Lay Calandra berlari secepat mungkin, meninggalkan rumah dinas Andreas. Sedangkan dukun Lena sudah tidak lagi mendampingi dirinya, karena memberikan waktu untuk Lay berpikir.
"Tidak, hiks hiks hiks..."
"Kenapa mereka semua jahat?"
"They are all jerks! I hate this!"
Jantung Lay berdegup kencang, napasnya terengah-engah, tapi dia tetap berlari melampiaskan kemarahannya. Dia tidak ingin lemah, karena selama ini dia selalu memandang kehidupan dengan ringan tanpa beban. Memandang suatu masalah hanyalah angin yang akan segera berlalu.
Tapi entah kenapa saat ini dia tidak bisa melakukan hal itu lagi. Dia tidak pernah begitu takut dalam hidupnya. Dia tidak tahu di mana dia berada atau bagaimana dia sampai seperti ini. Yang pasti dia hanya tahu, jika saat ini harus terus berlari dan berlari, jika ingin membuang semua perasaan yang terasa sesak di dada.
"Hai, Kamu kenapa?"
"Apa Anda perlu bantuan?"
Tiba-tiba Lay melewati segerombolan pria yang sedang duduk di warung pinggir jalan. Tapi tampang mereka menyeramkan, tidak seperti warga desa sekitar rumahnya.
"Apa peduli kalian?!" Lay yang sedang marah, membentak mereka.
"Wah... Aku suka gayanya!"
"Pasti akan lebih menggairahkan jika ada perlawanan. Hahaha..."
"Cakep tuh..."
"Ikut Kami saja, dan dipastikan kamu akan menjerit kesenangan."
Para pria itu sudah mengepung Lay, dengan tatapan yang menjijikkan. Merasa ada dalam posisi terancam, Lay berusaha untuk memperingatkan mereka. "Pergi kalian semua! atau Aku akan berteriak?"
"Hahaha..."
"Berteriak saja Sayang, tidak akan pernah ada orang yang mendengar teriakan mu."
"Iya. Ini adalah kawasan kami, dan kamu sudah masuk jadi harus melayani kami!"
Lay bingung dengan apa yang terjadi dengan dirinya. Tadi di rumah, Andreas, Felisia dan Birdella, seakan-akan tidak melihat keberadaannya. Tapi di sini, bersama dengan ketiga pria ini, nyatanya mereka bisa melihat keberadaannya yang nyata.
Tentu saja hal ini membuat pertanyaan besar di hati dan pikirannya Lay, yang justru semakin bingung dengan apa yang terjadi.
"Pergi kalian semua!"
Akhirnya Lay berteriak dengan mendorong salah satu dari mereka, supaya dia mendapatkan jalan untuk pergi dari tempat tersebut, kemudian segera kabur setelah pria tadi terdorong ke belakang.
"Hai, kejar!"
"Jangan biarkan dia lolos!"
"Kita nikmati bersama jika dapat!"
Lay semakin ketakutan mendengar teriakan mereka yang masih terus mengejarnya. Dia terus berusaha mempercepat langkah kakinya untuk berlari, supaya bisa menjauh dari mereka.
Orang-orang yang mengejarnya semakin terasa semakin dekat, bahkan Lay bisa mendengar langkah kaki mereka menggedor tanah di belakangnya. Dia menoleh ke belakang dan melihat bahwa mereka masih terus mengejarnya. Dia sangat ketakutan dan berlari lebih cepat, sehingga kakinya terkena kerikil-kerikil tajam. Sepatunya sudah tidak tahu kemana karena dia buang saat mempercepat lari, tapi itu justru membuat kakinya terluka dan berdarah.
Dia tidak tahu sudah berapa lama dia berlari. Rasanya seperti berjam-jam, tapi bisa jadi hanya beberapa menit. Dia telah berkeringat dingin dan pucat pasi, karena rasa takut yang muncul di dalam hati dan pikirannya.
"Kenapa mereka tidak mau pergi? apa yang mereka inginkan?"
"Aku tidak mau... tidak!"
Saat dia berlari, dia memikirkan rumah. Dia memikirkan Andreas, Felisia dan Birdella. Kebencian terhadap mereka bertiga datang dan membuatnya berlari tanpa tujuan, dengan berderai air mata.
Lay sendiri tidak tahu, kesedihan atau ketakutan yang saat ini dia rasakan.
"Hai ada apa?"
"Kenapa Kamu berlari?"
Dua orang pemuda mencegat Lay, dengan pertanyaan. Mereka berdua juga melihat keadaan Lay yang banjir keringat, dengan wajah cemas dan takut.
"Aku... Aku..."
"Hai lepaskan! dia mangsa kami!"
Ketiga pria yang mengejar Lay memberikan peringatan kepada dua pemuda yang saat ini berada di depannya. Hal ini membuat Lay bersembunyi di belakang panggung kedua pemuda tersebut.
"Hahaha... jadi dia telah mangsa kalian? tapi kenapa kabur?" tanya salah satu pemuda.
"Dia berlari jadi kami kejar," jawab pria yang lebih gendut dari dua yang lainnya.
"Hehehe... tapi dia sepertinya merasa lebih nyaman bersama kami. Bagaimana jika kami saja yang mengerjakan tugas kalian? hahaha..." sahut pemuda yang lain.
Lay masih belum bisa berpikir jenis dengan perdebatan mereka yang tidak dikenal ini. Dia hanya berharap, agar dua pemuda itu bisa membantunya mengusir ketiga pria yang ingin memanfaatkan keadaannya.
"Tidak bisa begitu bocah! kami yang lebih dulu mendapatkannya."
"Kalian sisanya saja nanti!"
"Boleh juga, deal ya?!"
Lay membelalakkan matanya, mendengar kesepakatan-kesepakatan yang mereka lakukan. Ini adalah sebuah mimpi buruk yang tidak pernah dia bayangkan.
Meskipun dia adalah seorang wanita yang kuat, tapi tidak mungkin bisa melawan kelima laki-laki dalam keadaan seperti ini.Akhirnya Lay kembali berlari, meninggalkan mereka yang sudah memiliki kesepakatan. Dia tidak ingin menjadi bahan mainan mereka, meskipun dia butuh sekalipun tapi tentu saja tidak dalam keadaan seperti ini.
Para pria di belakangnya berteriak-teriak, memintanya untuk berhenti. Lay merasa mereka semakin dekat. Dia bisa mendengar napas mereka terengah-engah. Dia hampir kehabisan kekuatannya, tetapi dia mendorong dirinya untuk berlari lebih cepat.
Hari ini begitu sepi, apalagi cuaca yang tadi sempat hujan deras dengan angin kencang. Tentu saja ini membuat para warga memutuskan untuk tetap berada di dalam rumah, dan tidak memperhatikan keadaan yang ada di jalan-jalan.
Tiba-tiba, Lay melihat cahaya di kejauhan. Itu seperti secercah kecil harapan dalam hatinya yang sedang dalam kegunaan. Dia berlari ke arah cahaya tersebut, berdoa agar itu adalah tanda keselamatan.
Ketika Lay l semakin dekat, dia melihat bahwa cahaya itu berasal dari dalam hutan Larangan. Lay sempat ragu untuk masuk, tapi itu satu-satunya harapannya. Dia berlari ke arahnya, berharap seseorang akan ada di sana untuk membantunya.
Ketika sudah berada di dalam hutan, ternyata para pria itu juga mengikutinya. Dia bisa mendengar pria di belakangnya, semakin dekat dan dekat. Dia menutup matanya dan menunggu yang terburuk, karena larinya sudah tidak bisa secepat tadi dalam keadaan hutan yang rimbun dengan pepohonan serta akar-akar pohon yang menyembur ke atas.
"Kejar terus!"
"Tidak lama kita bisa menikmati tubuhnya yang hangat."
"Cepat sedikit, tidak mungkin dia terus berlari ke dalam hutan ini!"
Saat pria yang mengejarnya berbicara satu sama lain semua itu terasa semakin dekat, pembuat ketakutan Lay semakin menjadi-jadi.
Brukkk
"Ough..."
Pada akhirnya, ketakutan Lay membuatnya kelelahan. Dia ambruk, kakinya lemas. Dia terlalu lelah untuk bergerak dan terlalu takut untuk melakukan apa pun selain menunggu yang terburuk. Pikirannya berpacu dengan pikiran tentang apa yang akan terjadi padanya, dan dia tidak dapat menemukan keberadaan seseorang yang bisa menolongnya.
"Hahaha..."
"Akhirnya Kamu menyerah juga."
"Seharusnya sedari tadi, jadi tidak sama-sama capek. Bagaimana bisa maksimal nanti bermain-main jika seperti ini?!"
Kelima pria yang mengejarnya juga sama kelelahan, mencoba mengatur napas tak jauh dari tempat Lay berada saat ini.
"Apa Aku akan mati di sini?"
"Adakah yang bisa menolongku?"
"Armaro..."
Antara sadar dan tidak, karena sudah putus asa, Lay menyebut nama Armaro.
Hahhh... kira-kira Armaro datang untuk menolong Lay gak ya? apalagi dia juga sedang dalam keadaan marah karena Lay.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
ZasNov
Semoga Armaro datang menyelamatkan Lay ya.. Jangan sampai terjadi hal buruk sama Lay..😣
2023-03-15
0
ZasNov
Wah keluar kandang singa, masuk kandang buaya.. 😣
2023-03-15
0
Elisabeth Ratna Susanti
top 👍
2023-02-27
0