Bab 11 Perjalanan ke Surabaya

Pagi telah menjelang. Sang fajar mulai memancarkan sinarnya, menyinari seluruh alam semesta tanpa terkecuali. Nara yang baru saja menyelesaikan tugasnya sebagai hamba muslim yang taat, kini mulai berkutat dengan peralatan tempur seorang istri di dapur.

Dengan cekatan Nara mengupas dan memotong berbagai bumbu dan bahan makanan sebelum ia sulap menjadi menu terlezat untuknya dan suami. Tanpa membutuhkan waktu yang lama, berbagai menu telah tersaji di atas meja.

Nara yang merasa tubuhnya gerah dan lengket segera mandi di bawah guyuran shower, karena waktu telah menunjukkan pukul 06.30.

Nara kembali ke dalam kamar untuk membangunkan sang suami yang masih terlelap dalam tidurnya. Entah Kiano jam segini belum juga membuka matanya.

"Ki, bangun Ki. Sudah jam 7, nanti kita telat." Ucap Nara tepat di samping telinga Kiano, namun tak ada pergerakan sedikitpun darinya.

"Ki, bangun Ki" Nara kembali membangunkan, kali ini dia mencoba mengguncang lengan kekar milik Kiano yang nampak polos.

Tiba-tiba Nara jatuh terjembab di atas tubuh Kiano sebab tanpa sadar tubuhnya tertarik masuk dalam pelukan Kiano. Seketika Nara memberontak ingin melepaskan tangan yang melingkar dari tubuh kecilnya. Namun Kiano malah mengeratkan pelukannya.

"Apa-apaan ini" Batinnya. Dadanya naik turun, berdetak lebih kencang dari biasanya.

"Kiano..." Teriaknya, spontan Kiano membuka matanya hingga membuat tatapan mereka bertemu dengan jarak yang sangat intim.

"Aaaa..." Teriak Kiano, dengan seketika melepas pelukannya. Hingga Nara jatuh ke lantai.

"Auwh.." Rintih Nara dengan memegang bokongnya.

"Kamu mesyum ya, peluk-peluk aku pagi hari gini." Ucap Kiano ke ge-eran.

"Siapa juga yang meluk kamu, yang ada kamu tuh yang meluk aku. Aku cuma mau membangunkanmu, tapi kamu malah menarikku ke dalam pelukanmu." Cebik Nara.

"Tapi kamu sukakan aku peluk." Goda Kiano.

Wajah polos Nara berubah menjadi merah padam, entah karena malu atau karena marah. Namun sebaik mungkin ia tutupi dari Kiano.

"Sudah ah, cepat mandi. Kita ditunggu kakek jam 9 di bandara. Jangan sampai telat, aku takut akan dimarahi kakek." Ucap Nara mengalihkan pembicaraan.

"Oke.. Aku mandi, tapi morning kiss dulu." Kiano memoncongkan bibirnya kembali menggoda Nara.

Plak.. "Ogah" Nara melemparkan sebuah bantal ke arah Kiano sebelum dia melenggang pergi.

"Lama-lama, kamu ngegemesin juga" Batin Kiano.

Kiano menghampiri Kinara yang telah duduk lebih dulu di meja makan. Dengan mengenakan celana jeans, kaos putih dan jaket hitam serta snikers berwarna putih membuatnya luar biasa.

Nara nampak kagum melihat penampilan sang suami yang sangat memukau. Namun dengan sebaik mungkin dia menyembunyikan kekagumannya.

"Ayo cepetan makan, aku takut kita ketinggalan pesawat" Omelnya.

Kiano duduk di hadapan Nara, dan mereka menikmati makan pagi bersama.

***

Pukul 9 kurang 10 menit mereka telah sampai di bandara sesuai janji mereka kepada sang kakek, dengan berbagai macam drama yang diciptakan oleh keduanya.

"Cepetan Ki, lama amat jalannya kayak siput" Kinara berjalan lebih dulu di depan, dan Kiano yang mengekor di belakangnya dengan kedua tangannya yang menarik sebuah koper.

"Iya, jalan pelan-pelan kenapa sih. Lagian gak mungkin kakek akan meninggalkan kita." Jawab Kiano dengan santai.

Belum juga Kiano menutup mulutnya dengan sempurna, namun Brakk.. Kinara telah terduduk di lantai bandara.

"Auw.." Dia meringis kesakitan.

"Maafkan saya nona, saya sedang buru-buru. Sekali lagi saya minta maaf" Seorang pria yang tak sengaja menabraknya pun meminta maaf lalu melenggang pergi meninggalkannya.

Kiano memperhatikan dari belakang tanpa melakukan sesuatu yang lebih. Lalu dia tertawa lepas dan seketika mendapat tatapan tajam dari sang istri.

"Sudah tau istrinya jatuh, malah diketawain." Cebik Nara.

"Salah sendiri gak mau dengar apa kata suami. Itu namanya terkena karma instan" Jawab Kiano dengan tersenyum seolah mengejek.

Huft.. Nara menghembuskan nafasnya kasar.

Mereka kembali berjalan, namun kali ini langkah kaki Nara lebih pelan dari pada sebelumnya. Hingga di persimpangan, mereka melihat dua orang pria sedang melambai ke arahnya. Kinara pun mempercepat langkahnya untuk menghampiri keduanya.

Diapun langsung berlari dan memeluk sang kakek saat jarak di antara mereka tak lagi jauh,

"Ada apa denganmu?" Tanya Wardhana. Namun Kinara menggelengkan kepalanya.

"Ahh. Tidak mungkin, kakek sudah hafal denganmu. Jika tidak sedang ada masalah, kamu tak akan memeluk kakek seperti ini." Sarkas Kakek.

Lalu Kiano menghampiri mereka,

"Ada apa dengan Nara, Kiano." Tanya kakek.

Membayangkan kejadian tadi membuat Kiano ingin tertawa. Namun dia menahannya agar tidak membuat Nara semakin mengambek.

"Itu Kek, Nara sangat bersemangat karena ajakan kakek kali ini. Saking semangatnya, sampai-sampai dia tertabrak orang hingga jatuh ke lantai karena berlari." Ucapnya saat ditatap oleh sang kakek seolah meminta penjelasan.

"Kamu ini, tak ada berubahnya. Selalu berlarian di tempat umum." Kata kakek.

"Aku hanya takut terlambat kek," Ucap Nara sendu.

"Kakek tidak akan meninggalkanmu gadis cantik, cucu kesayangan kakek" Jawab Kakek dengan mengusap lembut surai hitam milik sang cucu.

"Mari Tuan, jet pribadi sudah siap." Sang asisten menjemput mereka, menengahi percakapan di antara mereka. Dan mendapat anggukan dari seorang Wardhana.

Mereka pun berempat berjalan beriringan, hingga mencapai tempat yang dituju.

...****************...

Setelah menempuh perjalanan jauh yang melelahkan. Kini tibalah mereka di sebuah kota besar yang ada di negara kita tercinta ini. Kota yang terkenal akan sebutan kota pahlawan. Nama kota yang diambil dari kata Sura dan Baya yang berarti ikan Sura dan buaya seperti patung monumen yang berada di tengah kota.

Mereka kembali berjalan berdampingan setelah turun dari pesawat pribadi milik keluarga Wardhana.

?ni 700

6.!

Rrrrrrr

R

"Kek, setelah ini kita ke mana? Ke hotel atau langsung ke rumah kakek Arya." Tanya Nara yang berjalan tepat di samping Wardhana.

"Kamu dan Kiano bisa langsung beristirahat di hotel, kakek dan Arman akan pergi ke perusahaan cabang terlebih dulu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan." Jawab sang kakek.

Kinarapun mengangguk tanda mengerti. Sebagai pemilik perusahaan besar, Pekerjaan kakek tidak bisa diganggu. Seperti selama ini, ke manapun mereka pergi Beliau akan menyempatkan datang ke perusahaan cabang.

Kedatangan mereka telah disambut oleh pria muda yang tampan dengan mengenakan setelan jas resmi. Dari wajahnya nampaknya dia seumuran dengan Kinara, atau di atas Nara beberapa tahun saja.

"Selamat siang tuan Wardhana" Tubuhnya sedikit membungkuk seolah memberi penghormatan kepada pemilik perusahaan tempatnya bekerja.

Dia adalah Shaka, seorang manager pemasaran di Wardhana corp. Karena prestasinya yang sangat membanggakan, dia ditugaskan untuk menjemput pemilik perusahaan.

Wardhana hanya menganggukan kepalanya mendapat sapaan dari salah satu pegawainya.

"Bagaimana perjalanannya Tuan?" Tanya Shaka.

"Alhamdulillah perjalanan kami lancar." Wardhana pun menepuk bahu karyawannya tersebut dan tersenyum seolah membuka sebuah pertemanan di antara mereka.

Shakapun mengedarkan pandangannya kepada rombongan lainnya.

"Siang Nona Kinara." Sapanya. Ini bukan pertemuan mereka untuk pertama kalinya.

"Siang pak Shaka." Jawab Nara dengan tersenyum. Entah kenapa Melihat percakapan itu, membuat Kiano tak suka.

"Mari tuan, mobilnya sudah siap di depan." Ucap Shaka dengan mengambil alih koper yang tengah ada di tangan Arman.

Arman dan Kiano yang sedang asyik bercakap, membiarkan Wardhana dan cucunya berjalan selangkah di depannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!