Acha menyusul mamanya ke kamar. Tumben sekali setelah makan malam biasanya mamanya tidak langsung masuk kamar, pasti berkumpul dulu di ruang keluarga, mengobrol dan kadang diselingi dengan candaan, tapi malam ini Nadia malah pamit ke kamar dulu, setelah bergabung sebentar di ruang keluarga.
“Kak mau ke mana?” tanya Devan.
“Mau ke kamar mama, biasa mau tanya soal pekerjaan, Pa,” jawab Acha.
“Oh, ya sudah sana,” ucap Devan.
Semenjak menjadi dokter, Acha semakin dekat dengan mamanya, meski mama sambung, tapi Acha tidak merasa mama Nadia itu mama sambungnya. Sayang dan cinta Acha pada Nadia sama dengan dirinya mencintai dan menyayangi mama kandungnya, yaitu Ica. Sandaran ternyaman Acha saat dia sedang menanggu beban pekerjaannya adalah mamanya. Apa pun yang merasa dirinya kurang nyaman saat bekerja, ia ceritakan semuanya pada mamanya. Nadia adalah tempat curhat dan tempat berkeluh kesah Acha, juga satu-satunya orang yang bisa mengerti Acha.
Bukan hanya dengan Acha saja. Kedua anak laki-lakinya juga seperti itu. Fatih pun sangat dekat dengan mamanya, bagi Fatih mamanya adalah perempuan yang harus dibahagiakan di atas segalanya. Ia tidak mau mamanya sakit, sedih, atau apa pun yang membuat mamanya sedih. Perhatiannya pada mama dan kakak perempuannya sangat besar, meski Acha bukan saudara seibu dengannya.
Shaka pun seperti itu, bahkan sedang ada masalah dengan pacarnya, Shaka selalu curhat dengan mamanya. Bagi Shaka, mamanya adalah perempuan yang paling mengerti dirinya, dan ia pun selalu meratukan mamanya, meski ia sering bucin dengan pacaranya.
Acha melihat mamanya sedang duduk di tepi ranjang, memunggungi pintu, dan terlihat sedang membuka buku bersampul cokelat muda.
“Ma?” panggil Acha. Acha melihat mamanya sedang menyeka air matanya dengan memunggungi dirinya.
“Mama baik-baik, saja?” tanya Acha sambil mendekati mamanya.
“Yah, mama baik-baik saja. Ada apa, Kak?” tanya Nadia dengan suara yang sedikit parau.
“Enggak, Cuma pengin ke kamar mama saja, mau tanya soal dokter Riki, Ma,” jawab Acha.
Nadia membalikkan badannya, ia menatap Acha, dan merentangkan tangannya supaya Acha memeluknya. Mendengar Acha menyebut nama Riki, ada sedikit rasa bahagia pada diri Nadia, akhirnya anak perempuannya mau menceritakan teman laki-lakinya.
“Ma, mama nangis?” tanya Acha.
“Mama bahagia, akhirnya kamu mau cerita sama mama, soal teman laki-laki kamu,” jawab Nadia.
“Gak, mama bohong, mama nangis karena pertanyaan Shaka tadi, kan? Bukan mama bahagia aku mau cerita soal Dokter Riki. Sampai kapan, Ma? Mama itu perempuan yang hebat, tidak ada perempuan sehebat mamaku, dua mamaku adalah perempuan yang hebat. Sampai kapan mama menyalahkan diri mama, mama bukan perusak rumah tangga orang. Ma, semua itu kecelakaan, semua terjadi begitu saja, bukan?” ucap Acha.
“Mama tidak tahu harus bagaimana menjelaskan semuanya pada adik-adikmu. Fatih kadang bertanya, kenapa tahun lahirnya sama dengan tahun kelahiran mamamu, dan bulannya paling selisih beberapa bulan saja. Padahal mama bilang, mama menikah dengan papa sesudah mama Ica meninggal? Pertanyaan adikmu membuat mama malu mau menjelaskannya. Mama tidak mau Fatih mengira mamanya merebut papa dari mamamu, Ca. Mama tidak tahu harus menjelaskan seperti apa dan bagaimana,” ucap Nadia.
“Ma, mereka pasti ngerti kok. Mama harus menjelaskannya pelan-pelan, Ma, mereka pasti tahu,” ucap Acha.
“Iya nanti mama jelaskan pada mereka, kalau mama sudah siap. Jujur mama malu, mama dulu hamil duluan, mama tahu itu kecelakaan dan mama tidak menyadari itu, mama sedang kalut saat itu, begitu pun papamu. Tapi, tetap saja mama merasa, kalau mama ini bukan mama yang baik untuk kalian,” ucap Nadia.
“Jangan bicara seperti itu, Ma. Kalau mama bukan mama yang baik, tidak mungkin Acha sampai bisa di titik ini, Ma. Titik di mana Acha bisa meraih impian Acha, itu semua terjadi karena support dari mama, doa dari mama. Mama itu mama yang terbaik, yang bisa mengerti anak-anaknya. Kalau bukan mama, siapa yang akan mendoakan aku, siapa yang menyayangi aku dan mencintai aku kalau bukan mama? Siapa lagi yang akan mensupport aku sampai aku bisa ada di titik ini, Ma? Semua karena mama, bukan karena orang lain. Mama adalah hidupku, mama satu-satunya orang yang mendukung aku mencapai mimpiku. Mama jangan bilang gitu lagi, ya? Acha sayang mama, sangat sayang sama mama.” Acha memeluk Nadia erat
“Makasih, Sayang. Kamu sudah menyayangi mama, kamu selalu mengerti mama, kamu sudah mau menerima mama sebagai ibu sambungmu. Terima kasih, Sayang,” ucap Nadia dengan mengeratkan pelukannya pada Acha.
“Mama jangan sakit, ya? Mama jangan pergi. Aku gak mau lihat mama sakit lagi, aku masih takut kalau ingat dulu mama Ica sedang sakit. Aku gak mau kehilangan mama karena mama sakit. Mama harus sehat-sehat terus, ya? Sampai Acha menikah dan punya anak, mama katanya pengin punya cucu?” ucap Acha.
“Iya, doakan mama sehat selalu, supaya bisa melihat anak-anak mama bahagia, meski mama tidak tahu di mana anak bungsu mama saat ini, di mana Ayleen saat ini, apa dia masih ada, atau dia sudah tidak ada. Tapi, mama yakin dia masih ada, entah di mana, hidup di mana, dan dengan siapa,” ucap Nadia.
“Iya, Ayleen masih ada, Ma. Acha yakin itu. Acha percaya sama mama, karena ikatan cinta seorang ibu dengan anak sangat kuat. Mama percaya Ayleen masih ada, Acha juga yakin dengan perasaan mama, kalau Ayleen masih ada. Jangankan dengan anak kandung mama, aku sudah membuktikan sendiri, meski mama bukan ibu kandungku, mama selalu tepat perasaannya, mama selalu punya feeling yang tepat jika Acha akan ada apa-apa, bergitu juga dengan Shaka dan Fatih. Dan, Acha yakin, Ayleen masih ada, karena mama percaya Ayleen masih baik-baik saja,” ucap Acha.
Nadia tidak tahu apa yang harus ia katakan lagi. Acha yang bukan anak kandungnya begitu mencintainya, menyayanginya, bahkan Acha sangat over protektif dengan dirinya soal kesehatan. Acha selalu menjaga mamanya, tidak mau mamanya sakit, tidak mau mamanya sedih, dan seperti saat ini, Acha yang aslinya ingin tahu kenapa mamanya sedih, ia masuk ke kemarnya dengan alasan ingin cerita soal dokter Riki, padahal tidak ada bahan cerita untuk menceritakan dokter Riki pada mamanya.
Dokter Riki adalah dokter anak juga. Dia seusia Acha, teman Acha dari SMA. Sejak Riki tahu, Acha itu anaknya Nadia, yang sama-sama profesinya sebagai dokter anak, juga cucu dari Dokter Akmal, yang juga dokter anak, Riki semakin dekat dengan Acha, apalagi ia bertugas di rumah sakit yang sama.
Nadia sangat ingin anak perempuannya mendapatkan pendamping yang baik, dan sangat menyayangi juga mencintainya. Nadia tahu, sejak Acha dikecewakan oleh Zahfran, Acha sulit sekali membuka hati untuk pria lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments