"Feli, Jane, ayo duduk Sayang." Luciana berucap dengan suara lembutnya.
Feli terhenyak. Ia menoleh ke arah sang ibu, tetapi tatapannya terkunci dengan netra lekat Hayden yang sudah kembali menatapnya.
Sementara Jane ... gadis itu tentu tak membuang banyak waktu untuk segera mendudukan dirinya, tepat di samping sang ibu.
Untuk kesekian kalinya, Feli memaku. Tubuhnya seolah tak bekerja sesuai perintahnya. Tatapan tajam Hayden yang tertuju ke arahnya, membuat gadis itu terkurung dan membeku.
Feli menelan ludahnya dengan susah payah. Rasa gugup seketika mengungkung dalam relungnya. Ia mampu melihat kebencian dari bagaimana manik mata Hayden menatapnya.
Dahi Luciana mengernyit, bersamaan dengan matanya yang sedikit memicing, menatap Felisha yang tak kunjung bergerak dengan tatapan heran. "Feli? Apa kau baik-baik saja, Sayang?"
Atensi orangtua Hayden yang sebelumnya terfokuskan ke arah Jane setelah Hayden mengatakan bahwa dialah gadis yang ingin sang putra nikahi, akhirnya teralihkan ke arah Feli.
Satu hal yang tak mereka sadari, yakni kekhawatiran dan rasa bersalah yang jelas terpancar dari sorot mata Luciana terhadap Feli.
Luciana berhasil menyembunyikan hal tersebut, bahkan Feli yang biasa mengetahui apa yang dirasakan sang ibu melalui sorot matanya pun, berhasil dikelabuhi.
Feli dengan ragu menoleh ke arah sang ibu. "A-aku akan m-mengambilkan minuman, Bu."
Luciana tersenyum lirih. "Baiklah. Cepatlah kembali."
"Eummm." Feli berucap seraya menoleh ke arah Hayden, hingga mereka beradu tatap untuk beberapa saat. "Tentu," imbuhnya, sebelum akhirnya pergi, melangkahkan kaki ke arah dapur dengan pergerakan yang begitu berat.
Hayden mendengkus kasar seraya menyeringai penuh arti tatkala ia melihat Feli menjauh dari ruang tamu dengan langkah yang sedikit terhuyung.
Feli membuang napas kasar tatkala ia tiba di dapur. Ia menyandarkan punggungnya ke dinding sembari memegangi dada, berusaha mengontrol detak jantungnya yang menggila.
Napas gadis itu menjadi berat, terengah-engah. Sekujur tubuhnya gemetar hebat. Feli mendongakan kepala, menatap cahaya remang yang terpantul di langit-langit seraya menelan ludahnya dengan susah payah.
"Pengaruh kehadirannya, masih begitu besar bagiku. Padahal aku sering bertemu dengannya, jika Jayden memintaku untuk ikut serta dalam meeting di Kantor, maupun di luar." Feli bergumam lirih.
Ya, Feli memang bekerja di kantor yang dipimpin oleh Jay, adik dari Hayden. Ia bersahabat baik dan memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Jay, karena Jay merupakan teman satu SMA dan satu Universitasnya dulu.
Feli membuang napas jengah seraya menundukan kepala, meluruskan pandangan. Ia tidak ingin membuat sang ibu menunggu lebih lama hanya untuk sebuah minuman saja.
Dengan tubuh yang masih sedikit gemetar, Feli mulai meraih beberapa gelas, menatanya di atas nampan dan mengisinya dengan air mineral.
Atensi Feli tak sepenuhnya berada di sana. Benak dan hatinya masih sibuk bergelut, melawan keterkejutan yang baru saja ia alami.
Pasalnya, ia kini tahu, wanita yang hendak Hayden nikahi, merupakan kakaknya sendiri.
Pandangan Feli mengarah lurus ke depan. Ia menatap dinding di hadapannya dengan tatapan kosong, hingga ia tidak menyadari, salah satu gelas yang tengah ia isi, sudah penuh dan airnya tumpah ruah.
"Kau ingin mengisi gelas, atau nampannya?"
Feli terhenyak. "Astaga!" Ia dengan cepat menaruh teko yang digenggamnya ke atas meja dan membersihkan kekacauan yang ia buat.
Gadis itu menghela napas panjang, kemudian membuangnya dalam satu kali hentakan kasar tatkala kekacauan yang ia buat, kini sudah terselesaikan.
"Apa kau berusaha mengabaikanku?"
Mata Feli membola, tatkala ia menyadari, ada seseorang yang berhasil menyadarkan dirinya dari lamunan yang sebelumnya menguasai benak.
Gadis itu menelan ludahnya dengan susah payah sebelum akhirnya menoleh ke samping kiri.
Napas gadis malang itu tercekat untuk beberapa saat. Jantungnya kembali berdebar dengan tempo yang begitu cepat tatkala netra teduhnya berhasil beradu tatap dengan netra Hayden yang sudah tertuju ke arahnya dengan tatapan lekat.
Salah satu sudut bibir Hayden menukik tajam, menunjukan seringaian ngeri, penuh arti. "Hai, Babe. Apa kau terkejut, saat melihatku datang kemari untuk melamar kakakmu?"
Feli mengedipkan pelupuk matanya berulang. Kedua telapak tangan yang berada di kedua sisi tubuhnya ia kepalkan dengan sangat erat.
Pengaruh Hayden memang cukup besar untuk dirinya. Namun, tidak untuk kali ini. Ia tidak ingin menunjukkan kelemahannya terhadap Hayden untuk sekarang ini.
Feli memberanikan diri untuk menatap Hayden dengan tatapan tajam. "Apa tujuanmu? Apa alasanmu yang sebenarnya, hingga kau memutuskan untuk menikahi Kakakku?"
Hayden mendengkus kasar. Ia meluruskan tubuhnya seraya bersender ke dinding di belakangnya. Ia mengindikan bahu seraya menoleh ke arah Feli yang masih menatapnya.
"Entahlah. Mungkin awalnya ... aku hanya ingin membantu."
Jawaban singkat Hayden berhasil membuat dahi Feli mengernyit, keheranan. "Apa maksudmu?"
Hayden memiringkan tubuh ke arah Feli. Ia menatap gadis itu dengan mata yang membola, seolah merasa terkejut luar biasa. "Apa Jane tidak menceritakan apa pun padamu?"
Feli memilih bungkan dan tidak mengikuti permainan yang tengah Hayden mainkan. Ia tahu betul, bahwa saat ini Hayden tengah menguji kesabarannya.
Hayden tersenyum. "Perusahaan ayahmu hampir bangkrut. Awalnya, itu yang menjadi alasanku untuk menikahi Jane. Untuk membantu perusahaan ayah kalian."
Feli terkekeh sekilas, meremehkan. "Apa kau serius? Apa kau pikir aku bodoh? Aku tahu segala hal tentang perusahaan ayahku. Tidak mungkin perusahaan ayahku bangkrut begitu saja."
Hayden menyeringai, penuh kepuasan seraya menegakan tubuh. Ia berdiri dengan benar. Hayden menganggukan kepala seraya berjalan mengitari Feli yang hanya diam, memperhatikan dan mendengarkan.
"Sepertinya, dugaanku benar." Hayden membungkukan sedikit tubuhnya tatkala ia berdiri tepat di belakang Feli, hingga wajahnya kini berdekatan dengan ceruk leher gadis itu.
Tubuh Feli seketika meremang, manakala embusan napas hangat Hayden, berhasil menyapu kulit lehernya.
Hayden mengikis jarak yang terbentang antara wajahnya dan Feli seraya sedikit menengadahkan pandangan. Bibir penuh Hayden hampir saja menyentuh daun telinga Feli, membuat Feli sedikit bergidik karenanya.
Jarak yang terlalu dekat itu pun, berhasil membuat persendian di seluruh tubuh Feli menegang. Jantungnya berdegup dengan tempo yang sangat cepat, luar biasa, hingga ia merasa hampir saja meloncat ke luar dari dada.
"Jane masih merahasiakan segalanya darimu," bisik Hayden menggoda, tepat di dekat telinga Feli.
Feli mengembuskan napas yang entah sejak kapan ia tahan tatkala ia merasa, Hayden kembali membuat sedikit jarak, menjauh dari dirinya.
Ia memaku untuk kesekian kalinya. Feli meyakini, perkataan yang telah Hayden lontarkan padanya, mungkin memang ada benarnya. Pasalnya, semenjak perusahaan milik ayahnya berada di bawah kendali Jane, ia tidak sepenuhnya mengetahui apa yang terjadi pada perusahaan milik ayahnya tersebut.
Hayden menyeringai, penuh kemenangan manakala ia menikmati setiap momen yang ia habiskan untuk memperhatikan setiap gerak-gerik Feli.
Pada saat bersamaan, Feli berpikir bahwa Hayden mungkin akan pergi meninggalkannya sendiri di sana, karena pria itu tidak lagi mengatakan apa pun padanya, tapi sayangnya ... ia salah.
Gadis itu terhenyak dengan mata yang membola seketika tatkala ia merasa dua lengan kekar melingkari pinggang rampingnya.
Hayden memeluk Feli dari belakang, membawa tubuh gadis itu mendekat, hingga punggung Feli saling bertekanan dengan dada bidangnya.
Feli benar-benar terkejut dan bingung atas tindakan tiba-tiba yang dilakukan oleh Hayden tersebut, tetapi ia hanya memilih diam dan bungkam, berharap Hayden memberitahu seluruh alasannya yang sebenarnya, terkait rencana pernikahan dirinya dan Jane.
Hayden menyandarkan dagunya pada bahu Feli yang menegang. Ia menelusupkan wajahnya di ceruk leher gadis malang itu, membuat sang empu memejamkan mata sesaat, merasakan sensasi embusan napas hangat Hayden yang menyentuh kulitnya dan membuat tubuhnya kembali meremang.
Hayden menghirup aroma tubuh Feli, membiarkan aroma feromon yang memabukkan menyeruak di dalam indra penciumanya. "Kau tahu ...-" Hayden menjeda perkataannya cukup lama setelah berucap dengan suara rendah dan husky-nya. "Jane ...-" Memberi jeda lagi, Hayden menatap sisi wajah Feli, lekat. Ia tersenyum miring. "aku sangat mencintainya."
Feli menelan ludahnya dengan susah payah seraya menundukan pandangan, menatap lengan Hayden yang masih memeluknya dengan erat.
"Aku akan segera menjadi kakak iparmu. Apa kau menyukainya, Feli?" Hayden menyeringai penuh kepuasan seraya mempererat pelukannya pada tubuh Feli, membuatnya sedikit kesulitan untuk bernapas.
Feli hanya berdiam diri di sana, layaknya sebuah batu, benda mati tak bernyawa. Ia bungkam, seolah tidak berani untuk melontarkan perkataan apa pun.
"Aku bisa mengunjungimu kapan saja. Bahkan setiap hari jika aku mau, setelah aku menikah dengan kakakmu." Hayden berbisik dengan lembut di telinga Feli. "Bisakah kau membayangkannya? Aku bisa memperlihatkan betapa mesranya hubunganku dan Jane, padamu."
Tubuh Feli mulai kembali gemetar tatkala semua ucapan Hayden yang lebih terdengar seperti menggoda, menyapa rungunya.
"Kau bisa melihat, bagaimana aku bercumbu dan menciumi Jane set-" "Cukup!" Feli memekik, penuh kemarahan tatkala tubuhnya sudah gemetaran sangat hebat.
Feli melepaskan diri dari dalam rengkuhan Hayden dengan pergerakan yang cukup kasar. Ia mengambil langkah, agar bisa membuat sedikit jarak.
Gadis itu memutar tubuhnya, agar bisa saling berhadapan dengan Hayden. Raut wajah Hayden seketika berubah menjadi serius, terlihat gusar nan dingin.
Hayden menyeringai ngeri, penuh arti. "Kasar sekali."
Feli menatap Hayden dengan tatapan tajam, penuh kemarahan yang siap menghujam. "Aku tidak keberatan jika kau memang ingin menikahi Jane ...-"
Feli menjeda perkataannya cukup lama, membuat Hayden menatapnya penuh terka. "Tapi tolong, jangan sakiti dia. Jangan sakiti perasaannya."
Hayden terkekeh sinis sekilas, meremehkan. "Menyakiti perasaaannya bagaimana? Apa seperti yang sudah kau lakukan padaku, dua tahun yang lalu?"
Feli dengan cepat meraih nampan yang telah ia siapkan, lalu pergi meninggalkan Hayden sendirian di sana.
Hayden terkekeh sinis sekilas tatkala netranya terkunci, menatap sosok Feli yang perlahan menjauh dan menghilang dari pandangan. "Gadis menyedihkan."
Tbc ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Rosee
semangat thoor, makasih ya udah mampir
2023-05-03
0
Nic
aihh ternyata ada unsur masa lalu
2023-03-14
0
Younitta
Kamu dendam karena masih cinta sama Feli kan, Den. 🤔
2023-02-13
0