Hampir satu bulan berlalu, tak ada satupun kabar tentang Ninda lagi. Bahkan teman-teman dekatnya pun tidak ada yang tahu soal menghilangnya Ninda. Dia seolah lenyap begitu saja ke dimensi lain. Apa di dimensi itu, ia masih ingat akan segala yang ada disini?
resah tak bisa kunegosiasi, aku takut bilamana ia benar-benar hilang jalan untuk kembali. Mengingat terakhir kali ia berpamitan, janji untuk kembali tak pernah ia ucapkan. Jadi, kembali atau tidaknya ia, tidak patut bagiku menghakimi keputusannya itu.
Walau mungkin kini kami sudah tidak bisa menatap awan yang sama karena jarak, tapi dimanapun dia, kuharap ia baik-baik saja. begitulah kiranya aku meyakinkan diri.
...****************...
hari itu Vikram menelponku, ia mengatakan ada lowongan pekerjaan ditempatnya bekerja. Katanya, dia juga bisa membantuku untuk diterima disana. Biasalah kekuatan orang dalam. Itulah salah satu hal yang ironis di Negara ini, terutama di Ibu kota.
dia juga mengatakan kalau gajinya lumayan, UMR lah. Menurutku UMR Ibu kota sudah cukup besar dibanding kota-kota lain. Apalagi untuk hidup seorang anak kost yang bujangan sepertiku. Setelah kuhitung-hitung dengan pendapatan selama sebulan terakhir, gaji dari pekerjaan itu akan meningkatkan isi kantongku dua kali lipat. dengan demikian, aku akan bisa menabung dua kali lebih banyak pula. Oleh karenanya, kuputuskan untuk menerima tawarannya itu. tapi aku juga tidak terlalu menaruh harapan besar untuk bisa diterima, aku hanya mencoba peruntungan pada kesempatan yang ada saja. Biarpun akhirnya aku harus tetap kembali ke jalan, aku tidak ada masalah dengan itu.
Besoknya aku melakukan interview, sesuai dengan apa yang Vikram insturksikan. Aku mengenakan kemeja lengan panjang putih yang sedikit terlihat kusut, karena memang tidak sempat aku setrika, dan celana hitam panjang. Mungkin penampilanku tidak terlalu rapih, tapi cukup terlihat bersih. Aku berpenampilan alakadarnya saja. Mungkin karena aku juga tidak terlalu berambisi dengan pekerjaan ini
Ketika aku sampai, rupanya aku tidak menjadi satu-satunya orang disana. Ada mungkin sekitar 12 orabg lainnya, yang terdiri dari 4 wanita dan sisanya pria. Aku adalah orang ke 12 yang datang, mungkin nanti jumlahnya akan bertambah lagi, mengingat sekarang waktu masih menunjukan pukul 8 pagi lebih beberapa menit. Sementara kata Vikram, interview akan dimulai pada pukul 9 pagi.
Aku duduk berjejer dengan yang lainnya menunggu giliran. lalu kami diminta untuk mengumpulkan map yang kami bawa.
berikutnya, satu per satu dari kita dipanggil. Salah seorang pemuda gemuk dipanggil ke ruangan lebih dulu.
lalu tak sengaja aku mendengar percakapan seorang lelaki muda yang ada sibelahku.
" iya sebentar Mah, ini aku masih interview. Doain aja mudah-mudahan aku diterima" bisik lelaki itu pada ponselnya
mendengar itu, aku merasa sesuatu mengetuk ingatanku tentang Ibu. Lagi-lagi aku berandai-andai tentang keadaan lain.
Entah muncul dari mana pikiran itu, aku tiba-tiba mengambil ponsel yang ada dalam kantung celanaku. kuketik pesan pada nomor Ibu yang masih tersimpan disana. "Bu doain Damir bu, Damir sekarang sedang interview''. aku tahu itu tidak masuk akal dan hanya tindakan percuma. Jika ada yang tahu soal ini, mungkin orang itu akan menganggapku sudah gila.
setelah beberapa orang masuk keruangan itu, tak satupun dari mereka yang memasang aura gembira atau lega saat keluar dari sana.
Hingga tibalah giliranku. Aku lantas masuk dan menjabat tangan HRD yang ada dihadapanku. HRD itu seorang pria yang sudah cukup berumur. Perutnya sedikit gempal, hingga membuat kancing kemeja disekitaran perutnya seperti hampir lepas. wajahnya terlihat tegas walau sudah dipenuhi kerutan.
Dia lantas mempersilahkan aku duduk, sembari matanya sibuk membaca berkas dari mapku.
HRD itu kemudian melontarkan beberapa pertanyaan mendasar, nadanya terdengar seperti mengintimidasi. Tapu karena aku tidak terlalu berambisi, aku jadi bisa menjawab semuanya lebih santai.
diakhir, dia bertanya lagi.
"kenapa kamu memilih kerja disini?" tanya HRD setelah menutup map cvku yang ia baca sebelumnnya.
"tidak munafik, alasan paling utamanya ya adalah uang pak. Tempat ini menawarkan itu. Jadi saya cuma mencoba kesempatan untuk bisa menghasilkan uang. Dari pekerjaan apapun itu."
"saya lihat tidak ada prestasi, atau pengalaman yang menonjol darimu. Tapi saya suka kejujuranmu. Saya sendiri lebih suka kejujuran ketimbang kepintaran. Kepintaran bisa diasah seiring berjalan waktu, tapi moralitas tidak bisa diubah. Oleh karena itu kamu saya terima. Besok kamu sudah bisa mulai bekerja." dia tersenyum ramah dan lalu menjabat tanganku.
Perasaanku saat itu seperti biasa saja. Aku tidak terlalu sumringah, Padahal mungkin orang-orang yang tadi menunggu giliran denganku berandai-andai bisa diterima. Mungkin karena aku tahu, dibelakang itu ada Vikram yang mengatakan sesuatu pada HRD itu agar aku diterima. jadi, bagiku tidak ada yang istimewa dengan itu semua
Disatu sisi, mungkin memang benar pekerjaan ini akan lebih banyak menghasilkan uang, tapi disisi lain pekerjaan ini akan lebih menyita waktu dan mental. Aku yang terbiasa menjalani waktu hidupku dengan bebas, kini harus terkekang oleh aturan. Mulai besok, 8 jam dalam setiap hari dihidupku bukan lagi miliku.
...****************...
malamnya aku pergi mengamen seperti biasa. itu akan menjadi konser terakhirku dijalanan. Dari satu tempat ke tempat lainnya. Dimana ada keramaian, disitu gitar kumainkan.
lalu hujan mendadak turun dengan deras. Mendorongku mencari tempat berteduh. mataku yang menjelajah lalu tertuju pada sebuah halte bus. bergegaslah aku kesana sembari menutup kepala dengan gitarku.
Saat disana aku baru ingat, kalau halte ini adalah tempat aku bertemu Ninda untuk pertama kalinya.
Lalu aku melihat gitar yang kutaruh diseblahku. kemudian, aku teringat akan Ninda. Meski mungkin yang hadir disini hanya gitarnya, tapi aku bisa membayangkan jari-jari halus Ninda memetik setiap senar gitar itu.
lagi-lagi hujan mengurungku. Aku terpisah dengan semua orang diluar sana. Membiarkan aku bernyanyi lepas tanpa perlu khawatir akan ada yang mendengar. Kini sepetak bumi itu benar-benar miliku seorang. biarpun aku bernyanyi di tempat kecil itu, tapi aku merasa seperti bebas.
Aku bernyanyi dengan menutup mata, sama seperti malam itu. Kunyanyikan lagu berjudul Harmony dari Band Padi.
Kau membuatku mengerti hidup ini,
kita terlahir bagai selembar kertas putih.
tinggal kulukis dengan tinta pesan damai
dan terwujud....
"harmoni..." tiba-tiba suara lembut menyambung lirik laguku
jariku berhenti memetik, sigap mataku terbuka. Lalu dihadapanku berdiri seorang wanita dengan sweater rajut berbulu yang basah kuyup. Air menetes dari helaian rambutnya yang terurai. Kemudian, wajahnya yang tersinari cahaya redup mulai terlihat jelas. Lalu terlukislah senyum dibibir merah mudanya itu. Aku kenal senyum itu dimanapun aku melihatnya
"hai!" ujarnya.
"ha-hai" mulutku sedikit kikuk
Alahkah terkejut aku dengan kehadirannya itu. Aku tak menyangka dia akan datang malam itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 17 Episodes
Comments