"Aku dan Jay akan membiarkanmu beristirahat. Kita akan bertemu lagi nanti malam di acara resepsi." Anna berucap seraya menunjukan senyum manisnya yang tulus, berharap hal itu bisa setidaknya sedikit saja, memberi Feli kekuatan.
Feli mengangguk samar sambil membalas senyum yang Anna lemparkan. "Baiklah. Terima kasih karena kalian sudah datang menemuiku. Sekarang, aku merasa sedikit lebih baik."
Jay membuang napas kasar. "Jangan ragu untuk menghubungiku, jika membutuhkan sesuatu."
Feli menoleh ke arah Jay. Bibir tipisnya mematrikan senyum hangat. "Hemmm. Terima kasih."
Jay mengangguk samar seraya mengusap lembut bahu Feli. Ia tersenyum lirih sekilas, sebelum memutuskan pergi dari sana bersama Anna, meninggalkan Feli.
Anna dan Jay merasa sedikit lega, karena mereka tidak menemukan Feli di sana dalam keadaan sedang menangis sendirian.
Feli membuang napas kasar yang berasal dari rasa lega tatkala melihat Jay dan Anna pergi dari kamar yang ditempatinya tersebut, serta mendengar langkah kaki mereka mulai menjauh.
Entah apa yang saat ini ada dalam benak wanita cantik itu. Ia lagi-lagi duduk termenung, menatap kosong bayangan dirinya di dalam cermin.
Ia merasa ingin meledakan segala emosi yang telah mengungkung relungnya dalam beberapa hari terakhir. Ia ingin menangis, meraung, meronta, namun terlalu banyak hal menyedihkan menimpanya dalam satu waktu, hingga ia bingung, hal mana yang harus ia tangisi lebih dulu.
Pada akhirnya, air matanya tak lagi tersisa. Air matanya sudah habis terkuras. Rasanya ingin menangis, namun tidak ada air mata lagi yang berhasil ia loloskan, hingga kepedihan yang tak berhasil ia keluarkan, terpendam di relung hatinya yang terdalam dan membuat dadanya sesak luar biasa.
Pintu kamar yang Feli tempati kembali terbuka dan tertutup setelah Hayden masuk ke sana. Namun, nampaknya Feli terlalu terbawa larut dalam lamunannya.
Wanita cantik itu hanya diam dengan tatapan kosongnya yang masih tertuju ke arah depan.
Hayden menyeringai ngeri, penuh arti. "Found you!"
Feli terhenyak tatkala suara husky bernada dingin Hayden berhasil mengudara, menyapa rungunya.
Wanita itu sontak menoleh ke arah Hayden yang tengah berjalan ke arahnya. Manik mereka berhasil beradu pandang.
Kebencian, bercampur kepuasan jelas terpancar dari sorot mata Hayden. Sedangkan sorot mata Feli, tidak mengggambarkan emosi apa pun, terlihat begitu kosong.
Hayden berdiri tepat di belakang Feli. Ia membungkukan setengah tubuhnya, menenggerkan kedua lengan di tepian meja rias sebagai penopang tubuh.
Pria itu berhasil mengunci ruang gerak Feli dengan tubuhnya. Hayden menoleh, hingga wajah mereka saling berhadapan. "Kenapa kau pergi begitu saja? Meninggalkan acara pernikahan kita?"
Feli membuang napas kasar seraya meluruskan pandangan, menatap sosok Hayden melalui pantulan cermin di hadapannya. "Aku hanya ingin sendirian."
Feli menundukan pandangan, menatap jemari tangan lentiknya yang ia mainkan di pangkuan, mencoba melawan kegugupan.
Sudut bibir sebelah kiri Hayden menukik tajam, mengulas seringaian yang begitu nampak kejam, sekilas. Pria tampan itu meluruskan pandangan, menatap sosok Feli melalui pantulan cermin seperti yang dilakukan Feli sebelumnya. "Tapi mulai sekarang, aku akan ada bersamamu."
"Kenapa kau melakukan ini, Hayden? Kau merencanakan pernikahan ini sedemikan rupa." Feli menengadahkan pandangan, hingga netranya dan Hayden beradu pandang melalui pantulan cermin. "Kau benar-benar berniat membalaskan rasa sakit hatimu terhadapku, bukan? Kau bahkan mengatakan, bahwa kau bahagia karena saat ini, Jane sedang hamil. Apa kehamilan itu juga merupakan sandiwara? Itu salah satu rencanamu untuk mempermainkan perasaanku?"
Rendetan pertanyaan yang sedari tadi sudah berputar dalam benak Feli, akhirnya tak lagi tertahankan, lolos begitu saja, membombardir Hayden, menuntut sebuah jawaban.
Hayden terkekeh sinis sekilas, meremehkan. "Mempermainkan? Perasaanmu?" Alis sebelah kanan Hayden terangkat, bersamaan dengan matanya yang memicing, menatap Feli penuh terka. "Bukankah, kau sendiri yang mengatakan padaku, bahwa kau tidak pernah memiliki perasaan apa pun terhadapku sebelumnya? Lalu kenapa?-"
Memberi jeda pada perkataannya selama tiga detik, Hayden menggunakan manik mata jelaga indahnya menilik ekpresi juga sorot mata yang Feli tunjukan. "kenapa kau merasa aku mempermainkan perasaanmu?"
Feli tertegun. Ia terdiam dan membisu seketika. Kenapa ia tidak berpikir sebelum berucap? Ia berniat untuk memojokan Hayden dengan deretan pertanyaan yang sedari tadi terus berputar dalam benaknya tersebut, namun lihat siapa yang justru sekarang terpojokan.
Tangan sebelah kanan Hayden mulai bergerak perlahan, menjamah bahu Feli dari satu sisi, hingga ke sisi yang lainnya, begitu menggoda.
Sentuhan itu, berhasil membuat persendian di sekujur tubuh Feli menegang.
Hayden membuang napas kasar. "Bicara soal mempermainkan perasaan, bukankah kau yang lebih dulu mempermainkan perasaanku?"
Feli masih bungkam. Ia tak berniat angkat suara saat ini. Ia hanya ingin mendengarkan apa yang akan Hayden ucapkan padanya.
Hayden menatap sosok Feli dengan tatapan tajam yang sulit sekali di artikan. Pria tampan itu menyingkirkan anak rambut yang menghalangi leher sebelah kanan Feli secara perlahan.
Tatapan Hayden terfokus di sana. Ke arah ceruk leher Feli yang terlihat begitu putih dan lembut.
"Kenapa kau diam, hemm?" Hayden berucap seraya meminkan jemari jenjangnya di area leher Feli, membuat lingkaran kecil dengan pergerakan menggoda.
Feli menelan ludahnya dengan susah payah, membuat bibir Hayden menyeringai, penuh kepuasan.
Jantung wanita cantik itu berdebar dalam tempo yang begitu cepat, luar biasa, hingga ia merasa, jantungnya hampir melompat dari tubuhnya.
"Kau milikku, Felisha," gumam Hayden menggoda, sebelum mendaratkan ciuaman basah di ceruk leher Feli.
Pria tampan itu menelusupkan wajahnya di ceruk leher sang istri, mengendus aroma feromon yang memabukan dari tubuh Feli seraya menyesap sebagian kecil kulit mulusnya. Ia bermain apik di sana, membuat sebuah mahakarya, bercak tanda kepemilikan berbekas di leher jenjang Feli.
Napas Feli tercekat. Wanita cantik itu mengepalkan kedua telapak tangannya, meremat kuat gaun pengantin yang masih melekat di tubuhnya.
Tidak memberi perlawanan atau pun penolakan sama sekali, sebab sejatinya Feli menyadari, bahwa Hayden saat ini memang memiliki hak penuh atas dirinya.
Hayden menatap karya indah yang ia tinggalkan di kulit leher Feli. Bibirnya menyeringai tatkala netranya berhasil menatap sosok Feli yang memaku dengan mata yang membola.
Hayden mengecup singkat pipi istri mungilnya itu. "Bernapaslah Sayang," lirihnya, menggoda.
Feli membuang napas kasar yang ia tahan tanpa ia sendiri sadari.
Meluruskan pandangan, Hayden menatap raut wajah cantik Feli, masih melalui bayangan cermin di hadapannya. "Sekarang, kau adalah milikku. Kau tidak bisa lari dariku, Babygirl."
Feli menatap sosok Hayden dengan tatapan sendu yang sulit sekali di artikan. "Jika aku mau, aku bisa melarikan diri saat pernikahan ini masih dilangsungkan."
Hayden terkekeh sinis sekilas, meremehkan. "Lalu kenapa kau tidak melakukannya, hemmm?"
"Anggap saja, karena aku ingin menebus rasa bersalahku."
Tbc ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Ning Ning
semangat author karya mu luar biasa
2023-03-25
0