aja sekalian. Kan di sana bagus tempat nya."
"Saya serius, nggak mau bercanda!" Kata Renatta jengkel kepada Ares.
"Lah, kamj kira saya bercanda?" Ares menunjukan raut wajah serius. "Dulu, waktu saya masih awal masuk SMA sama seperti kau, saya di benci oleh teman-teman saya karena saya di sukai oleh banyak wanita di sekolah saya, saya hampir ingin mengakhiri hidup saya.
Renatta diam, mendengarkan.
"Saking tertekan nya saya meminum cairan pembersih, sampai-sampai seisi rumah panik. Tapi alhamdulillah, Tuhan masih memberikan saya hidup, dan saya berjanji akan hidup bahagia dan tidak memperdulikan orang-orang yang membenci saya."
"Kenapa anda mau cerita ini ke saya?"
"Yah, cuman mau berbagi, biar kamu nggak melakukan tindakan bodoh yang merugikan diri sendiri."
Kepala Renatta tertunduk dalam, "Hidup ku tidak berharga lagi, ayah sudah meninggal dan ibu meninggalkan ku umur tujuh tahun."
"Tidak ada tempat ku untuk bercerita, di sekolah semua nya membenci ku, ketika aku di bully semua nya diam, dan ketika Dila yang terpuruk seakan dunia mengcam aku sebagai orang jahat."
Sewaktu membicarakan itu, setetes air mata bergulir meluncur di pipi kanan dan kiri Renatta. Dia terisak, antara tertawa dan menangis. "Lihat saya Pak, sekarang justru nangis kayak orang bodoh."
Ares menggelengkan kepala nya, jemari nya terulur mengusap air mata di pipi Renatta dengan telunjuk nya." Nangis itu bukan berarti bodoh. Menangis saja jika itu yang membuatmu merasa lega."
"Iya." Renatta menekan dada nya, "Rasa nya sesak di sini kalau tidak do keluar kan." Lanjut Renatta berusaha untuk jujur dengan keadaan nya.
Dia berusaha menahan sekuat tenaga agar air mata nya tidak mengalir, tapi usaha nya tidak juga berhasil. Semakin berusaha menahan, justru semakin besar desakan untuk keluar.
Seakan paru-paru nya penuh dan sudah waktu nya untuk di lepaskan. Tangan Ares menarik kepala Renatta untuk bersandar di bahu nya. Wanita itu membenamkan kepala nya dalam dekapan Ares.
Akhir nya Renatta menumpahkan semua yang tersembunyi dalam dada nya. Jemari Ares mengusap punggung Renatta untuk menguatkan nya.
Renatta semakin menangis dengan deras, seakan dada Ares di ciptakan untuk menanggung tangis nya karena obat paling ampuh untuk mengurangi rasa sedih adalah menangis.
*****
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments