Hari sudah berganti sore tapi Nadia memaksa untuk makan malam bersama di sana. Akhirnya Siska menuruti permintaan Nadia untuk makan malam bersama dulu baru ia akan pulang.
" Kakak makan malam disini ya? " ucap Nadia pada Siska.
Siska yang tidak tega menolak pun akhirnya menyetujuinya. " Iya Sayang " jawab Siska tersenyum.
" Yee " teriak Nadia senang.
Siska hanya tersenyum melihat Nadia yang senang hanya karena ia setuju untuk makan malam di sana.
" Maaf Kak, Kakak muslim? " tanya Arisa pada Siska.
" Iya, aku muslim " jawab Siska.
" Mau sholat ashar berjamaah? Kebetulan ini sudah ashar " tanya Arisa mengajak Siska untuk sholat ashar berjamaah.
" Iya. Aku mau " jawab Siska.
" Ayo kita ke mushola rumah " ucap Nadia menarik tangan Siska menuju ke mushola yang ada di rumah itu.
Siska, Nadia dan Arisa mengambil air wudhu lalu masuk ke dalam mushola.
" Kakak aja yang jadi imam " ucap Arisa pada Siska.
Siska pun terkejut. Ia merasa tidak pantas untuk menjadi imam karena kemungkinan besar ilmu agamanya tidak sebagus Arisa. Terkadang saja ia masih sering meninggalkan sholat.
" Kamu aja ya, Ris. Aku ngerasa belum pantas " tolak Siska malu.
" Baiklah " jawab Arisa akhirnya.
Setelah itu mereka bertiga melaksanakan sholat ashar berjamaah dengan Arisa yang menjadi imam.
" Nad, Tante keluar sebentar gak papa ya. Mau nganter buku temen Tante yang Tante pinjam kemarin " ucap Arisa pada Nadia.
" Iya Tante. Kan ada Kak Siska juga disini " jawab Nadia.
" Kamu tenang aja ya, Ris. Aku bakal jagain Nadia " ucap Siska pada Arisa.
" Aku titip Nadia sebentar ya, Kak " ucap Arisa yang sebenarnya tidak enak tapi ia harus pergi.
" Iya. Kamu tenang aja " jawab Siska tersenyum.
Arisa pun keluar dari mushola setelah merapikan alat sholat yang ia gunakan. Begitu juga dengan Siska dan Nadia.
" Ayo Kak, aku kasih liat kamar aku " ajak Nadia menggandeng tangan Siska.
Siska dengan senang hati mengikuti setiap langkah kaki Nadia. Nadia membawanya ke sebuah kamar yang bernuansa merah muda dengan banyak sekali boneka barbie di dalamnya. Persia seperti kamarnya saat kecil dulu.
" Ini kamar aku, Kak " ucap Nadia saat mereka sudah berada di dalam kamarnya.
" Wah, kamar kamu bagus banget. Kamar Kakak waktu kecil juga kayak gini, persis banget " ucap Siska karena memang kamarnya saat kecil persis seperti kamar Nadia.
" Beneran, Kak? " tanya Nadia pada Siska.
Siska pun menganggukkan kepalanya.
Siska duduk di tepi tempat tidur Nadia setelah Nadia lebih dulu duduk di sana. Siska melihat foto seorang wanita berhijab yang sedang hamil di atas nakas sebelah tempat tidur Nadia. Itu adalah ibu kandung Nadia yang tadi sempat ia lihat di ruang tamu.
" Ini Bunda kamu? " tanya Siska pada Nadia.
" Iya Kak. Itu Bunda saat hamil aku " jawab Nadia tersenyum.
Siska bisa melihat bahwa ibu kandung Nadia adalah wanita yang baik dan sholehah, apalagi dengan wajahnya yang sangat cantik. Siska bahkan merasa iri dengan kecantikan ibu kandung Nadia.
" Pantes aja Bang Reno gak nikah lagi setelah jadi duda selama sepuluh tahun. Istrinya sholehah dan cantik gini " ucap Siska dalam hati.
" Bundanya Nadia cantik ya. Pantes aja Nadia cantik banget gini " ucap Siska tersenyum.
" Iya dong, Kak " jawab Nadia dengan menunjukkan deretan giginya.
" Ih, buat Kakak jadi gemes deh " ucap Siska mencubit pipi tembem gadis kecil itu dan Nadia hanya tertawa.
" Kata Ayah, Bunda itu wanita paling cantik yang pernah ada di hidup Ayah setelah Nenek sama Tante Arisa. Terus sekarang ada aku deh yang jadi paling cantik " ucap Nadia tersenyum walau dalam senyum itu tersimpan kesedihan.
" Nadia memang cantik. Kakak aja iri sama kecantikan Nadia " jawab Siska tersenyum.
" Kak Siska juga cantik kok, apalagi rambut Kakak panjang dan bagus " ucap Nadia pada Siska.
" Rambut Nadia pasti juga bagus. Kalo rambut Nadia niruin Ayah pasti tebel " ucap Siska tersenyum.
" Nadia gak punya rambut lagi. Rambut Nadia sudah rontok dan habis setelah kemoterapi " jawab Nadia masih dengan senyumnya.
Siska merasa sangat terkejut dan merasa bersalah mendengar itu. " Maafin Kakak ya, Sayang " ucap Siska pada Nadia.
" Gak papa, Kak " jawab Nadia tersenyum tegar.
" Kakak mau liat? " tawar Nadia pada Siska.
" Gak usah, Sayang. Kakak gak mau kamu sedih " tolak Siska tidak ingin membuat Nadia sedih.
" Aku gak sedih kok, Kak " jawab Nadia tersenyum.
Nadia membuka hijab instan yang ia pakai. Siska menutup mulutnya saat melihat kepala Nadia yang hampir botak yang ditumbuhi rambut-rambut yang sangat pendek. Siska bahkan tidak bisa menahan air matanya melihat itu.
" Kakak masih mau jadi temen aku kan walaupun aku botak gini? " tanya Nadia pada Siska.
Siska mengusap air matanya yang terus mengalir lalu menarik Nadia ke dalam pelukannya.
" Pasti, Sayang. Kakak pasti mau jadi temen kamu " jawab Siska mencium puncak kepala Nadia.
Siska begitu kagum dengan ketegaran Nadia. Walaupun keadaannya yang sedang sakit parah dan ia tidak memiliki seorang ibu tapi Nadia masih tetap bisa tersenyum. Siska tidak bisa membayangkan jika itu adalah pada dirinya, mungkin ia tidak akan sanggup. Ia mungkin selama ini kurang bersyukur, ia masih diberikan kesehatan dan juga keluarga yang lengkap.
" Kakak kenapa nangis? " tanya Nadia saat Siska sudah melepaskan pelukannya.
Nadia menghapus dengan kedua ibu jarinya air mata di wajah Siska.
" Gak papa, Sayang. Kakak hanya bahagia bisa kenal anak sekuat dan setegar Nadia " jawab Siska tersenyum.
" Kata Ayah, Nadia harus kuat dan gak boleh menyerah. Nadia gak boleh menyia-nyiakan pengorbanan Bunda buat ngelahirin Nadia jadi Nadia gak boleh jalani hidup ini dengan kesedihan. Nadia juga gak mau buat Ayah sedih kalau Nadia sedih " ucap Nadia begitu dewasa.
" Iya Sayang " jawab Siska tersenyum.
Ia benar-benar kagum pada Nadia. Di usianya yang masih kecil tapi bisa berpikir seperti itu.
Tok tok tok.
Terdengar suara pintu kamar itu diketuk. Siska langsung menghapus sisa-sisa air mata di wajahnya.
" Non Nadia, ini Bu Ijah " ucap Bu Ijah dari balik pintu.
" Iya Bu, masuk aja " jawab Nadia.
Bu Ijah pun masuk ke dalam kamar Nadia.
" Ayo Non mandi, sebelum Tuan pulang " ucap Bu Ijah pada Nadia.
" Nadia sudah besar Bu. Nadia bisa mandi sendiri " ucap Nadia tidak ingin lagi dimandikan oleh Bu Ijah.
" Tapi saya takut Non Nadia jatuh di kamar mandi lagi karena tiba-tiba badan Non Nadia lemas " jawab Bu Ijah.
Nadia memang perlu terjatuh di kamar mandi karena tiba-tiba tubuhnya lemas dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit karena kepalanya terbentur bath up.
" Biar saya aja yang temani Nadia mandi, Bu " ucap Siska pada Bu Ijah.
" Iya Bu. Nadia mau mandi sama Kak Siska aja " tambah Nadia.
" Baiklah " jawab Bu Ijah.
" Saya akan ke dapur melanjutkan memasak untuk makan malam " ucap Bu Ijah pada Siska dan Nadia.
Siska pun menganggukkan kepalanya.
" Ayo Sayang, kita mandi " ucap Siska mengandeng tangan Nadia.
Siska dan Nadia pun masuk ke dalam kamar mandi untuk menemani Nadia mandi.
Mohon bantuan vote, like dan komentarnya ya 😊 Terima kasih 😊🙏 Tetap dukung saya ya 😘
Jangan lupa mampir ke karya saya yang lain di akun yang lain 😊 Cari aja di kolom pencarian " Cinta Si Gadis Lumpuh " dan " Pria Kulkasku " 😊🙏
Ada juga karya saya di akun ini " Mengejar Cinta Pertama " 😘
Tolong follow ig saya juga ya @tyaningrum_05😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments