Bab 10 Pertemuan dengan Kakek
.
.
"Bareng aku aja ayo" Ajak Kiano.
"Ogah ah, entar pacarmu marah. Lagian kan kita lagi backstreet kalau di sekolah. Kalau sampai ada yang tahu kan berabe." Jawab Nara.
"Aku berangkat dulu ya.." Lanjutnya dan tak lupa mencium punggung suami ABG nya.
Di depan rumah telah disambut oleh taxi daring seperti kemarin.
"Mau ke mana kamu?" Teriak Kiano
***
.
Sepulang sekolah
Satu persatu murid SMA XX telah berlarian keluar gerbang sekolah untuk kembali munuju rumah masing-masing. Nara yang berdiri di ambang pintu ruangannya memastikan jika tak ada satupun murid dan guru yang tersisa.
Setelah dirasanya aman, Nara segera mengambil tas miliknya yang tergeletak di atas meja. Dengan secepat kilat dia berlari keluar area sekolah dan duduk sendiri di halte seberang sekolah.
Drrtt.. Drrtt.. Drrtt
Terasa ada getaran dari kantong baju seragama yang sedang dikenakan oleh Nara. Lalu Diambilnya sebuah benda pipih berlogo gambar apel dari sakunya. Hingga sebuah layar kaca menampilkan sebuh nama.
"Hal_"
" [ ... ] "
"Aku sudah di halte, kamu di mana?"
Tiiit... Sambungan telponpun terputus
"Hallo.. Hallo.. Hallo" Namun tak ada suara terdengar lagi.
"Dasar ABG labil sukanya nutup telpon seenak jidatnya." Gerutunya.
Tak membutuhkan waktu lama, motor besar milik Kiano telah berhenti tepat di depan Nara.
"Ayo cepetan naik" Titahnya.
"Aku.." Ucap Nara dengan menunjuk pada dirinya sendiri.
"Iya kamulah, mau siapa lagi. Emangnya ada orang lain yang ada di sini." Jawab Kiano yang nampak kesal.
Ada perasaan takut berkecambuk dalam dirinya saat melihat Kiano datang dengan membawa motor gedenya. Sebuah bayangan kecelakaan itu mengiang dalam ingatannya. Namun dia ingin mencoba, dengan berat hati dia mulai naik ke atas motor, tepatnya di jok bagian belakang.
Dan Kiano mulia mengemudikan dengan kecepatan rendah awalnya. Melihat wajah Nara yang nampak ketakutan dari kaca spion, membuatnya ingin mengerjai istrinya tersebut.
Kiano mulai menambah kecepatan motornya hingga 80 km/jam, "Ki, pelanin dikit laju motornya." Namun sama sekali tak dihiraukan oleh Kiano. Dia malah tersenyum menahan tawa.
Tanpa sadar tangan Nara memeluk tubuh Kiano dengan sangat erat, "bunda, ayah Nara takut. Jangan tinggalkan Nara sendirian." Gumamnya lirih. Tanpa terasa buliran bening membasahi pipinya.
Kiano kaget saat dipeluk oleh Nara. Rasanya sangat hangat,berbeda dengan pelukan perempuan lainnya yang dengan suka rela menyerahkan tubuhnya untuk Kiano.
Hanya memebutuhkan waktu kurang dari setengah jam, mereka telah sampai di sebuah bangunan estetik di tengah kota. Dengan meja dan kursi yang tertata rapi dan berbagai lukisan indah yang menambah nilai jual.
Nara masih memeluk tubuh Kiano dengan memejamkan matanya. "Kamu mau di sini terus memeluk saya, apa kamu tidak malu." Ucap Kiano.
Mendengar kalimat tersebut, spontan Nara membuka matanya dan melepaskan tangannya yang melilit di tubuh kekar milik Kiano.
"Jaga image dong kalau masih pakai seragam di luar, nanti dikira pedofil lo karena jalan bareng anak SMA. Peluknya dilanjut nanti di rumah saja" Goda Kiano.
"Apaan sih" Dengan menyeka airmatanya, Narapun segera turun dari motor yang sedang ia tumpangi.
Mereka berdua berjalan dengan berdampingan,
"Selamat datang nona, tuan. Apa ada yang bisa saya bantu?" Ucap seorang pelayan yang menyambut tepat di pintu masuk.
"Iya mbak, kita sedang mencari meja atas nama Wardhana" Nara menjawab dengan tersenyum ramah.
"Oh silahkan masuk nona, meja atas nama tuan Wardhana berapa di ruang VIP. Mari saya tunjukkan" Sang pelayan restoran.
Kinara dan Kiano berjalan mengekor di belakang pelayan tersebut, karena restoran itu cukup ramai sore itu.
"Ini nona ruangannya, saya permisi dulu" Pamitnya.
"Terima kasih mbak"
Mereka berduapun masuk ke dalam ruangan yang telah ditunjukkan,
"Sore kek, apa kakek sudah Dari tadi? Maafkan kami terlambat" Naraa langsung memeluk tubuh renta pria tua itu. Tak lupa diikuti oleh Kiano dengan mencium tangan kakek mertuanya itu.
"Kita juga baru dateng kok sayang" Jawab sang kakek dengan mempersilahkan mereka duduk di depan mereka. Kakek dan pak Arman, asisten pribadi kakek.
"Bagaimana kabar kalian?" Tanya pria berjas hitam.
"Alhamdulillah kek, kita berdua baik-baik saja." Jawab Nara.
"Mau pesan apa sayang?" Tanya kakek.
"Minum saja kek, dua capucino ice" Jawab Nara.
"Sebenarnya ada apa kek, sampai kami dipanggil ke sini untuk menemui kakek" Lanjutnya menuntut penjelasan.
"Kakek hanya sedang rindu padamu" Wajahnya yang penuh akan keriputpun tersenyum pada Nara.
"Ah tidak mungkin kalau hanya itu saja. Jelas ada masalah penting yang akan dibicarakan pada kita kan?" Sarkas Nara.
"Kamu ini, selalu saja bisa menebak. Ha..haha..hahah" Pria itupun tertawa.
"Sebenarnya dua hari lalu kakek kedatangan tamu istimewa dari Surabaya. Tamu itu adalah sahabat kecil kakek, kakek Arya. Kamu Masih Ingatkan sama kakek Arya" Lanjutnya.
"Kakek Arya" Narapun mencoba memutar memori yang ada di otaknya.
"Oh iya iya iya, sahabat kakek yang selalu berkumis tebal seperti pak dalang itu kan. Yang wajahnya persis bule tapi logat bicaranya medok banget."
"Iya betul sekali, masih ingat sejauh itu kamu." Ucap Wardhana.
"Memangnya ada apa sampai Kakek Arya datang ke rumah kek? Biasanya kan cuma lewat telpon saja." Tanya Nara.
"Dia rindu dengan kakek, dan memberi sebuah kabar pernikahan cucu semata wayangnya. Lian, pria yang tak jadi kakek jodohkan denganmu." Jawab Wardhana.
Mendengar nama tersebut disebut membuatnya terdiam, bisa-bisanya si kakek membicarakan pria lain di hadapan Kiano.
"Oh kak Lian menikah." Ucap Nara.
"Iya, Acaranya besok lusa. Tapi kita berangkatnya besok pagi ke Surabayanya." Jawab Wardhana.
"Kita? Kakek dan Aku?" Tanya Nara kebingungan, pasalnya kini dia sudah tak lagi lajang seperti dulu, yang bisa diajak ke manapun dan kapanpun.
"Iya kita, kakek, pak Arman, kamu, dan Kiano." Jawab Wardhana.
"Tapi besok Nara ada kelas kek, Kianopun juga harus sekolah. Sebentar lagi dia ujian, dia akan ketinggalan pelajaran jika kembali tak masuk sekolah." Ucap Nara beralasan seraya menolak ajakan kakeknya.
Rasanya masih tak sanggup harus membuka statusnya dengan Kiano di depan khalayak umum. Kiano bukan pria pilihan hatinya, apa lagi perbedaan umur yang jauh membuatnya malu.
"Tidak ada kata tapi. Kita semua harus berangkat. Lagian bolos hanya sehari saja, minggunya juga libur. Setelah acara selesai kita langsung bergegas untuk pulang. " Ucap kakek dengan memaksa.
Mereka berdua tak bisa berkutik akan keputusan sang kakek jika sudah memaksa seperti itu.
Setelah beberapa saat mereka mengobrol dan bercerita bahkan sedikit becanda. Mereka berpulang ke kediaman masing-masing yang berbeda arah.
***
"Hallo ..."
" [ ... ] "
"Aku sedang di rumah kek, ini mau tidur. Tumben kakek malam-malam telpon. Ada apa?"
" [ ... ] "
"Maaf kek, Nara lupa. Nara siapkan besok saja ya kek. Nanggung nih, filmnya lagi bagus-bagusnya."
" [ ... ] "
"He..hehe..heheh kakek kan tau betapa sukanya aku sama drama korea."
" [ ... ] "
"Iya, siap kek."
" [ ... ] "
"Malam juga kek, i Love you"
Tiiitt.. Sambungan telponpun terputus. Diletakkan kembali telpon genggamnya di atas nakas. Dan Nara kembali fokus menonton serial drakor favoritnya.
"Siapa?"
Nara sontak berdiri karena terkejut, pasalnya Kiano tiba-tiba saja datang dan mendaratkan bokongnya di samping.
"Astagfirullahal adzim" Nara sangat terkejut hingga mengelus dada.
Melihat sang istri dengan ekpresi terkejutnya yang sangat lucu. Membuat dia tersenyum.
"Kakek yang telpon. Beliau mengingatkan agar kita cepat membereskan pakaian kita untuk acara besok." Jelas Nara.
"Apa aku wajib ikut? Tidak bisakah kamu pergi sendiri dengan kakek." Tanya Kiano.
Nara menghendikkan bahunya,
"Aku gak tahu, kamu langsung tanya sendiri saja pada yang bersangkutan." Jawab Nara dengan santainya. Dan langsung disambut hembusan nafas oleh Kiano.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments