SEBELAS

Tidak ada hak bagiku memprotes keputusan Tuhan. Segala keputusanNya adalah suatu yang mutlak, tapi bila dikatakan aku menerimanya, itu adalah kebohongan lain terhadap diri sendiri. Ikhlas hanyalah kepura-puraan sementara waktu.

Kini khwatirku sudah hilang. Berganti tumpukan penyesalan. Andai aku mengambil sisa waktu yang tersisa untuk bisa bersamanya, mungkinkah penyesalanku setidaknya bisa berkurang?

Namun begitulah hidup. kita tidak pernah tahu apa yang ada didepan, dan tidak bisa mengulang apa yang ada dibelakang.

ingatanku lantas mundur kebelakang, pada ingatan-ingatan masa kecil sederhana, tapi sekarang itu terasa berharga. Seperti ketika hujan deras mengamuk diluar rumah, sementara aku menikmati mie rebus buatan Ibu. Atau ketika langit cerah merona, dan aku membantu Ibu memetik beberapa tomat segar dikebun belakang rumah. Saat itu masih kuingat jelas betapa cerahnya raut wajah Ibu. Senyumnya masih belum terhalang segala kerutan.

padahal itu semua adalah potongan kenangan-kenangan kebahagiaan, tapi kali ini saat aku mengingatnya, itu hanya membuat dadaku semakin terhimpit kesedihan.

Kain sudah menutup wajah Ibu. Bendera kuning sudah dipastikan akan menjadi hiasan baru didepan rumah.

pukul 5 sore Ibu menghembuskan nafas terakhirnya. Aku tidak menyangka hari itu akan menjadi kali terakhir aku melihat sosok wanita yang membesarkanku.

Saat pertamakali Dokter mengabarkan tentang itu, aku langsung jatuh tak sadarkan diri. Tubuhku dalam sepersekian detik hilang daya. Bahkan ketika bangun, aku berharap jika itu semua hanya mimpi.

Ibu dimakamkan keesokan paginya. Makamnya terletak bersebelahan dengan makam adikku. Prosesi pemakaman hanya dihadiri beberapa tetangga saja. Kami memang sudah tidak memiliki kerabat lagi disini.Ninda dan Reiya juga hadir, masih setia menemaniku.

Aku juga sempat mengabari Vikram dan Dimas. mereka mengatakan turut berduka.

Setelah semua urusan pemakaman selesai, aku memutuskan untuk menginap semalam lagi dirumahku. aku juga mempersilahkan Ninda dan Reiya jika ingin pulang terlebih dahulu ke Jakarta. Aku sama sekali tak ada maksud untuk mengusir atau karena aku sedang ingin sendiri. Aku hanya tidak mau terlalu merepotkan mereka. Aku khawatir kalau-kalau mereka punya urusan lain disana.

Awalnya Ninda ingin tetap tinggal, tapi Reiya mengatakan kalau besok ada acara organisasi di kampus mereka. Akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke Jakarta.

"hmm yaudah... Kita gak apa-apa balik duluan?" ucap Ninda

"iya,duluan aja. makasih buat semuanya ya. Aku berhutang banyak samamu Nin." jawabku

"ahh sudahlah.. Kamu berlebihan Mir." celoteh Ninda

"maaf ya Mir kita harus pulang duluan. Baik-baik ya lo, yang tabah." sambung Reiya dengan raut simpati.

"kabari kalau ada apa-apa ya" ujar Ninda sembari menacungkan jari kelingkingnya

"iya.. Makasih ya Nin." kusambut jari itu dengan kelingkingku.

...****************...

Malamnya terang bulan cukup bercahaya. hamparan langit tak terhalang sedikitpun awan, dibuatnya bintang-bintang jelas terlihat. sudah lama tak kulihat malam seindah malam ini.

Aku duduk di kursi anyaman bambu yang ada didepan teras rumah. Kursi yang biasa Ibu duduki untuk melepas penat. Aku sedikit bernostalgia untuk sesaat. mencoba menyusun kembali segala sesuatu yang selama ini telah terjadi dalam hidupku.

kemudian aku membuka album foto yang sebelumnya kuambil dari dalam rumah. Setiap potongan kenangan rumah ini terpatri dengan jelas disitu. ahh kebodohan macam apa ini. Kenangan itu hanya akan membuatku semakin tenggelam dalam kesedihan. Aku tidak tahan melihat album itu lebih lanjut.

Kemudian aku masuk kedalam. Kurapihkan barang- barang yang ada disana, seperti baju dan yang lainnya. Kusimpan barang-barang ibu dan Rega dikamar Ibu semuannya.

Ketika aku sedang memasukan baju kedalam lemari Ibu, aku menemukan kotak hitam kecil. rasa penasaran membuatku membukannya. Didalamnya ada beberapa perhiasan, dan secarik kertas dibawahnya.

kertas itu ternyata secarik surat yang Ibu tulis.

"Mir... Ini adalah semua hasil dari uang yang kamu kirim semenjak kepergian adikmu. Pakailah nak untuk kuliahmu. Ibu ingin melihat kamu jadi sarjana. Tidak tahu lagi bagaimana bangganya Ibu bila bisa melihat kamu wisuda."

air mataku tak tertahankan jatuhnya saat membaca surat itu. Kasih ibu ternyata sebegitu luar biasanya. Bahkan setelah kepergiaannya,ia masih meninggalkan seberkas kasih untuk anaknya.

Kini yang bisa kulakuan sebagai anak hanyalah menjawab semua harapan yang telah Ibu berikan. harapan itu akan kubawa dalam setiap langkahku. Sekarang biarlah waktu yang bekerja perlahan mengubur duka.

Terpopuler

Comments

el zahra

el zahra

kasian banget damir. damir yg kuat yaaaa 😭😭😭 ninda kamu harus nemain damir kasian damir 😭

2023-04-23

2

el zahra

el zahra

Terimakasih ya author KRAZZY UP nya semangat lagi ya author. jaga kesehatan nya juga thor

2023-04-23

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!