Bab 5 Repot Punya Suami ABG

Bab 5 Repot Punya Suami ABG

.

.

Kriing... kriing... kriing...

Suara benda kecil di atas nakas itu kembali berbunyi. Bahkan tak ada hentinya benda tersebut berbunyi berkali-kali. Hingga menggema ke seluruh penjuru ruangan.

Namun dua insan yang baru saja mengikat janji suci kepada Tuhan masih tengah tertidur pulas dan enggan membuka matanya di balik selimut tebalnya.

Meski sinar sang mentari mulai menyusup dari balik kelambu yang menutup rapat kaca ruang pribadinya itu. Menyeruak hingga memenuhi seluruh ruangan dan tepat mengenai mata pemilik ruangan tersebut.

'jam berapa ini?' gumam seorang wanita yang baru saja bangun dari tidurnya, dan mengumpulkan seluruh kesadarannya.

'Aaaaaaaaa...'

Dia spontan menjerit saat mengetahui jika ada sebuah tangan yang melingkar di atas perutnya.

Untung saja ruangan pribadi milik Nara itu telah terpasang alat peredam suara. Hingga suaranya tak terdengar di luar sana. Kalau tidak, bisa saja seluruh penghuni rumah datang menghampiri mereka berdua.

"Kenapa sih kak Nara kamu ini, pagi-pagi sudah teriak- teriak. Ganggu tidurku saja" Ucap Kiano yang menggeliat dalam tidurnya.

Lalu dia kembali tidur.

"Kamu bilang kenapa, yang ada aku yang seharusnya tanya kenapa. Kenapa tanganmu ini lancang berada di atas perutku."

Nara sangat marah dengan apa yang tengah dilakukan oleh lelaki muda itu. Kepala Nara seolah sedang bersungut-sungut dibuatnya..

Meskipun Kiano tahu jika Nara sedang merasa kesal. Namun tak sedikitpun dihiraukannya. Dia malah kembali tidur dengan lelapnya.

Karena merasa tak dihiraukan, Narapun semakin kesal dibuatnya. Menyibakkan selimut yang masih dipakainya dengan cukup kasar lalu berdiri seketika.

Menghentakkan kedua kakinya ke lantai granit berwarna abu yang ada di rumahnya. Mulutnya pun tak berhenti mengomel.

'Dasar cowok' umpatnya.

Lalu dia beranjak pergi meninggalkan Kiano yang masih terlelap dalam tidurnya.

***

Dia berdiri sendiri di balkon kamarnya. Dengan tangan bersidekap di depan dada dan dia mengedarkan pandangannya.

Rumah mewahnya telah kembali bersih seperti semula. Seluruh penghuninya juga kembali dengan aktivitasnya.

Menatap dalam pintu pagar besi kokoh nan tinggi yang ada di luar sana. Terbesit suatu kejadian melintas di kepala. Kejadian yang amat mengena di hatinya, hingga tak begitu saja dia dapat melupakannya.

Lelaki muda nan tampan itu dengan gagahnya berdiri di ambang pagar. Dengan mengenakan seragam kebanggaannya dari sebuah club sepak bola ternama kota ini. Nampak dia tersenyum ke arah Nara, gadis berkuncir dua di hadapannya.

"Selamat pagi princess, sudah siapkah anda mengikuti kegiatan saya hari ini?" Ucap lelaki muda itu dengan ramah. Tubuhnya membungkuk selayaknya seorang pangeran mempersilahkan tuan putrinya.

Nara muda menyambut tangan kekasihnya dan menggenggamnya erat. Keduanya pun berlalu pergi. Dan seketika Nara tersadar akan lamunannya.

Seulas senyum yang selalu menghiasi wajah cantiknya tiba-tiba saja sirna. Berganti raut wajah pilu yang penuh akan kesedihan.

Setelah cukup puas, dia pun keluar dari kamarnya. Dengan wajah yang cukup segar setelah aktivitas mandi paginya, dia menghampiri sang kakek yang berada di taman belakang.

"Selamat pagi kakek" Sapanya dengan tersenyum ramah. Tak lupa pelukan hangat yang menjadi rutinitasnya setiap pagi.

"Selamat pagi juga cucunya kakek, bagaimana dengan istirahatmu?" Wardhanapun menyambut sang cucu dengan senyuman.

"Alhamdulillah kek" Jawab Nara.

"Di mana suamimu? Kamu sendirian saja." Tanya kakek dengan menikmati secangkir teh tawarnya.

Nara mendaratkan bokongnya tepat di samping sang kakek.

"Dia belum bangun kek" Jawabnya.

'Dasar anak jaman sekarang' umpat kakek.

Lalu keduanya pun mulai bercengkrama seperti biasanya.

"Kamu jadi istri yang baik ya nak. Jangan pernah sekalipun berani menentang suami. Seperti Nisa yang selalu menghormati Andika." Nasehat kakek.

"Kek, aku menikah dengannya kan hanya cuma sementara saja. Kiano menikahiku hanya karena menggantikan kakaknya. Kalau Vano sudah kembali, aku akan kembali padanya kek" Nara membantah nasihat sang kakek.

"Nak, bukannya kakek mengguruimu. Tapi kamu juga tau, jika dalam agama kita. Penceraian memang tak apa,namun dibenci sama Allah. Apa kamu mau dibenci sama Allah?"

Nara tertohok akan kalimat yang diucapkan sang kakek.

Huff... Nara menghembuskan nafasnya kasar.

"Kamu bilang apa kak? memangnya ini pernikahan yang ada di layar channel ikan terbang?" Seorang wanita paruh baya pun ikut nimbrung dengan suaranya yang menggelegar

"Mulai sekarang berdamailah dengan keadaan. Kamu harus bisa melupakan pria brengs*k itu dan menerima kehadiran Kiano di hidupmu." Lanjutnya.

Nara pun menjadi diam tanpa berani menolak keinginan sang mama.

Setelah beberapa saat dalam keheningan,

"Kek, apakah tawaran untuk bekerja di yayasan milik kakek masih berlaku?" Tanyanya memecah keheningan.

"Kenapa kamu menanyakan itu?" Jawab Wardhana nampak bingung, pasalnya Nara selalu menolak akan tawarannya untuk memegang kendali di yayasan miliknya.

"Aku mau kek, aku mau bekerja di sana. Aku bosan di rumah terus." Jawab Nara.

"Bukankah sudah menjadi cita-citamu, jika setelah menikah kamu akan menjadi ibu rumah tangga seutuhnya." Sindir Wardhana.

"Itu dulu kek, sekarang sudah berbeda." Nara menundukkan kepalanya dan tampak lesu.

"Plis kek, bantu aku untuk bisa bekerja di sana." Mengatupkan ke dua telapak tangannya seraya memohon kepada sang kakek.

"Ya lah.. Ya lah.. Kamu boleh bekerja di sana, asal kamu tidak bermain-main." Nara seketika mengangguk setyju.

"Terima.kasih kek" Nara kembali memeluk sang kakek yang ada di sampingnya.

***

Setelah kepergian orang rumah yang kembali pada aktivitasnya masing-masing, membuat Nara dan Kiano sendirian di rumah.

"Haii.." Sapa Kiano dengan melambaikan tangannya tepat di depan wajah Nara.

"Apa-apaan sih kamu, ganggu orang sedang menonton telivisi saja" Ucap Nara dengan ketus.

"Kak, aku laper. Bikinin aku mie instan pakai telor dong" Pinta Kiano.

"Mie instan? Di sini gak ada yang namanya mie instan." Ucap Nara yang masih fokus dengan drakor kesukaannya.

"Ya ampun kak, masak di rumah segede ini gak ada yang namanya mie instan. Mie instan itu makanan merakyat." Kiano mengusap perutnya berkali-kali.

"Beneran Kiano, di sini gak ada yang namanya mie instan. Kakek gak ngebolehin kami makan makanan tersebut." Nara merasa kesal, karena Kiano masih tetap saja bersikeras minta makanan yang panjang dan keriting itu.

"Yaa.. Gak asyik deh, terus aku harus makan apa dong?" Tanya Kiano dengan raut wajahnya yang memelas.

"Ya makan nasi lah. Di meja makan sudah banyak makanan yang disiapin bi Sari. Kamu langsung pilih aja sesuai seleramu."

'Banyak makanan, yess. Perutku sangat lapar ini' 'gerutunya.

"Ambilin dong kak, aku gak berani ambil sendiri. Kan ini bukan rumah aku."

'Haduh..repot kan kalau punya suami abg kayak gini.' batinnya.

"Ambil sendiri kenapa sih. Tuh di sana dapurnya" Nara menunjuk di mana tepat dapur berada dengan jarinya.

Tak mau berdebat lagi, dengan malas Nara berjalan ke arah dapur yang letaknya lumayan dari posisi awalnya.

***

Setelah selesai dengan aktivitasnya. Kini Kiano mengekor Nara yang asyik sedang menonton drama korea favoritnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!