Danau Hijau

Lay Calandra membuka matanya perlahan-lahan, kemudian pandangannya ke sekeliling tempatnya berada. Ternyata sekarang ini dia sedang berada di tengah hutan, tanpa tahu bagaimana caranya tadi dia bisa masuk ke dalam hutan ini.

"Tadi... tadi Aku ada..."

"Kenapa Aku di sini?"

Dengan bingung Lay Calandra mengingat-ingat kembali semua kejadian yang dia alami. Tidak ada siapapun didekatnya, bahkan sosok hitam itu juga tidak terlihat berada di sekitarnya.

Pandangan mata Lay tertuju pada air danau yang tak jauh dari tempatnya berada, dengan warnanya yang terlihat hijau gelap.

'Ini... ini seperti tempat yang dikatakan oleh sosok hitam itu. Tapi... bukankah semuanya hanya mimpi, bukan nyata?'

'Atau hari ini aku juga sedang bermimpi?'

Lay belum menyadari keadaannya yang sesungguhnya, bahkan dia pikir bahwa saat ini dia sedang bermimpi sehingga apa yang dilihatnya ini juga hanyalah malam mimpi semata. Bukan suatu kebenaran atau kebetulan yang memang benar adanya.

Sekarang Lay berusaha untuk bangkit, karena dari sinar matahari yang masuk melalui celah telah pepohonan menandakan bahwa hari sudah sore. Mungkin bukan hanya sekedar sore, tapi menjelang malam.

"Aku harus pulang," gumam Lay mulai melangkah. Tapi kesadarannya justru kalah dengan apa yang dilakukan oleh anggota tubuhnya sendiri.

Kedua kaki Lay tiba-tiba berjalan menuju ke arah danau, bukan menuju ke arah jalan keluar yang seharusnya.

"Ada apa dengan kakiku? Aku ingin pulang."

Tapi kaki Lay tetap alangkah tanpa sadar menuju ke arah danau hijau, yang berada tak jauh dari tempatnya tadi.

Warna hijau yang terpantul dari air yang terkenal sinar matahari, seperti permata Jamrud yang menghipnotis penglihatan matanya. Membuat Lay tidak bisa mengalihkan pandangan mata dari danau itu.

Padahal di dalam hati Lay menyadari, jika apa yang dia lakukan sekarang ini bukan keinginannya. Jadi antara dirinya dan anggota tubuhnya sendiri seperti berperang, tidak sinkron dan bertolak belakang.

"Aku ingin pulang!"

Lay berteriak kencang, supaya kaki dan matanya tidak lagi tertuju pada danau tersebut. Sebab jika dia meneruskan langkahnya, bisa-bisa dia akan masuk dan tenggelam ke dalam danau tersebut.

Sayangnya kaki Lay tidak mau mendengar dan mematuhi perintah hatinya. Dia tetap melangkah menuju danau hijau tersebut.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Lay yang tidak tahu ditujukan pada siapa.

Tapi ternyata ada suara yang menjawab pertanyaan tersebut, yang membuat lain menjadi ketakutan.

"Kamu akan tahu setelah berada di dalam danau." Kata suara tersebut.

"Siapa Kamu?" tanya Lay lantang.

Meskipun Lay merasa ketakutan, tapi dia juga ingin tahu, siapa di balik suara yang menjawab pertanyaannya tadi.

"Aku adalah belahan jiwamu Honey."

"Bukankah Kamu juga menginginkanku? Kamu merasa puas bukan?" suara tersebut justru balik bertanya, tanpa diketahui siapa pemilik suara tersebut.

Mendadak wajah Lay memerah, karena tersipu malu dengan pertanyaan suara tersebut, yang mengingatkan dirinya tentang kejadian kemarin, yang dia pikir hanyalah sebuah mimpi.

"Apakah Kamu mau mengulanginya lagi Honey? I'm ready to give that satisfaction."

Mendengar perkataan suara yang sangat fulgar tersebut, Lay semakin terkejut.

"Jadi ini bukan mimpi? Jika ini nyata, tolong keluar dan beri tahu Aku, siapa sebenarnya Kamu. Tapi jika ini hanya sebuah mimpi, cepet bangunkan Aku!"

Byuurrr

Ternyata Lay sudah sampai di pinggir danau, bahkan tercebur ke dalam air berwarna hijau gelap tersebut. Tapi setelah dia benar-benar masuk ke dalam air, dia tidak merasakan bahwa dirinya berada di dalam air. Tapi berada di suatu ruangan sama seperti sebuah bangunan kerajaan-kerajaan yang ada di dalam dongeng anak-anak kecil.

Apa yang dilihat Lay ini benar-benar di luar dugaan, sebab dia yang tadinya masuk ke dalam danau, tidak seperti orang yang baru saja masuk ke dalam air.

Pakaiannya kering, begitu juga rambut dan tubuhnya. Tidak ada tanda-tanda adanya air, yang menempel pada tubuh dan pakaiannya.

"Ini... ini apa?"

"Bagaimana bisa ini terjadi? Lalu bagaimana caranya Aku bisa keluar tempat ini?" Lay bingung dengan keadaannya yang sekarang, karena tempatnya berada saat ini seperti sebuah dimensi lain. Bukan di dunia nyata.

Tapi Lay juga merasa penasaran tempat ini, sehingga terus melangkah menyusuri lorong-lorong yang berada di depannya.

Rasa penasaran Lay menyalahkan rasa takutnya, padahal dia belum tahu, tempat apakah yang sebenarnya dia kunjungi sekarang ini.

Lay terus melangkah menuju cahaya, yang sepertinya menuntun dirinya untuk terus maju. Meskipun dia sendiri tidak tahu, ke mana tujuan sinar tersebut akan berhenti.

Di depan sana, Lay melihat sebuah ruangan yang sangat luas dengan altar yang tampak seperti sebuah singgasana. Tapi ruangan ini kosong dan sepi, tidak ada seorangpun yang bisa dia tanyai.

Lay berjalan menuju ke altar, yang terdapat dua kursi seperti sebuah singgasana di sebuah kerajaan.

"Apa Aku berada di dunia dongeng?"

"Ini seperti kursi raja dan ratu. Tapi kenapa sepi, tidak ada seorangpun di sini?" Lay bergumam seorang diri dengan semua pertanyaan demi pertanyaan yang diajukannya, tanpa ada yang bisa menjawab.

"Selamat datang ratuku, Honey."

Dengan cepat Lay menoleh ke arah belakang, di mana dia mendengar suara yang membuatnya kaget.

Sesosok laki-laki bertubuh gagah dan tegap melihatnya dengan tatapan lembut, dengan matanya yang berwarna hijau cerah. Mirip seperti warna air danau tadi, hanya saja yang membedakan air tersebut dengan mata laki-laki ini antara hijau gelap dan terang.

"Kamu, siapa Kamu?" tanya Lay waspada.

"Aku? Apakah Kamu lupa siapa Aku Honey?" Laki-laki tersebut justru balik bertanya pada Lay, karena wanitanya itu tidak mengenalinya.

Lay jujur menggelengkan kepalanya, sebab dia tidak bisa berpikir cepat saat ini.

Tapi sedetik kemudian Lay membelalakkan matanya, teringat dengan sosok hitam yang hadir dalam mimpinya.

"Kamu... Kamu adalah Armaro Baruto?"

Senyum laki-laki tersebut mengembang sempurna, karena Lay mengenali dirinya. Dia berjalan lebih dekat ke arah Lay berdiri, dan menuntunnya untuk duduk ke salah satu kursi yang ada di altar.

Lay seperti terhipnotis, mengikuti saja apa yang dilakukan oleh laki-laki tersebut.

"Disinilah tempatmu yang seharusnya. Bukan di rumah Andreas."

Mendengar perkataan Armaro Baruto, kesadaran Lay kembali. Dia berusaha untuk tetap berada dalam kesadarannya, sebab dia masih memiliki tanggung jawab di rumah.

"Aku mau pulang."

Lay mengatakan keinginannya, karena saat ini sudah hampir malam, atau bisa jadi memang sudah malam. Dia harus segera pulang ke rumah, menunggu kepulangan Felisia dari rumah kakeknya.

Dia tidak mau mengabaikan anak tersebut, meskipun Felisia bukanlah anak kandungnya, tapi dia sudah menyayangi gadis kecil itu seperti anaknya sendiri.

Meskipun dia sakit hati pada Andreas, dia tidak bisa mengabaikan perasaan Felisia yang juga menyayanginya.

Terpopuler

Comments

Ucy (ig. ucynovel)

Ucy (ig. ucynovel)

sosok hitamnya keturunan bule nih

2023-03-10

0

ZasNov

ZasNov

Felisia bisa bersama kedua orangtuanya. Mending kamu pergi aja. Ga usah ngarepin Andreas lagi..😓

2023-02-11

0

ZasNov

ZasNov

Gaya banget nih sosok hitamnya, jago bahasa inggris..😆

2023-02-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!