Shaka dan Acha melihat ke arah Ardha yang sepertinya ingin langsung membantu gadis itu yang terlihat sedikit keberatan membawa kardus.
“Itu cewek yang kemarin ngobrol sama Fatih kayaknya,” ucap Acha.
“Iya, itu memang orangnya, Kak,” jawab Shaka.
“Ardha mengenalnya?” tanya Acha.
“Kakak kek gak tahu Kak Ardha saja, dia kan ke sini hampir setiap hari, basecamp nya dia kan di sini, kalau udah selesai kerja pasti ke sini, kadang main game, kadang juga nyelesein pekerjaannya yang tertunda, ya jelas lah Kak Ardha tahu semua karyawan di sini?” jelas Shaka. “Sudah ayo masuk,” ajak Shaka.
Shaka dan Acha masuk ke dalam, ia tidak bergabung dengan kakak dan papanya, karena mereka terlihat sedang sibuk membicarakan pekerjaannya. Shaka dan Acha memesan makanan, sambil menunggu pesanannya datang, Acha kembali melihat ke depan. Ardha terlihat begitu akrab dengan gadis yang katanya juga sedang dekat dengan adiknya.
Ardha tidak mau membiarkan Alana membawa kardus yang berat itu. Ardha membantu membawakannya. Baru saja suplier mengantarkan pesanan cafe, dan Alana di suruh Alka mendata apa yang datang, dan menatanya di gudang. Padahal sebetulnya ini bukan pekerjaan Alana, karena ada karyawan yang tidak berangkat, Alka langsung menyuruh Alana yang menanganinya, padahal yang datang barang yang cukup berat, harusnya laki-laki yang melakukan pekerjaan tersebut.
“Lain kali jangan langsung mau diperintah Alka, kalau tidak sesuai dengan pekerjaan kamu. Kamu boleh mendata lalu angkat-angkat barang dari suplier kalau tidak berat seperti ini. Kamu bisa menolaknya, karena ini bukan pekerjaan kamu, jangan takut dipecat, Tiara pasti tahu kok, adiknya saja yang gak becus kerja!” ucap Ardha kesal.
“Tapi ini pekerjaan saya, Pak!”
“Iya tahu, tapi ini berat, Alana? Kamu gak merasakan ini berat?”
“I—iya berat sih, tapi kan ini pekerjaan saya, Pak Alka yang menyuruhnya,” jawab Alana.
“Kamu boleh menolaknya, karena ini sangat tidak masuk akal dikerjakan oleh kamu. Aku tahu kamu itu pelayan di sini, pekerjaanmu melayani tamu, bukan tukang songgol Alana! Dia semakin semena-mena sekali sama kamu,” gerutu Ardha dengan raut wajah yang menyiratkan kemurkaan pada Alka.
“Nanti gajianku dipotong, Pak? Kan sayang kalau dipotong?” ucap Alana.
“Gak akan, dia hanya mengancam kamu, sudah nanti lagi kalau kamu disuruh kek gini jangan mau!” tutur Ardha. “Nanti saya bilang sama Alka, dia sudah keterlaluan soalnya!” pungkasnya.
“Ih jangan, Pak! Nanti malah saya dimarahin Pak Alka, dikira saya mengadu sama bapak,” ucap Alana.
“Kalau marah, saya marahi lagi dia!” tukas Ardha.
“Ya sudah terserah Pak Ardha,” jawab Alana.
“Kamu takut dipecat Alka?”
“Ya iyalah, ini pekerjaan saya satu-satunya, buat menyambung nyawa, Pak. Sama dikit-dikit kirim uang buat ibu. Untung saja saya dapat beasiswa di sini,” jawab Alana.
“Kalau dipecat, kamu bisa kerja di kantorku,” ucap Alka.
“Sudah gak usah bilang sama Pak Alka, saya tidak mau ribut sama Pak Alka lagi, Pak,” ucap Alana. Ardha hanya diam saja mendengar Alana bicara. Dia berjalan di sisi Alana dengan membawakan kardus yang berisi minyak goreng.
“Gila ini aku bawa dari depan sampai ke dalam saja berat sekali, apalagi Alana? Alka benar-benar keterlaluan sekali dia!” gumam Ardha.
Banyak yang bilang Alka memang agak semena-mena dengan karyawan, sampai karyawannya tidak betah, dan akhirnya semua pada resign, padahal saat dipegang Tiara, sebelum Tiara membuka butik dan menikah, semuanya aman-aman saja, tidak pernah ada keluhan dari karyawan.
Ardha langsung masuk ke ruangan Alka. Alka adalah adik Tiara. Dia seusia Shaka, dan baru menyelesaikan pendidikannya. Ia diminta Tiara untuk menjadi manajer di cafenya, tapi ia kadang semena-mena dengan karyawannya.
“Alka, kamu makin semena-mena ya sama karyawan?!” tegur Ardha yang langsung masuk ke dalam ruangan Alka.
Ardha memang sudah dekat dengan Alka sejak masih kecil, dengan Tiara pun dia dekat, apalagi usianya hanya terpaut sedikit, meski lebih tua Tiara. Dengan keluarga Alka pun Ardha sudah begitu dekat, karena dulu sempat akan dijodohkan dengan Tiara, tapi Ardha dan Tiara sama-sama menolak. Tiara sudah memiliki kekasih, yang sekarang sudah menjadi suaminya, sedangkan Ardha, dia memang hanya menganggap Tiara itu seperti saudara saja, apalagi maminya dan mamanya Tiara sangat akrab.
“Ish ... Mas Ardha ini kek Mbak Tiara sukanya! Aku semena-mena gimana sih, Mas?” ucap Alka.
“Itu Alana disuruh bawa karton besar berisi minyak goreng 12 kilogram. Gila kamu!” ujar Ardha.
“Hmmm ... sudah kuduga pasti protes karena Alana, lagian siapa suruh dia berangkat terlambat terus? Memang ini cafe milik nenek moyangnya?!” ucap Alka.
“Tapi gak gitu juga, Alka? Dia perempuan, masa kamu tega sih lihat dia angkat karton yang berat? Gak ada karyawan laki-laki? Ada kan?” ucap Ardha. “Aku bilang sama Tiara nih?” Ardha mengambil ponselnya dan akan menghubungi Tiara.
“Eh jangan dong, Mas?! Iya deh iya, aku gak akan nyuruh dia yang berat-berat lagi. Lagian siapa suruh dia terlambat terus?” Alka mencegah Ardha untuk menghubungi kakaknya, dia takut kena semprot Tiara yang memang sangat menyayangi Alana, dia memang suka dengan kerja dan semangat Alana. Apalagi Tiara pernah melihat nilai Alana yang sangat bagus, dan bisa mempertahankan prestasinya, jadi ia menginginkan Alana untuk bekerja di butiknya, kalau sudah lulus kuliah nanti. Alana juga semenjak kuliah semester tiga sudah bekerja di cafe milik Tiara, jadi Tiara tahu bagaimana Alana yang sudah ikut bekerja di cafenya cukup lama.
Alka memang senang membuat Alana seperti itu. Sejak ada Alana di cafe kakaknya, ia menjadi semangat ke cafe, mengurus usaha kakaknya. Alka memang tidak pernah serius untuk bekerja, sampai papanya menyerah dan meminta Tiara supaya Alka bekerja mengurus cafenya setelah Tiara menikah.
“Lagian kamu tega sekali sama Alana, dia itu perempuan!” tukas Ardha.
“Ih Mas Ardha kok perhatian banget sama Alana? Naksir kamu, Mas?” ucap Alka, lalu berjalan dan berdiri di sebelah Ardha.
“Kalau pun bukan Alana, aku juga marah sama kamu! Kalau yang bawa karyawan perempuan yang lain aku juga akan marahin kamu! Jangan semena-mena dengan karyawan kamu, jadi pemimpin itu harus baik, loyal dengan karyawanmu, gak ada mereka, kamu bukan siapa-siapa, Alka?” tutur Ardha.
“Iya deh iya ... maaf, nanti gak gitu lagi. Aku kira Mas Ardha suka sama Alana?”
“Kalau suka kenapa? Masalah?” jawab Ardha.
“Jangan dong! Kak Ardha terlalu tua untuk Alana!” tukas Alka.
“Atau jangan-jangan kamu naksir sama Alana? Kalau naksir, jangan gitu? Yang ada kamu akan dibenci dia. Kamu pikir di FTV apa? Bosnya galak, lalu jatuh cinta. Lucu kamu, Al!”
“Kalau aku naksir kenapa? Dia itu perempuan unik yang baru pernah aku temui, Mas. Lucu, pintar, cekatan, penuh semangat, padahal aku tahu dia itu sedang banyak beban. Kagum saja sih masih ada perempuan seperti itu,” jawab Alka.
“Itu namanya kamu naksir sama dia? Kalau kamu kagum kenapa kamu suka marahin dia?” ucap Ardha.
“Entahlah, lihat wajah dia yang takut itu lucu sekali, Mas. Gemas lihatnya,” jawab Alka.
“Memang kamu itu aneh. Sudah jangan diulangi lagi kamu seperti itu. Gak Cuma dengan Alana saja, berlaku dengan semua karyawanmu di sini!” tegas Ardha.
“Iya, iya ...,” jawab Alka.
Ardha keluar dari ruangan Alka. Dia sejenak berpikir soal ucapan Alka tantang Alana tadi. Memang Alana adalah gadis yang semangat, ramah, sopan, cekatan, pintar, dan itu membuat sosok Ardha kagum dengannya. Sejak awal pertemuan dengan Alana, membuat Ardha semakin penasaran untuk mengenal Alana, tapi dia memang sulit untuk dekat dengan perempuan. Dari dulu dia belum pernah merasakan jatuh cinta lagi, setelah hatinya dipatahkan oleh perempuan yang ia taksir, dan ternyata adalah perempuan yang sudah bersuami.
“Dia cantik, pintar, dan aku suka. Apa Alka juga suka dengannya? Ah aku pasti kalah bersaing dengannya, dia kan paling jago ngerayu cewek, sedang aku? Jatuh cinta saja baru sekali, dan itu dulu saat masih kuliah. Aku kira teman Kak Lina itu masih sendiri, eh ternyata istri orang. Ini aku suka sama Alana, malah ada Alka? Masa mau bersaing dengan dia?” gumam Ardha.
Ardha kembali keluar menemui kliennya yang katanya akan menemui dirinya di cafe Tiara. Ardha melewati meja papi dan kakanya, ada Shaka dan Acha yang juga sudah bergabung dengan mereka. Alana terlihat sedang mengantarkan pesanan Acha dan Shaka. Sesekali ia melihat kakak pertamannya dan Fatih mengajak bicara Alana.
“Alana!” panggil Ardha.
“Ah iya, Pak Ardha?” jawab Alana.
“Kamu tidak usah takut dengan Alka. Kalau dia macam-macam lagi sama kamu, bilang sama saya atau Tiara,” ucap Ardha dengan mendekati Alana.
“Ah i—iya, Pak,” jawab Alana.
“Kamu masih di sini, Ar?” tanya Devan.
“Tadi ketemu sama Alana sama temannya di depan, disuruh angkat-angkat karton yang isinya minyak 12liter. Memang Alka semena-mena sekali, masa perempuan-perempuan disuruh angkat yang berat? Kan di dalam ada karyawan laki-laki? Apa tidak bisa menyuruh yang laki-laki?” jawab Ardha.
“Memang dia selalu seperti itu,” ucap Zhafran.
“Makanya lain kali kamu tolak saja kalau Alka nyuruh yang berat-berat, atau bilang sama Tiara, pasti Tiara belain kamu kok,” tutur Ardha pada Alana.
“Ah iya, Pak. Terima kasih. Saya ke belakang masih banyak pekerjaan,” ucap Alana.
“Kamu jadi ketemu sama orang?” tanya Arkan.
“Jadi, Pi. Ini mau keluar, tadi menemui Alka dulu. Semena-mena sekali dia,” jawab Ardha. “Mari semua, aku ke depan dulu,” pamit Ardha.
Ardha melihat Fatih yang dari tadi tidak berkedip menatap Alana, seperti tatapan kagum dengan Alana.
“Memang pesona Alana bisa mengalihkan dunia. Fatih saja sepertinya suka dengan Alana?” gumam Ardha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Hany Honey
adikny yg punya cafe. anaknya temen Arkan. Risa yg dulu sering kasih kue ke arkan dan thalia.
2023-02-02
0
Aflah Nasution
ini alka anak siapa?
2023-02-01
0