Pengantin Pengganti (Badboy Muridku)
Esok adalah hari yang paling ditunggu oleh Kaynara Milea Wardhana, gadis cantik cucu kedua dari Putra Wardhana pemilik dari sebuah Perusahaan Textil terbesar di Indonesia yang bahkan cabangnya sudah manca buana ke negeri tetangga.
Detak jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya, sungguh tak sabar menanti acara yang telah lama ia dan kekasihnya rencanakan.
"Ciie.. Bahagianya si calon pengantin." Ucap seorang wanita paruh baya yang tiba-tiba saja berada di ambang pintu.Hingga membuat Nara terkejut. Dengan memegang dada, dia pun menoleh ke arah sumber suara.
"Mama Nisa" Ucapnya dan seketika berlari memeluk tubuh wanita yang dianggapnya seperti ibunya sendiri. Pasalnya Nara telah menjadi seorang yatim piatu sejak berusia 3 tahun. Orang tuanya dinyatakan meninggal dalam sebuah kecelakaan lalu lintas.
"Sudah mau jadi seorang istri, tapi kok masih manja seperti ini sih kamu ini" Ucap Nisa dan disenyumi oleh Nara hingga menampilkan deretan gigi putih nan rapinya.
"Gimana nih sayang rasanya mau jadi pengantin?" Lanjutnya.
"Rasanya deg degan banget ma Akunya" Jawabnya.
"Ha..haha..haha, gak usah deg-degan gitu. Di bawa santai aja. Ya sudah ya, mama mau ke bawah dulu." Pamit Nisa dan diangguki oleh Nara.
Berbagai persiapan acara ijab kabul besok sudah hampir selesai. Kediaman Wardhana telah disulap menjadi tempat pesta yang mewah dan nyaman. Hidangan telah dipesan dari katering langganan keluarga. Dan undangan sudah selesai disebar.
***
Malam ini akan diadakan acara pertemuan keluarga terlebih dahulu sebagai pengganti acara lamaran yang tertunda, karena keluarga sang mempelai pria baru saja tiba di negara ini karena perjalanan bisnisnya.
“Waw.. cantik sekali ini calon pengantinnya” puji seorang wanita paruh baya yang selama ini telah merawatnya sedari kecil.
Dengan balutan dress panjang berwarna merah maroon dengan bahan brokat di bagian lengan yang menyala di kulit putihnya, serta riasan yang terpoles menambah nilai kecantikannya.
"Terima kasih mama" Jawabnya dengan senyumnya yang merekah, cantik alami.
“Maa, Vano dan keluarganya apa sudah datang?” tanya Nara, dia sedari tadi sangat gelisah. Karena Vano Erlangga, calon suaminya tak dapat dihubungi sejak pagi tadi.
"Belum sayang, mungkin sedang terjebak macet soalnya kan sekarang weekend. Pasti jalanan sedang ramai. Sudah, kamu gak usah khawatir. Dia pasti datang. Sekarang lebih baik kamu segera menyelesaikan persiapanmu." Jawab Nisa. "Mama, keluar dulu ya sayang." Pamitnya dan diangguki oleh Nara.
"Di mana sih kamu sayang? Kenapa pesan dariku tak kamu balas, bahkan tak kamu baca. Sudah berkali-kali aku mengirim pesan untukmu. Ditelponpun juga sama, tak ada jawaban darimu" Batinnya yang mulai terombang-ambing.
Mama Nisa keluar dari kamar pribadi Nara, berhenti saat pintu kamar telah tertutup rapat. Seketika kekhawatiran hinggap di dirinya. Dia melihat jam yang ada di pergelangan tangannya waktu telah menunjukkan pukul 19.00, sudah tigapuluh menit molor dari rencana awal.
"Ma, kamu kenapa?" Tiba-tiba saja seorang pria seumurannya menghampiri Nisa yang masih terpaku.
"Eh papa. Ini pa, sekarang sudah jam 7 tapi Vano dan keluarganya kok belum juga muncul ya. Padahal ini sudah telat tigapuluh menit. Aku kok jadi khawatir ya" Ucapnya dengan wajah pias.
"Mama jangan berpikiran aneh-aneh, coba kita tunggu dulu. Kalau memang mereka tak datang, papa yang akan turun tangan." Jawab pria itu dengan mengelus lengan istrinya.
***
Di kediaman keluarga Erlangga
"Pii, di mana Vano pi? Apa anak buah papi sudah menemukan keberadaannya?" Tanya seorang wanita berdarah jepang, Naomi Erlangga.
"Belum mii, mami yang sabar ya. Papi pasti akan menemukan anak itu." Ucap Erlangga dengan yakin.
"Hallo.."
"[ .... ]"
"Apa kau sudah menemukan keberadaan Vano?"
"[ .... ]"
"Cepat kau cari dengan benar, saya mau anak itu ditemukan secepatnya."
"[ .... ]"
Tiiiiitt... Sambungan telpon terputus.
"Dasar anak sialan, bisanya membuat masalah saja." Umpatnya . "Mau taruh di mana mukaku di hadapan pak Wardhana kalau seperti ini." gerutunya sambil mengusap wajahnya secara kasar.
***
Sudah 45 menit molor sesuai jadwal. Membuat Nara semakin kelimpungan karena sampai dengan saat ini Vano beserta keluarganya tak kunjung menampakkan diri. Dirinya semakin gelisah ketika nomor telpon genggam Vano lagi-lagi tak bisa dihubungi. Hanya terdengar suara wanita yang menyatakan 'Nomor yang anda tuju sedang tidak dapat dihubungi'. Diapun melempar ponsel yang sedari tadi tadi dalam genggamannya ke atas ranjang karena kesal.
Para tamu undangan mulai membicarakan acara yang tak kunjung dimulai. Satu persatu Asumsi buruk pun keluar dari mulut mereka. Nisa beserta suaminya, Andika menunggu cemas tepat di pintu masuk.
"Di mana keluarga Erlangga? Kenapa belum datang juga?" Tanya seorang pria tua dengan membawa tongkatnya berjalan ke arah keduanya.
"Nisa juga tidak tau yah, dari tadi saya hubungi juga belum bisa." Jawab Nisa.
"Awas saja, sampai mempermainkan cucu kesayanganku. Akan aku hancurkan bisnisnya." Ucap Putra Wardhana.
Tak lama kemudian, tibalah sebuah mobil mewah keluaran terbaru berhenti di depan kediaman Wardhana. Nampaklah tiga orang berpakaian rapi keluar dari mobil.
Melihat kedatangan orang yang tengah dinantinya, Andika dan Nisa segera bergegas menghampiri dan menyambut mereka dengan ramah.
"Maafkan kami sudah datang terlambat" dengan berjabat tangan Erlangga meminta maaf. Dan diangguki oleh Andika lalu dipersilahkan masuk. Namun sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan yang dijadikan tempat acara, lebih dulu mereka bertemu dengan Putra Wardhana.
Dengan sorot mata tajamnya, "Di mana Vano?" Tanyanya dingin.
"Ma-maafkan kami Tuan Wardhana, Vano tidak bisa datang" Dengan terbata-bata Erlangga menjawabnya, dalam dirinya ada perasaan takut serta was-was yang hinggap seketika.
"Maksud kamu apa?" Tanya Wardhana yang nampak kebingungan.
"Nanti akan saya jelaskan tuan, biarkan acara ini berlangsung terlebih dahulu. Kasihan para tamu yang sudah menunggu lama" jawab Erlangga dengan sepenuh hati dia mencoba meyakinkan orang tua tersebut.
Acarapun akhirnya tetap dimulai meski tanpa calon pengantin. Karena Narapun tak ingin mengikuti prosesi acara tersebut, saat mengetahui kekasihnya tak datang.Wajahnya nampak pias, bola matanya pun mulai memerah menggenang. Berbagai pikiran buruk pun mulai muncul di pikirannya.
Acara berjalan lebih cepat dari rencana semula, karena banyaknya prosesi yang seharusnya dilakukan oleh kedua calon pengantin yang ditinggalkan.
Setelah tamu undangan pamit mengundurkan diri dan ruangan dirasa sepi, Andikapun menghampiri Erlangga beserta keluarganya yang masih terduduk di tempat yang disediakan untuknya.
"Ikut saya" Titah Andika penuh dengan penekan.
Andika berjalan terlebih dulu dengan Erlangga beserta keluarganya mengekor di belakang. Masuk ke dalam suatu ruangan di lantai atas tepatnya ruang kerja milik sang pengusaha, Putra Wardhana. Di sana sudah ada Nara yang terduduk lesu dan di dampingi oleh Nisa. Serta sang kakek yang telah duduk di singgasananya.
Pintupun dikunci.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments