"Maa, aku pulang." Ares setengah berteriak di depan pintu sambil mengetuk-ngetuk pintu, tetapi tidak ada sahutan. Dia menekan handle pintu, ternyata tidak terkunci.
Pantas saja tidak ada sahutan dari sang ibu, ternyata ibunya sedang menyiapkan sarapan. Ares berjalan pelan-pelan tidak ingin sang ibu mengetahui kedatangan nya, dia langsung memeluk tubuh sang ibu yang amat di cintai nya itu dari belakang.
"Astaga Res, kamu mau ibu jantungan apa? Bikin kaget aja! Huft..!!" Ibu mengelus-ngelus dada nya. Sang anak hanya tersenyum cengigisan.
"Maafin ares bu." Katanya melerai pelukan nya.
"Bagaimana pekerjaan mu hari ini, Res? Kamu pasti lelah."
Ares membalikkan badan sang ibu yang sedang sibuk menata makanan di atas meja makan, dia meraih tangan nya dan menggenggam nya lalu di cium nya punggung tangan sang ibu dengan lembut dan penuh cinta, kembali kembali memeluk ibunya erat.
"Bu, rasa lelah ini seakan hilang setelah melihat wajah ibu." Kata Ares menciumi seluruh wajah ibu nya.
Ibu tersenyum dan menganggukkan kepala nya, lalu menyelerai pelukan putra nya.
"Sana pergi mandi, lalu kita sarapan bersama." Kata ibu mengelus lembut surai anak nya.
"Baik bu, aku mandi dulu ya." Ares lalu berjalan menuju kamar nya yang berada di lantai dua.
*****
Matahari semakin tumbang di kaki langit. Renatta masih setia memegang pusara sang ayah dengan terisak.
"Nak." Seseorang menepuk pelan pundak Renatta. Gadis itu menoleh ke belakang lalu mendongakkan kepala nya dan menemukan seseorang wanita paruh sedang menatap nya dengan ramah.
Wanita paruh baya itu adalah penjaga makam setempat, dia berjongkok, mensejajarkan posisi nya dengan Renatta dan menghapus air mata Renatta di wajah nya.
"Ikhlaskan mereka yang telah pergi, Nak." Kata wanita paruh baya itu, menguatkan Renatta, entah kenapa dia melihat gadis kecil ini yang menangis sedari tadi seperti membuat hati nya seperti tersayat, sakit sekali rasa nya, sampai menusuk ke ulur hati, pedih tak terkira.
"Mereka yang telah tiada tidak akan suka melihatmu seperti ini, Nak." Wanita paruh baya itu kembali mencoba menenangkan lagi.
"Saya tak mampu menahan kesedihan saya bu, saya sangat terpukul dengan kepergian papa saya." Renatta tetap menangis sesenggukan, menyandarkan pundak nya di wanita paruh baya tadi.
Dia merasa nyaman di dekat ibu-ibu itu, tatapan mata nya penuh kasih sayang dan keikhlasan bak seorang ibu kandung.
Ibu-ibu mengerti dengan perasaan kehilangan sosok orang yang di cintai karena dia pernah mengalami nya. Jadi wajar saja jika gadis yang sedang bersandar ini begitu sangat terpukul kehilangan orang yang di cintai nya.
"Nak." Wanita paruh baya itu mengelus dengan penuh cinta kepala Renatta
"Orang yang sudah meninggal di siksa karena tangisan orang yang masih hidup." Kata nya masih mengelus lembut kepala Renatta, mencoba menenangkannya.
Seketika Renatta langsung tersandar dan menghentikan tangisannya, mendengar penuturan sang ibu-ibu penjaga makam.
"Kamu boleh menangis, tapi sewajarnya saja. Tidak ada salahnya menangisi kepergian seseorang yang kita sayangi di hidup ini, karena kita manusiawi yang di ciptakan tuhan dengan berbagai perasaan dan menangis pun tidak di larang dalam agama kita." Dia berhenti sejenak, kini mata nya terasa memanas dan perih, ingatan masa lalu kembali tertaut dalam kepala nya, ibu-ibu itu mencoba menenangkan diri tidak dan melanjutkan perkataannya.
"Tapi yang tidak diperbolehkan itu adalah menangis secara berlebihan hingga meratapi dengan ucapan seakan tak rela dengan ketentuan takdir Tuhan yang maha kuasa dan menyalahkan takdir yang telah di tentukannya, tangisan macam inilah yang membuat orang yang sudah tiada mendapatkan siksaan di alam sana."
Mendengar nasihat dari ibu-ibu penjaga makam, Renatta menyesal atas perbuatannya, tidak mungkin dia ingin ayah yang di cintai nya yang sudah tiada mendapatkan siksaan karena ulah nya.
Renatta segera menghapus air matanya dan dia akan berusaha mengikhlaskan kepergian sang ayah.
"Terima kasih bu sudah mengingatkan ku, tidak seharusnya aku menangis seperti ini." Renatta bangkit berdiri, diikuti oleh ibu-ibu tadi.
Saat nya dia pulang, sebelum kemalaman, dia sebelum pulang menyalami ibu-ibu itu dan mengucapkan terima kasih sebanyak-banyak karena telah meminjam pundak nya untuk tempat nya bersandar.
"Kamu harus hidup dengan baik dan bahagia, Nak. Ingatlah pesan-pesan mereka sebelum meninggal kita."
Renatta mengangguk mantap, dia akan mengingat pesan ayah nya untuk hidup dengan sebaik-baik nya. Selepas itu dia pun beranjak pergi dan tempat pemakaman.
*****
"Res, coba ceritakan kepada Ibu, bagaimana hari pertama mu bekerja." Kata ibu sambil menyuapkan makanan ke dalam mulut nya.
"Alhamdulillah, berjalan lancar bu. Tapi--" Ares menguntungkan ucapan nya, membuat ibu jadi penasaran.
"Tapi apa?" Tanya ibu penasaran.
"Itu, di sekolah tempat ku kerja, masih aja ada bullying, menindas yang lemah. Menggagap diri nya kuat dan hebat, cih!" Ares sedikit geram mengatakan nya.
"Kasihan sekali ya. Res, kamu harus membantu nya, Nak. Ibu bisa merasakan perasaan anak itu ketika di rundung oleh teman-teman nya." Kata ibu yang sedikit berkaca-kaca.
"Aku tidak bisa menolong nya, dirinya sendirilah yang bisa menolong diri nya." Kata Ares di jawab anggukkan dari sang ibu.
"Oh iya, Res, kata mang Ujang, motor nya sudah baik, kamu bisa mengambil besok."
Ares mengangguk, mengiyakan pertama ibu nya.
Lalu mereka memakan makanan nya sampai tandas, kemudian ibu membersihkan peralatan sarapan tadi.
"Bu biar aku bantu." Ares berniat untuk membantu ibu nya untuk membersihkan peralatan makan.
Ibu hanya tersenyum, mengangguk pelan. Keduanya lalu membersihkan peralatan sisa makan tadi dengan sedikit di iringi bercanda.
Selesai membersihkan piring keduanya berniat untuk mengistirahatkan badan nya, tak lupa sebelum masuk ke kamar nya Ares mencium seluruh wajah ibu nya dengan penuh cinta.
"Good night bu." Kata nya memeluk ibu nya sesaat.
"Good night too, son." Ibu mencium kening putra kesayangan nya.
*****
Ares kini telah berada di kamar nya yang bernuasa hitam klasik, dia menatap langit-langit kamar nya, entah kenapa pikir nya selalu terbayang akan murid nya yang di rundung oleh teman-teman nya.
"Aih, kenapa aku jadi memikirkan anak itu." Kata Ares menutup wajah nya dengan selimut.
"Aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk nya, tapi aku bisa memotivasi nya untuk bangkit melawan orang-orang yang merundung nya." Kata nya. Kemudian Ares mematikan lampu tidur di kamar nya. Menyalakan musik pengiring tidur dan sesaat kemudian terlelap.
*****
Sementara di kediaman, Renatta belum bisa tertidur sejak tadi, dia membolak-balik nya badan nya, memilih posisi yang nyaman. Sia-sia.
Setiap malam dia selalu tidur bersama dengan ayah nya, di dekap oleh sang ayah, mungkin karena malam ini sosok yang mendekap nya dalam pelukan hangat nya tidak ada lagi, itulah yang membuat nya susah tidur.
Renatta bangkit dari tempat tidur nya, mengambil foto ayah nya, dan mendekap nya dalam pelukan nya, berharap dengan begitu akan membuat nya merasa nyaman.
Tak di sangka, keajaiban tiba, dia kini bisa terlelap dalam tidur nya dengan memegang figuran ayah yang di cintai nya.
*****
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Sriutami Utam8
yaelah dh berapa hri ae gk up" ealah sekalip kok yo cmk up 1tok i piye to kiiiiii
2023-02-25
0