Masih POV Andi
"Apa benar Lo mimpi seperti itu" Sasa menatapku dengan serius.
"Buat apa sih gue bohong, Lo gak lihat gue bangun-bangun ngos-ngosan kaya gini" ucapku sambil menunjuk wajah ku sendiri.
"Kan Lo biasanya suka bohong" dia malah ngegas.
"Di bilangin gak percaya ya udah" jawabku ketus
"Udah gak usah di pikirin, lagian itu kan cuma mimpi, mungkin karena kita terlalu khawatir mangkanya sampai terbawa mimpi" Sasa menenangkan.
"Tapi sumpah itu berasa nyata banget, lihat aja gue beneran ngos-ngosan karena di mimpi itu gue lari-larian ngejar si Anton tapi anehnya makin gue kejar Anton malah makin jauh" aku menjelaskan.
"Lo tenangin diri dulu deh, nih air Lo minum dulu biar agak tenang" Sasa menyodorkan botol minum dan aku langsung menerima nya.
"Aku jadi kepikiran sama omongan rombongan hantu pendaki tadi, kan tadi mereka bilang sengaja misahin kita biar kita tidak bisa ketemu lagi dan mereka bisa gamnpang mencari kita" aku jadi makin kepikiran.
"Apa mungkin mimpi Lo itu bener, apa Anton sekarang sedang sendirian di hutan ini dan Gilang sama Heni gimana ya nasib mereka, kasian kalau Heni sendirian gimana kalau dia ketakutan" Sasa memikirkan hal yang sama.
"Oke, setelah matahari terbit kita langsung cari mereka sampai ketemu" ucapku pada Sasa.
"Harus, kita harus cari mereka" jawab Sasa, matanya terlihat sendu mungkin sedih memikirkan nasib Heni.
Kita berlima memang sahabat dekat dari sejak kita masuk SMA bahkan kita memiliki hobi yang sama, tapi Sasa lebih dekat dengan Heni karena di antara kita mereka berdua sama-sama perempuan, mungkin itu yang membuat mereka lebih dekat.
"Ayo kita lanjut untuk tidur, biar besok kita punya banyak tenaga untuk mencari mereka" ucap ku lalu kembali merebahkan tubuhku di tanah dan diikuti oleh Sasa.
Sasa sepertinya sudah tertidur pulas, tapi gak tau kenapa aku tidak bisa tidur lagi padahal aku sudah berusaha untuk memejamkan mata agar tertidur tapi tetap saja aku tidak bisa tidur.
Aku terus memikirkan nasib teman-teman ku yang lain, dan makin pesimis karena keadaan sudah makin
kacau, kita sudah saling terpisah dan bahkan kita tau sama sekali dimana teman-teman ku yang lain berada, aku berfikir apa mungkin kita bisa kumpul lagi dan sama-sama mencari jalan keluar.
Tapi saat melihat wajah Sasa aku kembali meyakinkan diri untuk tetap semangat dan kembali berjuang untuk mencari teman-teman ku yang lain, dan aku harus memastikan kalau Sasa harus turun dari gunung ini dan kembali pulang ke rumah nya.
Waktu berjalan sangat cepat, ternyata tadi aku ketiduran dan saat mendengar suara burung berkicau aku langsung terbangun dan mengucek mata ternyata hari sudah pagi, aku menghirupnya udara yang sangat segar dan sejuk.
Ternyata hutan ini cukup indah, banyak sekali pemandangan yang menyejukkan mata, mata ku masih berkeliling melihat pemandangan yang ada di depanku, pohon-pohon yang rindang dan menjulang tinggi, banyak sekali burung-burung yang berterbangan mengelilingi pohon-pohon di hutan ini, kicauannya sangat merdu di dengar kan.
"Sa bangun, ini sudah pagi" aku mengguncang tubuh nya agar dia bangun.
Tapi masih belum ada respon juga dari Sasa ternyata dia tidur sangat nyenyak, atau mungkin nih anak di rumah banguninnya susah banget, udah kaya kebo aja kalau tidur.
"Hey, bangun dong susah banget sih si bangunin" ucapku agak berteriak di dekat kuping nya.
Dia menggeliat dan mulai membuka mata, tapi terlihat dia masih sangat malas untuk membuka matanya mungkin dia masih ngantuk.
"Apaan sih, pakai teriak-teriak segala kaya punya kuping sendiri" dia malah marah-marah karena aku bangunin.
"Habiskan gue udah bangunin baik-baik malah gak Lo dengerin, tetap aja Lo tidur gak mau bangun" kilahku kepada Sasa.
"Lagian ini tuh masih pagi banget, gak biasa gue bangun jam segini" dia belum juga berdiri dari tempatnya tidur.
"Ngapain sih Lo kayak ratu aja bangun siang bolong, inget dong ini itu di hutan bukan di kamar" ucapku kesal karena dia belum juga mau bangun tidur.
"Rese banget sih, ganggu aja orang tidur" dia langsung bangun dan mengucek mata.
Dia membuka mata dengan lebar dan melihat sekeliling, mungkin dia juga sama seperti ku yang takjub dengan pemandangan yang ada di sini.
"Wah, indah banget ya pemandangan nya, pohon nya bagus semua dan sepertinya memang hutan ini tidak pernah di jamah oleh manusia karena masih sangat alami" ucapnya terkagum-kagum.
"Iya, dan sepertinya apa yang dikatakan oleh nek Ngah itu benar, gunung ini adalah gunung larangan, tidak ada manusia yang berani kesini" aku kembali mengingat ucapan nek Ngah saat kita meminta izin untuk mendaki ke gunung ini.
"Kamu benar, kita memang nakal dan tidak mau mendengarkan kata Orang tua" Sasa menunduk mungkin merasa menyesal karena kita tidak mendengarkan nasihat nek Ngah.
Ya ini semua memang salah kita sendiri karena tidak mendengarkan nasibat nek Ngah waktu dirumahnya, kita malah menganggap bahwa ucapan nek Ngah itu hanyalah gurauan saja, dan menganggap kalau nek Ngah hanya menakut nakuti kita agar tidak naik ke
gunung ini.
"Kenapa ya Ndi, kita waktu itu tidak mendengarkan nasihat nek Ngah, andai kita mau nurut sama ucapan nek Ngah pasti kita tidak akan terjebak dalam gunung ini, dan tidak akan merasakan ketakutan setiap saat" Sasa sangat menyesali keputusan yang kemarin kita buat.
"Kita memang salah, dan sangat salah, selharusnya kita tidak mengambil keputusan keputusan sebelum berpikir dengan matang, dan ini lah akibatnya" Ucapku merasa bersalah.
"Kalau kita bisa keluar dari sini, kita harus segera minta maaf ke nek Ngah karena kita sudah membohongi nya" Sasa bicara sambil menatap wajah ku.
"Iya, dan sekarang penyesalan itu tidak ada gunanya, sekarang lebih baik kita berusaha untuk keluar dari gunung ini bersama teman-teman kita" ucapku memberikan semangat.
Sasa hanya mengangguk, matanya terlihat sendu mungkin dia ingin menangis tapi dia tahan, karena tadi malam dia sudah berjanji untuk tidak gampang menangis dan lebih bisa mengontrol emosi nya.
Sasa memang yang paling cengeng diantara kita, itu lah mangkanya dia yang paling sering disakiti cowok dan akan menangis semalaman.
"Udah gak usah sedih lagi, kita akan segera keluar dari gunung ini" aku mengelus rambutnya Sasa terlibhat tersenyum seperti ada harapan baru yang tumbuh di dirinya, aku bersyukur karena aku tersesat bersama dia bukan yang lain, kalau sampai aku terpisah dari dia pasti semalaman aku gak akan bisa tidur karena memikirkan nasibnya.
"Kamu lapar gak" aku bertanya kepada Sasa.
"Belum terlalu lapar sih, tapi lebih baik kita sarapan sekarang setelah itu langsung melanjutkan perjalanan" jawabnya.
"Tumben bisa berfikir yang bener" gumamku pelan tapi ternyata dia bisa mendengar nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments