Elanor Si Bayi Besar

Monika keluar rumah, dia mengambil selang air dan mulai menyirami tanaman bunga yang tumbuh dihalaman. Salah seorang pelayan datang menghampirinya untuk mengambil alih pekerjaan ringan itu darinya, tapi Monika menolaknya.

Sangat jenuh kalau dia tidak melakukan apapun dirumah itu. Hanya makan, tidur, duduk sambil menonton televisi. Lagi pula hanya menyiram bunga saja, bukan pekerjaan rumah yang berat.

Sebuah motor besar berhenti didepan pintu gerbang, seorang penjaga keamanan membuka gerbang dan pengemudi motor itu pun masuk kedalam. Rupanya dia adalah Elanor, akhirnya pria itu kembali setelah dua dua puluh empat jam kabur dari rumah.

Elanor sama sekali tidak menyapa Monika, bahkan menoleh kearahnya saja tidak. Mungkinkah dia marah kepada Monika? Itu sangat aneh ,harusnya Monika lah yang marah kepadanya atas sikap kasarnya tempo hari. Benar benar kekanakan!

Selesai menyiram tanaman bunga, Monika kembali masuk kedalam kamarnya. Dia berbaring diatas ranjang, membaca novel online dan tertidur sampai sore.

Monika membuka mata, dia terusik oleh tangan seseorang yang meraba betisnya perlahan. Reflek Monika mendorong orang itu dengan kasar hingga jatuh ke lantai.

"Awh,,,," rintih Ervan.Dia mengelus siku tanganya yang sakit.

"Maafkan aku, aku pikir kamu siapa," Monika meringis.

"Memangnya siapa yang berani masuk kedalam kamar ini selain aku?"

"Mas punya adik laki laki yang nakal,"

"Jika dia berani bertindak sejauh itu, aku sendiri yang akan mematahkan kaki dan tangannya!"

"Mas menyeramkan sekali, aku jadi takut," seloroh Monika.

Seketika Ervan merubah raut wajahnya,dia bangkit dari atas lantai dan berjalan menuju kamar mandi. Seumur umur baru kali ini mobil bertemu dengan pria galak, dan pria itu adalah suaminya.

Selesai mandi, Ervan mengganti pakaiannya. Secangkir kopi sudah ada diatas meja kecilnya. Ervan tersenyum,gadis penakut dan polos itu ternyata tau tugasnya juga bahkan sebelum di perintah.

Dulu, Monika sering melihat Ibunya meladeni Ayahnya dengan baik. Kini, Monika mempraktikannya pada Ervan.

"Mau langsung makan atau nanti?" Tanya Monika.

"Langsung makan saja," sahut Ervan sambil menyisir rambutnya agar terlihat rapih.

Monika keluar kamar, dia berpapasan dengan Elanor di lorong. Matanya dan mata Elanor tak sengaja saling beradu pandang, Monika langsung berlari kecil menuruni anak tangga.

"Apa dia takut padaku?" Elanor bertanya tanya dalam hati.

Ervan turun ke ruang makan, Monika telah mempersiapkan segalanya untuknya. Makan malam kali ini mereka hanya bertiga, Elanor tidak bergabung bersama mereka. Mungkin dia masih kesal pada Ervan juga kakak iparnya.

Erick meminta salah seorang pelayan untuk mengantar makanan ke kamar Elanor, dia cemas jika anak keduanya telat makan. Karena Elanor memiliki penyakit lambung sejak kecil.

"Ayah,jangan terlalu memanjakannya. Nanti kalau lapar dia juga turun sendiri," Ervan memprotes perhatian Erick yang dia anggap terlalu berlebihan.

"Kamu tau sendiri, dia punya penyakit lambung. Kalau sekarang dia telat makan pasti besok masuk rumah sakit,"

Selesai makan, Ervan kembali naik kelantai atas. Bukan masuk kedalam kamarnya melainkan masuk kedalam kamar Elanor adiknya.

Ervan melihat sepiring nasi dan lauk diatas meja masih utuh, Elanor sama sekali tidak mau mencoleknya walaupun hanya sedikit. Ervan mungkin tidak suka pada Elanor, tapi bagaimanapun dia adalah adiknya. Dia tetap saja khawatir jika sesuatu terjadi pada Elanor.

"Jangan masuk kedalam kamar lain tanpa permisi,"

"Kamu bukan orang lain, kamu adikku. Bukankah aku selalu masuk kedalam kamarmu tanpa ijin sebelumnya?"

Elanor meletakan ponselnya di samping lampu tidur, dia berbaring diatas ranjang dan menutupi tubuhnya dengan selimut tebal.

Ervan tau kalau adiknya sedang tidak mau berbicara padanya, tapi dia tetap mendekati Elanor dan duduk disebelahnya.

"Aku tidak peduli jika kamu tidak makan dan penyakitmu kambuh lalu masuk kerumah sakit. Aku hanya peduli pada pria tua yang selalu memperlakukan kamu seperti anak bayi itu. Makanlah sedikit ,kalau kamu tidak makan Ayah mungkin akan gila," celoteh Ervan panjang lebar.

Elanor diam tak bersuara, merasa diacuhkan Ervan keluar dari kamar itu dan menutup pintunya rapat rapat.

Elanor membuka selimut, dia bangun dan duduk disisi ranjang. Ervan masih saja memberikan perhatian padanya, walaupun dia telah membuat onar kemarin malam. Elanor sedikit terbaru, tapi bukan berarti dia telah melupakan kesalahan Kakaknya yang telah menikahi wanita incarannya.

Benar kata Ervan, dia harus makan walaupun hanya sedikit. Kalau tidak, Ayahnya pasti tidak akan bisa tidur sampai pagi.

Meski berpostur tinggi besar, tubuh Elanor cukup lemah. Dia sering sakit dan tidak boleh kelelahan sedikit. Karena itu Erick selalu memanjakannya dari kecil hingga dewasa seperti sekarang ini.

Awalnya Ervan merasa iri karena Ayahnya lebih peduli dan perhatian pada Elanor, tapi seiring bertambahnya usia Ervan tau kalau Elanor memang perlu diberi perhatian lebih.

Sehebat apapun pertengkaran yang terjadi diantara dua saudara, yang namanya saudara tetaplah saudara. Hubungan itu tidak akan pernah putus kecuali maut memisahkan.

Ervan masuk kedalam kamarnya, rupanya Monika telah menunggunya sejak tadi.

"Darimana Mas?" Monika menatap wajah suaminya yang sedikit lesu.

"Dari kamar bayi besar, aku harus membantu Ayah untuk membujuknya agar mau makan,"

"Maksud Mas Elanor?"

"Iya,"

"Ternyata kamu peduli juga padanya,"

"Tentu saja, dia adikku."

BERSAMBUNG...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!