Alana mengantarkan pesanan ke meja Zhafran. Alana sempat kaget saat berjalan ke meja Zhafran, karena ada laki-laki yang tadi ia tabrak saat ia gugup masuk kerja.
“Permisi pesanannya, Pak Zhafran,” ucap Alana.
“Oh iya, terima kasih, Alana. Tadi kamu dimarahin manajer kamu lagi?” tanya Zhafran.
“Biasa Pak Alka, memang saya yang salah, karena saya lama menunggu dosen pembimbing,” jawab Alana.
Zhafran juga sedikit mengenal Alana, apalagi dia sering mampir ke Cafe milik Tiara karena menemui Ardha yang mungkin hampir setiap hari di cafe Tiara. Zhalina juga sering kumpul dengan teman-temannya di cafe Tiara, kalau ada rapat dari yayasan pun ia selalu booking tempat di cafe milik Tiara. Zhalina berbeda sendiri, ia benar-benar membuktikan pada keluarganya, kalau ia ingin menjadi seorang pengajar. Ia sekarang menjadi seorang pengajar, sekaligus pemilik yayasan pendidikan yang ia dirikan. Sekolahan miliknya sudah cukup terkenal, dan menjadi sekolahan favorit, akreditasnya juga baik.
Arkan tidak menyangka Zhalina akan seperti eyang uyutnya. Ya, mendiang kedua orang tua mamanya Thalia adalah seorang pelajar, wajar kalau Zhalina menuruni eyang uyutnya.
“Utamakan dulu skripsinya, Alana. Kalau ditegur lagi jelaskan baik-baik,” ucap Fatih.
“I—iya Mas Fatih,” jawab Alana.
“Kamu manggil saya pak, manggil dia mas? Gak adil namanya,” protes Zhafran.
“Pak Zhafran kan sudah punya anak, masa masih mau dipanggil mas?” jawab Alana.
“Kamu juga manggil Zhalina dengan panggilan Bu, kan?”
“Kan Bu Zhalina guru, Pak?” jawab Alana dengan polosnya.
“Lalu kenapa panggil dia mas?” tanya Zhafran.
“Mas Fatih seusia sepupuku di desa, Pak. Ya panggil mas saja,” jawabnya dengan lugu.
“Kamu memang pantas jadi kesayangan Tiara, kamu bisa menerapkan sopan-santun dalam memanggil orang. Salut masih ada gadis yang seperti kamu. Kamu harus selesaikan lebih cepat skripsimu, biar bisa bantu Tiara di butiknya. Mungkin dia sudah mulai kerepotan, karena sudah memiliki anak,” jelas Zhafran.
“Iya pak, terima kasih. Saya pamit ke belakang lagi, masih banyak pekerjaan di belakang,” ucap Alana.
“Oke,” jawab Zhafran.
Devan dari tadi hanya memandangi Alana, entah kenapa ia begitu ingin tahu lebih dekat dengan Alana. Hatinya sangat ingin mengenal Alana lebih jauh, tapi bukan karena Devan jatuh hati, entah perasaan apa yang ada di dalam hati Devan, hingga ia ingin sekali mengenal Alana lebih dekat lagi.
“Ehm ... Alana.” Panggil Devan, hingga Alana langsung menghentikan langkah kakinya.
“I—iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Alana dengan gugup.
“Saya hanya ingin tahu, berapa usia kamu?” tanya Devan.
“Saya baru mau dua puluh tahun bulan depan, Pak,” jawab Alana.
“Papa mau kasih hadiah buat Alana? Bulan depan ulang tahun lho?” ucap Fatih.
“Hanya tanya saja, terima kasih Alana, kamu seusia anak bungsuku,” ucap Devan dengan menatap lembut Alana, lalu matanya mengembun.
Fatih jadi teringat Ayleen, adik perempuan yang sangat ia sayangi. Betapa senangnya dulu saat tahu mamanya mengandung bayi perempuan. Ia selalu menjaga mamanya, ia tidak mau mamanya sakit, dan setelah adik perempuannya lahir, Fatih sangat menyayanginya, sampai saat kejadian itu, di mana mereka harus kehilangan Ayleen dalam kecelakaan itu, Fatih benar-benar merasa tidak berguna menjadi seorang kakak. Ia kehilangan sosok adik bayi yang sangat ia sayangi.
“Baik, saya kembali ke dalam, Pak,” pamit Alana.
“Iya, Alana seusia Ayleen, Pa. Kalau saja dia ada di sini dengan kita,” ucap Fatih.
“Kalian yang sabar, aku tidak menyangka sampai dua puluh tahun Ayleen juga tidak ditemukan, padahal tidak kurang kami semua meminta bantuan para tim pencarian,” jelas Arkan.
“Ya mungkin, belum saatnya aku bertemu Ayleen lagi. Melihat Alana, aku ingat saat Nadia berusia sama seperti Alana. Model tatanan rambutnya, caranya berbicara, hingga bentuk wajahnya sama dengan Nadia,” jelas Devan.
“Jadi dari tadi kamu penasaran sama Alana, karena mirip Nadia? Aku kira kamu naksir dia?” gurau Arkan.
“Kamu itu kalau bercanda sembarangan sekali, gak mungkin aku menduakan Nadia, aku sangat mencintainya,” ucap Devan.
“Lagian kalau Om Dev suka sama Alana, bakalan saingan sama anaknya dong? Sepertinya Fatih naksir sama Alana?” gurau Zhafran.
“Kak Zahfran itu sukanya begitu, setiap Fatih dekat sama perempuan, selalu dijodoh-jodohkan,” ucap Fatih.
“Lagian gak apa-apa sama Alana, dia cantik, pintar. Memang sih dia dari desa, tapi katanya mendiang ayahnya juragan, sejak ayahnya meninggal saat Alana kelas satu SMP, dia sudah biasa sekolah dengan bekerja. Kuliah di sini pun dia dapat beasiswa, kerja di sini dia untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, dan kirim uang belanja ke ibunya. Itu kenapa Tiara sangat salut dengan Alana,” jelas Zhafran.
“Memang dia perempuan baik-baik, om juga sudah tahu dan merasa kalau dia perempuan baik, tapi tergantung Fatihnya saja,” ucap Devan.
“Tuh udah dikasih lampu hijau sama papanya,” ucap Zhafran.
“Tapi tetap harus mandang bibit, bebet, bobotnya lho? Jangan asal,” ujar Arkan.
“Iya itu juga paling penting sekali,” imbuh Devan.
“Nanti saja, Fatih belum mau menikah. Biar Kak Acha menikah dulu,” jawab Fatih.
Fatih semakin penasaran dengan Alana. Dia melihat Alana sangat mirip dengan mamanya, dari caranya tersenyum, bahkan saat melihat Alana tertawa lepas dengan teman-temannya. Caranya berbicara pun seperti mamanya.
“Apa dia adikku yang hilang? Apa dia Ayleen? Ah jangan ngaco, Tih! Mana mungkin dia? Kalau Ayleen pasti gak akan ada di sini, dulu kan waktu kecelakaan di daerah puncak, bukan di sini, ini sangat jauh sekali. Tapi, bisa jadi itu Ayleen. Ah, sudah jangan memikirkan Alana. Bukan, Alana bukan Ayleen!” Entah kenapa Fatih memiliki perasaan kuat, kalau Alana itu Ayleen. Tapi, ia menepiskan rasa itu kuat-kuat. Karena ia sebetulnya kagum dengan Alana, dan ingin mengenal Alana lebih dekat.
^^^
Acha tidak menyangka Binka bisa sedekat itu dengan dr. Alex. Padahal yang Acha thu Zhafran sangat mencintai Binka, apa pun yang Binka mau, Zhafran selalu menuruti keinginannya. Sampai hati Binka bermain api di belakang Zhafran. Binka jadi ingat ucapan Zhalina dan Tiara soal Binka, karena Binka adalah teman SMA Zhalina dan Tiara dulu.
“Pantas saja dia seperti itu, bermain api dengan dr. Alex di belakang Zhafran. Dulu saja Kak Tiara sama Kak Lina selalu membicarakan Binka, mereka sebetulnya tidak rela sekali Kak Zhafran dengan Binka,” gumam Acha.
Shaka melihat kakaknya dari tadi melamun seperti sedang memikirkan sesuatu, dari awal dijemput di rumah sakit untuk makan siang Acha melamun di dalam mobil.
“Kak, udah gak usah dipikirin apa yang kakak lihat tadi pagi. Biar saja itu menjadi urusan Binka dan Kak Zhafran. Aku tahu, kakak masih belum bisa move on dari Kak Zhafran, kan? Jujur saja deh,” ucap Shaka dengan senyum yang meledek pada kakak perempuaannya.
“Ih, kamu itu bicaranya! Dulu memang kakak suka sama Kak Zhafran, tapi setelah kakak tahu Kak Zhafran seperti apa, kakak udah gak suka. Dia itu gak sama Binka saja, ya sama Binka pun gak sama Kak Zhafran aja. Memang jodoh itu cerminan, ya?” ucap Acha.
“Ya nanti kakak jodohnya sama laki-laki yang super cuek, dingin, dan judes kek kakak!” ucap Shaka dengan terkekeh.
“Masa seperti itu?”
“Ngaca dong, kakak kan judes sekali! Kakak itu dokter, jangan judes-jedes dong? Tuh kek mama, selalu ramah, senyum, gembira, riang, kalau sedang sama pasien,” ucap Shaka.
“Mama kan dokter anak, wajar dong harus terus gembira di depan pasien, menghibur pasiennya yang masih anak-anak, merayu anak-anak biar mau diperiksa. Sedangkan kakak, kamu tahu sendiri berhadapannya dengan gunting dan lain sebagainya di ruang operasi. Gak ada hiburan, karena benar-benar taruhannya nyawa seseorang pekerjaan kakak,” jelas Acha.
“Tapi jangan jutek kalau sama cowok, biar aku bisa cepet nikahin Vania, Kak,” ucapnya.
“Kamu tu dah kebelet kawin, ya?! Sabar dong, Kak Fatih saja belum punya pacar?” tukas Acha.
“Iya deh aku sabar menanti kalian halal semua. Punya kakak gak mau pacaran semua, kan jadi gini?” ucap Shaka.
“Lagian kamu siapa suruh dari SMP udah pacaran sama Vania? Jadi kebelet kawin, kan? Awas kamu sampai macam-macam duluan, aku pecat kamu jadi adekku!”
“Gak lah, lagian Vania juga sekarang sibuk dengan pekerjaannya, aku pacaran lama dengan Vania juga pacaran biasa saja, kakak tahu sendiri Vania itu seperti apa, kan?”
“Iya, sih?”
Mereka sampai di cafe milik Tiara, Acha masih melihat mobil papanya di depan cafe milik Tiara. Itu artinya mereka masih di dalam. Acha mengajak masuk Shaka.
“Cha, Ka, kalian nyusulin papa kalian?” Tanya Ardha yang baru saja keluar dari dalam cafe.
“Gak sih mau ke sini saja, mereka bukannya sedang ada urusan dengan papi dan kakak kamu, Ar?” jawab Acha.
"Iya, tuh mereka lagi bicara, entah apa yang mereka bicarakan," ucap Ardha.
“Kak Ardha mau pulang?” tanya Shaka.
“Mau ke sana, cari angin, sama menemui klien, udah janjian dari tadi malah orangnya baru ke sini,” jawab Ardha. “Aku tinggal, ya?” pamit Ardha dengan gugup lalu langsung berlari menghampiri gadis yang sedang membawa kardus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Sri Widyastuti
Fatih jangan suka sama Alana dong...
2023-02-02
0
masih nyimak
2023-02-02
0
Aflah Nasution
kakkakakakak jgn bilang shafran nnt sm Alana kwkwkkakakw
2023-02-01
0