"Mau kemana lagi?" Tanya Kinara saat suara deru mesin mulai terdengar di telinga.
"Aku capek Ki, ingin segera beristirahat. Bisa kah Kita kembali ke hotel sekarang." Lanjutnya.
"Tidak bisa" Tolak Kiano.
"Terus kita mau ke mana?"
"Sudah ikut saja, aku ingin mengenalkanmu pada seseorang yang sangat berharga untukku." Jawab Kiano.
Tak ada kalimat lagi yang keluar dari mereka. Kiano tengah fokus menatap jalanan ibukota jawa timur itu yang mulai gelap. Karena sang mentari telah menghilang dan berganti dengan sang rembulan.
Sedangkan Kinara, baru saja mereka keluar dari kawasan wisata tapi sudah tertidur lagi di sampingnya.
"Nih orang, sudah tidur saja. Dasar kebo, doyan makan doyan tidur juga." Umpatnya. Namun sayang tak terdengar oleh si empunya.
"Haduh, pakai macet segala." Gerutunya.
Kiano lupa jika hari ini adalah weekend,jalanan pasti penuh orang berkendara dari orang mudik atau bahkan keluar untuk acara malam mingguan. Hingga bunyi klakson saling bersautan di jalanan. Yang membuat mereka harus lebih lama berada di jalanan.
Setelah hampir satu jam ada di perjalanan kini mobil yang mereka tumpangi memasuki sebuah pelataran rumah sederhana yang ada di tengah kampung. Dan mobilpun berhenti.
Kinara yang baru saja terbangun dari tidurnya,
"Di mana ini?" Tanyanya.
"Ayo turun" Ajak Kiano.
Kinara nampak asing di sana. Setelah membenarkan penampilannya Kinarapun mengekor di belakang suaminya.
Tok.. Tokk.. Tookk..
Sebuah benda segiempat dari kayu itu diketuk dengan perlahan.
Ceklek.. Pintu pun terbuka dari dalam hingga menampilkan seorang wanita tua yang berpakaian adat Jawa. Rambut putihnya di sanggul seadanya.
"Kiano" Wanita itu terkejut.
Seketika Kiano memeluk tubuh rentah yang ada di hadapannya. Rasa rindunya selama ini pun terobati.
"Cucu kesayangan mbah uti, dungaren kon rene leh. Gak kangen ta kon marang simbahmu iki (tumben kamu ke sini ak, gak kangen apa kamu dengan simbahmu ini)" Dengan membalas pelukan erat sang cucu.
"Iya mbah, aku kangen pol. Makanya mumpung lagi di Surabaya, aku mampir ke sini." Pelukan mereka berduapun terlepas.
"Kenalkan mbah, ini Kinara istriku." Lanjutnya. Kiano memperkenalkan Kinara pada sang nenek. Lalu diikuti Kinara dengan bersalaman dan mencium punggung tangan neneknya.
"Heh, Bojomu (istrimu)" Dengan ekspresi terkejutnya. Dan diangguki oleh Kiano.
"Sekolahmu lak urung mari seh leh, kok yo wis rabiae. Opo yo ora diseneni karo gurumu (sekolahmu kan belum selesai nak, kok ya sudah menikah. Apa tidak dimarahi sama gurum)?."
"Ceritanya panjang mbah. Enko ae tak ceritani (nanti saja saya ceritakan)." Jawab Kiano.
"Tapi lak duduk mergo bojomu meteng toh leh (tapi bukan karena istrimu hamil ya nak)."
"Duduk mbah duduk, ngawurae mbah iki (bukan mbah bukan, sembarangan saja mbah ini)
"Yowis ndank melbu kene (ya sudah cepat masuk ke dalam)." Ajak mbah uti.
Mereka pun duduk di kursi yang terbuat dari kayu jati di dalam ruang tamu. Ruangan kecil yang ukurannya hanya setengah dari kamar tidur mereka sekarang.
Ekor mata Kinara melirik sana sini, memastikan keadaan hingga Kinara jatuh hati pada bingkaian indah foto bocah kecil yang berjejer di dinding bata. Bocah itu sangat tampan dan menggemaskan.
"Itu Kiano, ganteng dan lucu ya. Besok kalian kalau sudah punya anak pasti wajahnya seperti dia."
Uhukk..uhhukk.. Uhuk..
Kinara terkejut hingga tersedak akan ludahnya sendiri. Punya anak, memikirkan untuk malam pertama saja belum berani.
"Ini minum dulu" Kiano tiba-tiba muncul di hadapannya dengan membawa segelas air putih.
Tadi saat nenek mengajak mereka masuk ke dalam rumah, Kiano meminta ijin sebentar untuk ke belakang. Setelah hajatnya telah tuntas, diapun kembali dengan membawa segelas air putih yang sebenarnya akan ia minum sendiri.
"Mbak kung di mana mbah, kok dari tadi tidak kelihatan." Tanya Kiano.
"Mbah kungmu kemarin berangkat ke Semarang bersama teman-temannya. Ada acara nikahan dan reoni di sana."
"Oia, Kon kok bengi-bengi tekan kene iku yo opo ceritane (Kamu kok malam-malam sampai sini itu bagaimana ceritanya)" Lanjutnya.
"Kita sudah sampai di Surabaya tadi siang mbah, terus kita mumet-mumet jalan-jalan dulu. Baru kita ke sini" Jawab Kiano.
"Ono opo kon tiba-tiba rene iku, gak mungkin nek gak ono opo-opo. (Ada apa kamu tiba-tiba ke sini itu, tak mungkin jika tidak ada apa-apa)" Tanya mbah uti lagi.
"He.hehe" Kiano tertewa kaku.
"Kakeknya Kinara yang mengajak kita ke Surabaya karena ada undangan di sini."
"Pancetae (selalu)" Umpat Mbah uti.
"Kowe arep ing kene pirang dino? (Kalian mau di sini berapa hari?) Sing lama yo, biar mbah uti ada temannya" Lanjutnya.
"Aku gak iso suwi-suwi di kene mbah, soale aku kudu sekolah. Kinara juga harus ngajar." Jawab Kiano.
"Oia, sampai lali. Kon durung cerita karo mbah. (Oia, sampai lupa. Kamu belum cerita sama mbah). Bukane sing rabi iku Vano, kok tambah kon iku lo. Bapak ibumu yo gak ngabari mbah. (Bukannya yang menikah itu Vano, kok tambah kamu itu lo. Bapak ibumu juga tidak kasih kabar ke mbah uti )."
"Sebenarnya, Kinara ini calon istri kak Vano mbah. Tapi dia malah pergi sehari sebelum pernikahan, akhirnya aku yang menggantikan kak Vano di acara pernikahan itu." Jelas Kiano.
"Lho.. Kok iso, arek bento pancene Vano iku."
Raut wajah Kinarapun berubah saat Kiano bercerita,membuat mbah uti menjadi iba kepadanya.
"Sepurane yo nduk, mbah gak ngerti. ( maaf ya nak, mbak tidak tahu). Kon sing sabar yo (Kamu yang sabar ya)" Kinarapun mengangguk dan tersenyum.
...****************...
Di tempat yang berbeda.
"Arman, apa kamu sudah mendapat kabar dari Kinara?" Tanya kakek di dalam kamarnya.
"Belum tuan."
"Ke mana mereka, sampai jam segini kok belum juga ada kabar." Lanjut kakek.
"Bukannya tadi nona Kinara bilang sedang berada di kebun binatang tuan." Ucap Arman.
"Iya, tapi ini sudah jam berapa kok belum kembali juga."
"Coba tuan telpon lagi, mungkin tadi nona Kinara sedang berada di toilet." Saran Arman.
Tut.. Tuut.. Tuuutt..
Sambungan telpon pun mulai tersambung.
"Hallo.. Assalamualaikum "
"[ ... ]"
"Kamu sedang ada di mana?"
"[ ... ]"
"Di rumah nenek dan kakeknya Kiano, kapan kamu ke hotel. Kakek sangat mengkhawatirkanmu."
"[ ... ]"
"Ya sudah kalau kamu mau tidur di sana. Tapo pesan kakek, besok pagi kamu sudah harus kembali ke sini."
"[ ... ]"
"Walaikumsalam"
Tiitt... Sambungan telponpun terputus.
"Gimana Tuan?" Tanya Arman.
"Ternyata Mereka sekarang sedang berada di rumah nenek dan kakeknya Kiano" Jawab Kakek sembari meletakkan ponselnya di atas nakas.
"Apa nona bermalam di sana?" Wardhana pun mengangguk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments