Pada akhirnya, waktu itu telah tiba. Inilah detik-detik terakhir Feli yang harus siap dengan resiko yang akan ia hadapi untuk menutupi kecerobohan Jane.
Gadis cantik itu, kini tengah berjalan perlahan, berdampingan bersama Liam sebagai pengganti sosok sang ayah, menuju altar pernikahan.
Kegugupan, rasa takut, cemas, sedih dan benci akan keadaan, seketika bergejolak dalam relungnya tatkala manik hazelnya, berhasil mengunci sosok Hayden yang tengah menunggu pengantinnya di depan sana, meski samar-samar karena terhalang wedding veil yang menutupi wajahnya.
Gadis itu meremat gemas lengan Liam yang tengah bertaut dengan lengannya yang mulai gemetar hebat.
Liam yang menyadari hal itu pun menoleh dan mendekatkan wajahnya ke arah Feli. "Tenenglah. Semuanya akan baik-baik saja."
Liam memberi dukungan seraya menyentuh lembut punggung tangan Feli yang bertengger di lengannya.
Apa beliau tahu, bahwa yang berjalan bersamanya saat ini, bukanlah Jane?
Feli tidak mau ambil pusing. Ia sudah tidak bisa memikirkan apa pun lagi manakala dirinya sudah dikuasai oleh perasaannya yang tidak menentu.
Saat Mika mengatakan bahwa wedding veil yang akan ia gunakan untuk menutupi wajahnya merupakan kain yang sedikit tebal, Feli percaya akan hal itu sekarang.
Pasalnya, memang benar adanya, wedding veil yang menutupi wajahnya saat ini, bisa dibilang cukup tebal, hingga ia saja yang menggunakannya, tidak bisa melihat keadaan sekitar dengan begitu jelas.
Namun satu yang ia yakini, saat ini atensi semua orang yang berada di dalam ruangan yang dijadikan pelaksanaan tersebut, seutuhnya, tertuju ke arahnya, termasuk Hayden yang sudah berdiri di altar, menunggu sang mempelai.
Ingin rasanya ia memiliki keberanian untuk melarikan diri saat itu juga, tatkala ia tiba dan berdiri tepat di hadapan Hayden yang tengah menatapnya dengan tatapan lekat sambil tersenyum.
Perlahan dan dengan lembut, penuh kehati-hatian, Liam menyerahkan tangan Feli pada Hayden.
Feli sangat ingin menghempaskan telapak tangan Hayden, saat pria tampan itu berhasil meraih dan menggenggam tangannya dengan lembut.
Liam tersenyum penuh haru. "Tolong, jaga putriku dengan baik. Perlakukan ia layaknya seorang ratu, sebagaimana kami memperlakukan ia sebelumnya."
Tentu saja, Feli tidak keberatan sama sekali saat ia mendengar Liam menyebut dirinya sebagai putrinya, karena pada kenyataannya, sosok Liam bisa dibilang memiliki beberapa kemiripan dengan sang ayah, terutama sikapnya yang lembut dan hangat.
Hayden tersenyum simpul sekilas. "Tentu. Aku akan menjaganya dengan sangat baik."
Liam pun pergi meninggalkan altar pernikahan saat dirasa ia sudah selesai menjalankan kewajibannya dengan sangat baik.
"Baiklah, bisa kita mulai upacara pernikahannya?" Sang Pendeta yang akan memimpin jalannya pernikahan tersebut, angkat suara.
Feli dan Hayden membenarkan posisi tubuh meresak secara bersamaan, menghadap ke arah sang pendeta.
Kepala Feli tertunduk. Tubuhnya gemetar begitu hebat. Rasa gugup mendomonasi dalam dirinya, hingga mambuat rasa sesak berhasil menjalari rongga dadanya.
Jantung gadis itu berdebar dalam tempo yang begitu cepat dan gila, tidak bisa ia kontrol sedikit pun.
Hayden yang menyadari bahwa tangan mempelai wanita yang ia genggam itu gemetar pun, menoleh ke arahnya sekilas seraya meremat lembut tangannya, memberi sedikit dukungan.
Feli menengadahkan pandangan, menatap lurus ke depan seraya mengembuskan napas secara perlahan, berusaha mensugestikan dirinya agar sedikit tenang.
Sang Pendeta menoleh ke arah Feli sekilas, sebelum memokuskan atensinya ke arah Hayden dengan raut wajah bingung.
Hayden mencondongkan sedikit tubuhnya ke arah sang pendeta seraya menutupi salah satu sisi area wajahnya dengan telapak tangan. Pria tampan itu membisikan sesuatu pada Sang Pendeta, sampai Sang Pendeta mengangguk, syarat akan kepahaman.
Feli yang masih sibuk bergelut dengan pergelakan batinnya, sama sekali tidak bisa memokuskan diri pada apa yang kini ia hadapi dan terjadi di sekitarnya.
"Silakan berdiri saling berhadapan," titah sang pendeta.
Hayden memutar tubuhnya, hingga ia kini menghadap ke arah Feli. Begitupun sebaliknya. Tanpa sadar, Feli hanya mengikuti pergerakan Hayden yang bisa ia rasakan.
Akhirnya, acara sesungguhnya pun dimulai. Kini saatnya bagi pasangan pengantin untuk mengucapkan janji suci pernikahan.
Manik hazel Feli kembali menatap manik teduh Hayden yang sudah menatapnya.
Hayden menghela napas dalam-dalam, lalu membuangnya secara perlahan. "Putri Tuan Jordan ...- " Pria tampan itu menjeda ucapannya cukup lama, membuat semua orang bingung bukan main.
Mengingat nama mempelai wanita tidak tertulis jelas di kartu undangan dan wajahnya saat ini tertutupi oleh wedding veil, tentu semua orang penasaran akan sosok wanita yang akan menjadi pelabuhan terakhir pria tampan nan mapan itu.
Hayden menyeringai ngeri, penuh arti. "Felisha Kylie Jordan ...."
Detik itu juga. Mata Feli membola, menatap Hayden tidak percaya dengan keterkejutannya yang luar biasa.
Persendian di sekujur tubuh gadis itu menegang. Napasnya tercekat beberapa saat. Jantungnya semakin berdebar dalam tempo yang menggila. Telinganya berdengung, seolah tidak lama lagi, ia akan menjadi tuli.
Semua orang yang berada di sana, sama terkejutnya. Kecuali, Emely dan Liam?
Hayden meremat telapak tangan Feli dengan kuat, membuat Feli kembali tersadar dan memokuskan seluruh atensinya. "Felisha Kylie Jordan, aku mengambil engkau menjadi istriku, untuk saling menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Tuhan yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus.”
'Bajingan! Brengsek! Hayden, kau pria sialan!' Feli membatin, merutuki Hayden.
Gadis cantik itu menatap Hayden dengan tatapan tajam, penuh kemarahan. Ia merasa dikhianati. Kini ia mengerti, bahwa ia telah dijebak oleh pria di hadapannya itu.
Sementara Hayden ... pria itu tersenyum licik, penuh kepuasan tatkala ia merasakan, tangan Feli yang masih ada dalam genggamannya, semakin gemetar.
Sang pendeta menoleh ke arah Feli karena beliau tidak mendengar gadis itu bersuara. Dahinya mengernyit, bersamaan dengan matanya yang sedikit memicing, menatap Feli keheranan. "Nona, silahkan ucapkan janji pernikahanmu."
Feli sekuat tenaga, mencoba menahan tangis dan air mata yang sudah mengembun dalam pelupuknya.
Gadis cantik itu menelan ludahnya dengan susah payah seraya meremat kuat telapak tangan Hayden yang masih menggenggam tangannya.
"H-Hayden Brent Wi-Wilson ... a-aku mengambil engkau menjadi-" ucapan Feli terhenti, sebab ia merasa benar-benar kesulitan, mengontrol emosi yang terlanjur menguasai diri.
Feli memejamkan pelupuk matanya, sesaat, dan tanpa sengaja, membiarkan air matanya berderai. Gadis itu membuang napas kasar, memantapkan diri untuk tetap mengucapkan janji suci pernikahan.
Ia bisa saja melawan. Namun, ada satu dua hal yang menahannya, seolah mendorong dirinya untuk tetap bertahan dan melanjutkan acara pernikahan yang merupakan sebuah jebakan itu, sampai selesai.
"Hayden Brent Wilson. Aku mengamnil engkau menjadi suamiku, untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Tuhan yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus.”
Riuh tepuk tangan sebagai tanda kebahagiaan yang diiringi sorak sorai, seketika terdengar, tatkala Feli merampungkan pengucapan janjinya.
Hayden menyeringai, penuh kepuasan karena rencananya, kini sudah berjalan dengan lancar.
Mika berjalan, menghampiri mereka sembari membawa sebuah tatanan cantik yang berisi sepasang cincin.
Hayden mengambil salah satu cincin tersebut dan memasangkannya di jari manis milik sang istri.
Sesak. Dada Feli terasa begitu sesak. Rasa kecewa, sakit hati, marah pada sosok pria di hadapannya itu sungguh sudah hampir membuncah.
Ia merasa benar-benar telah ditipu, dikhianati dan dijebak. Namun, apa alasan dibalik kepasrahannya? Kenapa ia tetap bertahan di sana dan melanjutkan pernikahan yang sama sekali tidak pernah ia rencanakan itu?
Tangan Feli yang gemetar, perlahan terangkat, mencoba meraih cincin yang harus ia pasangkan di jari manis Hayden.
Hayden dengan cepat membantu Feli untuk mengambil cincin pernikahan tersebut. Ia memaksa Feli untuk menggenggam dan memasangkannya saat itu juga, tanpa membuang waktu.
Hayden menyeringai ngeri, penuh kepuasan, tatkala manik jelaga beraura gelapnya menatap jari manis yang kini sudah dilingkari cincin pernikahan.
Selanjutnya. Berciuman. Apa mereka harus melakukannya? Apa Feli mau melakukannya?
Tentu jawabannya sudah pasti tidak. Daripada sebuah ciuman, Feli lebih berharap sang pendeta memberi perintah untuk menampar pria di hadapannya itu.
Hayden mengambil langkah maju, sementara Mika dengan cepat pergi dari sana setelah menatap Feli dengan tatapan sendu, penuh rasa bersalah.
Berdiri di hadapan Feli dengan jarak yang begitu dekat, Hayden menatap sosok gadis yang kini telah resmi menjadi wanitanya itu dengan tatapan tajam, sebelum akhirnya ia membuka weddding veil yang mengahalangi wajah cantiknya.
Sudut bibir sebelah kiri Hayden menukik tajam, tatkala netranya berhasil mengunci raut wajah gusar yang Feli tunjukan. Ia bisa melihat air mata kekecewaan berderai dari pelupuk mata wanita cantiknya itu.
Hayden tersenyum sinis seraya menenggerkan salah satu lengannya di pinggang ramping Feli, membawa tubuhnya mendekat.
Kedua telapak tangan Feli, bertengger di dada bidang Hayden, berusaha menahan tubuhnya agar tidak terlalu saling bertekanan.
Hayden tersenyum tipis, sekilas. Ia membawa wajahnya untuk mendekat ke arah wajah Feli, sebelum mendaratkan ciuman lembut di bibir istri cantiknya itu.
Feli mengatupkan pulupuk matanya, membiarkan air mata yang masih mengembun di sana, berderai membasahi pipi cantiknya.
Hayden ******* lembut bibir tipis Feli, menyesapnya perlahan, sebelum melepaskan pagutan.
"Aku membencimu Hayden."
Hayden menatap Feli yang masih memjam dengan tatapan tajam, penuh kepuasan. Ia menghapus air mata Feli dengan sangat lembut, menggunakan ibu jari tangannya.
Sudut bibir sebelah kirinya menukik tajam, mengulas seringaian ngeri, penuh arti. "I hate you more, Babygirl."
Tbc ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Ning Ning
sungguh luar biasa
2023-03-25
0
Ning Ning
aku lebih membencimu sayang
2023-03-25
0
ZahraAra23
Pernyataan macam apa itu? 🤧 Harusnya kan i love you ,, terus dijawab ,, i love you more😭 bukan i hate you sama i hate you more ...
2023-03-04
0